Reporter: Hafid Fuad | Editor: Tri Adi
Untuk menjaga citarasa, produsen kecap di Kabupaten Majalengka mempertahankan pemakaian alat masak tradisional, seperti memasak dengan kayu bakar. Selain itu, peracikan bahan baku dilakukan sesuai dengan takaran yang telah ditentukan pendahulu mereka.
Untuk memproduksi kecap, produsen kecap di Kabupaten Majalengka senantiasa mempertahankan cara produksi tradisional. Walaupun kapasitas produksi tradisional terbatas, tapi mereka mempertahankannya demi menjaga cita rasa.
Saat KONTAN bertandang ke dapur pembuatan kecap itu, memang tak terlihat peralatan modern seperti kompor gas. Di rumah produksi kecap milik Muhammad Kardi, misalnya. Di sana yang nampak justru tungku kayu bakar tempat merebus kedelai. "Rata-rata produsen kecap di sini memakai alat tradisional," terang Kardi.
Menurut Kardi, merebus kedelai dengan kayu bakar membuat rasa kecap lebih gurih. Itulah sebabnya, Kardi enggan memakai kompor gas atau kompor minyak tanah.
Selain cara memasak tradisional, berbagai perlengkapan di pabrik kecap itu juga masih tradisional. Lihat saja, ember wadah kedelai yang masih terbuat kayu. Ember kayu itu berguna untuk merendam kedelai saat difermentasi selama 14 hari.
Taufiqurohman atau Oman, pegawai pabrik kecap Maja Menjangan bilang, proses fermentasi kedelai dengan cara merendam itulah yang membedakan produksi kecap mereka dengan pabrik kecap skala besar.
Mengenai racikan kecap itu, Oman mengaku berpedoman pada takaran yang sudah ditentukan pendahulu mereka. "Catatan takaran komposisi bahan baku dari pendahulu masih saya simpan dan saya pakai," terang Oman.
Bahan baku untuk membuat kecap terdiri dari kedelai hitam, gula aren, garam kasar, air, dan tepung terigu. Semua bahan baku itu asli dari dalam negeri, kecuali tepung terigu.
Untuk kedelai hitam, industri kecap di Majalengka mendatangkannya dari Brebes, Jawa Tengah. Mereka membeli kedelai hitam saat panen tiba di bulan Juni-Juli dengan harga Rp 6.000 per kilogram (kg). "Kalau membeli di luar waktu panen harganya bisa Rp 8.000 per kg," ujar Oman. Biasanya, di musim panen, para produsen langsung membeli berton-ton kedelai hitam.
Adapun gula aren didatangkan dari Banjarnegara, Tasikmalaya, dan Garut. Oman biasanya membeli gula aren dalam jumlah banyak karena pasokannya terkadang tidak menentu.
Pasokan yang tidak stabil itu mempengaruhi harga gula aren yang cenderung naik. Belakangan ini harga gula aren mencapai Rp 10.000 per kg, naik dari harga tahun lalu yang cuma Rp 6.000 per kg.
Selain gula aren, produsen kecap Majalengka juga membeli garam kasar yang harganya juga naik, terutama saat musim hujan. Belakangan ini harga garam kasar naik dari Rp 400 per kg menjadi Rp 1.600 per kg. "Harga tergantung cuaca," jelasnya.
Untuk membuat kecap, pertama kali yang dilakukan adalah merebus kedelai kemudian menjemurnya hingga kering. Setelah itu kedelai direndam 10 - 14 hari kemudian dijemur lagi. "Usai penjemuran kedua, kedelai direndam lagi dengan air garam," terang Oman.
Setelah direndam dengan air garam, kedelai itu direbus lagi kemudian disimpan selama sepekan. Selanjutnya baru masuk tahap peracikan dengan gula aren dan tepung terigu. "Campuran diaduk sampai kental. Setelah mengental baru bisa masuk botol," kata Oman.
(Bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News