kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45913,89   4,58   0.50%
  • EMAS1.343.000 -0,81%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sentra jamur Cilamaya: Petani jamur ingin pasar mengembang (3)


Senin, 08 Agustus 2011 / 14:57 WIB
Sentra jamur Cilamaya: Petani jamur ingin pasar mengembang (3)
ILUSTRASI. Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah dalam konferensi pers penyerahan data calon penerima subsidi gaji/upah, Selasa (8/9/2020).


Reporter: Bambang Rakhmanto | Editor: Tri Adi

Jumlah petani jamur merang di Kecamatan Cilamaya, Karawang, Jawa Barat terus menjamur. Hasil panen bisa mencapai 3 ton/hari, sementara daya tampung industri pengolahan hanya 1 ton/hari. Pasokan yang melimpah membuat harga jamur turun jadi Rp 14.000 per kg.

Melihat begitu banyaknya kisah sukses petani jamur, banyak petani yang akhirnya tertarik ikut membudidayakan jamur. Jumlah petani jamur pun membengkak tajam. Kalau satu dasawarsa silam jumlah petani jamur terhitung baru puluhan, kini jumlahnya sudah mencapai ribuan orang.

Namun, bertambahnya jumlah petani dan membeludaknya panen jamur itu tidak diimbangi dengan daya serap pasar atas hasil panen jamur. Alhasil, kondisi itu membuat harga jamur Cilamaya turun.

Masalah makin rumit, karena petani tak punya pengalaman dalam memasarkan jamur atau menembus industri. Maklum, selama ini mereka langsung mengandalkan pengepul untuk menampung hasil panen jamur. "Banyak petani tidak mampu menjual jamur itu," keluh Sardi, Ketua Gabungan Kelompok Tani Jamur Bintang Mandiri.

Tak jarang, petani jamur itu membuang jamur hasil panen karena membusuk. "Usia jamur yang dipanen hanya bertahan satu hari," kata Sardi yang memiliki 47 anggota kelompok tani itu.

Menurut Sardi, budi daya jamur itu harus cepat dan tepat. Sebab, jamur yang sudah panen mesti sesegera mungkin dijual ke industri pengolahan atau dikirim ke pedagang jamur yang ada di pasar.

Saat harga jamur turun, petani hanya bisa membawa pulang Rp 14.000 per kilogram (kg) jamur. Harga ideal untuk jamur itu adalah Rp 25.000 per kg. "Namun harga ideal itu sulit tercapai," kata Sardi.

Memang di Cilamaya ada industri pengolahan jamur yang bisa membeli dan menyimpan jamur. Namun, kapasitas daya tampung pengolahan jamur itu hanya satu ton per hari. Padahal, produksi jamur bisa mencapai tiga ton per hari. Nah, jamur yang tidak tertampung industri itu biasanya dijual ke tengkulak untuk dijual di luar Karawang.

Masalahnya, tengkulak terkadang membeli jamur dengan harga rendah. Karena tidak punya pilihan, petani terpaksa menjual murah jamur itu agar jamu tidak membusuk.

Saat ini, petani jamur berharap ada industri pengolahan mie instan juga pabrik cemilan dari jamur berdiri di Karawang. "Pabrik ini belum terealisasi juga," kata Sardi.

Jika pabrik pengolahan berdiri di Karawang, jamur petani bisa langsung terserap. Selain itu, harga jamur juga bisa lebih stabil. "Tidak perlu lagi biaya transportasi mengirim ke daerah lain," kata Sardi.

Selain berharap ada industri pengolahan jamur, petani juga berharap mempunyai alat pengering jamur. “Alat itu bisa mengurangi kadar air pada jamur," terang Ikhsan, petani jamur.

Masalahnya, harga pengering itu mencapai Rp 30 juta per unit. Harga yang kelewat mahal buat petani. Padahal, "Jika punya alat pengering, jamur bisa disimpan lebih lama," kata Ikhsan.

Berbeda dengan Ikhsan, Disam petani jamur lainnya mengaku optimistis dengan pasar jamur. Ia mengaku, permintaan jamur akan naik karena jamur merang adalah tanaman yang tidak menggunakan bahan kimiawi berbahaya. "Jamur juga mengandung vitamin C tinggi," kata Disam, yakin.

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×