Reporter: Hafid Fuad | Editor: Tri Adi
Anda yang gemar ikan, tidak ada salahnya berkunjung ke Kecamatan Sindangwangi, Majalengka. Lebih dari 1.000 warga di sana berproses sebagai pembudidaya ikan air tawar. Tak hanya itu, di Sindangwangi, ada depo pemasaran ikan yang dikunjungi pembeli dari berbagai daerah.
Gunung Ciremai yang menjulang tinggi di Majalengka, Jawa Barat, merupakan berkah bagi warga setempat. Gunung tertinggi di Jawa Barat itu telah menyediakan pasokan air yang berlimpah bagi warga.
Setidaknya ada tiga sumber air penting bagi warga Majalengka, yakni sumber air telaga Herang, telaga Cimanggung, dan telaga Cibeber. Dengan air yang melimpah ruah, tentu cocok untuk membudidayakan ikan air tawar. Itulah sebabnya, di kawasan ini ada ratusan empang yang menghasilkan ribuan ton ikan per tahunnya.
Salah satu daerah yang menikmati melimpahnya air itu adalah Kecamatan Sindangwangi. Lebih dari 1.000 warga di kecamatan itu berprofesi sebagai pembudidaya ikan. Mulai dari ikan nila, gurame, ikan mas, dan ikan mujair. Para pembudidaya itu mengelola sekitar 700 -an kolam yang tersebar di sepuluh desa.
Ukuran kolam ikan di situ memang beragam, mulai 20 meter (m) x 30 m hingga ukuran 30 m x 40 m. "Untuk empang kecil, jumlahnya ribuan," kata Danu Sukiwijaya, salah satu pembudidaya yang juga mantan Kepala Desa Lengkong Kulon, Kecamatan Sindangwangi.
Selain Sindangwangi, pembudidaya ikan juga ada di Kecamatan Maja dan Cikijing. Namun Sindangwangi punya keunggulan karena di sini ada Depo Pemasaran Ikan (DPI). Depo ini persisnya terletak di Desa Lengkong Kulon. Kecamatan Sindangwangi sendiri terletak di sebelah barat Majalengka. Menuju kecamatan ini butuh waktu 30 menit dengan kendaraan umum.
Di depo Sindangwangi itulah pembudidaya melakukan transaksi jual beli ikan air tawar. Cara bertransaksi di sini juga unik. Para pembudidaya tak perlu membawa seluruh hasil kolam. Mereka cukup membawa sampel saja untuk dipajang di kolam depo. "Jika ada pembeli, baru ikan dipanen," kata Danu.
Selain menjual ikan di Depo, pembudidaya juga bisa menjual ikan itu lewat bantuan pedagang yang biasa bertransaksi di Depo.
Menurut Danu ada 50 pedagang yang rutin melakukan jual beli di depo. Setiap pedagang itu rata-rata beromzet Rp 2 juta per hari. "Pedagang biasanya menjual ikan milik dia sendiri atau menjual ikan milik pembudidaya," terang Danu yang juga pedagang di Depo.
Pemerintah mendirikan Depo Sindangwangi pada 2003 silam. Depo itu berbentuk rumah besar yang memanjang tanpa sekat. Di sana ada empat kolam etalase dan belasan kolam inap ikan. Untuk memudahkan transaksi, terdapat deretan bangku untuk duduk para penjual dan pembeli.
Pembeli ikan di depo Sindangwangi kebanyakan datang pagi atau sore hari. "Pembeli mayoritas adalah pemilik kolam pancingan, pedagang ikan, atau pemilik restoran dan rumah makan," terang Danu.
Para pembeli ikan tidak hanya berasal dari Majalengka saja, sebagian datang dari Kuningan, Cirebon, Subang hingga Banten. "Depo ini mempermudah pembudidaya menjual ikan terutama saat panen tiba," kata Didi Kardi, pembudidaya ikan dari desa Lengkong Kulon.
Tentu tak hanya Didi dan Danu yang menjual ikan di Depo. Namun hampir seluruh pembudidaya menjual ikan di situ. Danu bilang, menjual ikan di Depo lebih praktis dengan risiko kematian ikan yang kecil.
(Bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News