Sumber: Kontan 1/2/2013 | Editor: Havid Vebri
Berdiri sejak zaman Belanda, sentra produksi golok di Desa Taraju, Kuningan sudah kesohor hingga ke daerah-daerah. Di era tahun 1960-an, sentra pembuatan golok dan sabit ini hanya memasok kebutuhan alat-alat pertanian di daerah Kabupaten Kuningan dan sekitarnya.
Namun belakangan ini, perkakas pertanian yang dihasilkan Desa Taraju sudah menyebar ke luar daerah, seperti Banten, Sukabumi, Bandung, Tegal, Indramayu, Cirebon, Brebes, Pekalongan, Sumatra, hingga Kalimantan.
Umumnya, para pandai besi di Taraju sudah memiliki pelanggan tetap di daerah-daerah tersebut. Para pelanggannya kebanyakan pedagang perkakas pertanian di daerah masing-masing. "Mereka rutin memesan golok dalam partai besar," kata Sarja, salah seorang pandai besi di Desa Taraju.
Selain mengandalkan langganan dari daerah, banyak juga pedagang golok di Taraju dan sekitarnya yang menjadi pelanggan tetap Sarja. Mereka ini, kata Sarja, selalu siap menampung hasil produksinya dalam jumlah besar.
Terkadang banyak juga pelanggan Sarja yang memesan sebelumnya. Tak heran, bila golok buatan Sarja selalu habis diserap pasar. Oleh para pedagang, golok buatannya itu dipasarkan dengan harga bervariasi.
Selain menerima pesanan pedagang, Sarja juga melayani pesanan dari para petani di Kabupaten Kuningan dan sekitarnya.
Suwanda, pandai besi lainnya, mengaku banyak memasok golok dan sabit ke para pedagang di wilayah Cirebon.
Mereka ini sudah lama berlangganan dengan Suwanda. "Berapa pun yang saya produksi, selalu mereka tampung," ujarnya.
Suwanda melepas sabit dan golok buatannya seharga Rp 20.000 per unit. Namun, di pasaran, harganya bisa di atas Rp 25.000 per unit.
Selain dari Cirebon, pedagang langganannya juga banyak berasal dari luar kota, seperti Palimanan, Bandung, Jakarta, dan Jawa Tengah.
Pandai besi lainnya, Rawing menambahkan, banyak konsumen memilih golok Taraju lantaran kualitasnya bagus dan sudah terkenal hingga ke luar daerah.
Selain pesanan dari pedagang, Rawing juga kerap menerima pesanan dari sejumlah pabrik tebu di Cirebon, Indramayu, dan Pekalongan. Dalam setahun, Rawing bisa menerima pesanan sabit atau golok masing-masing 2.000 unit dari sejumlah pabrik.
Perkakas buatannya itu dihargai Rp 22.000 per unit. Rawing mengaku kadang kala tak mampu memenuhi semua pesanan yang masuk. Selain karena volume pesanannya memang banyak, ia juga terkendala oleh modal untuk membeli bahan baku dan tenaga untuk mengerjakannya.
Menurut Rawing, sampai saat ini, pemerintah belum pernah memberikan bantuan modal pada para pandai besi di Taraju. "Jadi selama ini, kami hanya mengandalkan modal sendiri," ujarnya.
(Selesai)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News