Reporter: Handoyo | Editor: Tri Adi
Masyarakat Sukoloyo memilih beternak kelinci karena mudah dan sederhana pemeliharaannya. Satu-satunya kesulitan adalah saat musim hujan tiba. Mereka kesulitan mencari rumput kering. Maklum, rumput basah bisa membuat perut kelinci kembung dan diare.
Ketekunan dan kesabaran merupakan pedoman yang dijalankan oleh para peternak kelinci di wilayah Sukoloyo, atau yang lebih dikenal dengan Karmel, Lembang, Bandung. Setiap hari mereka harus mencari rumput guna memenuhi kebutuhan pakan kelinci.
Tak jarang, demi mendapatkan kualitas rumput yang baik, mereka harus berjalan sejauh 15 kilometer (km) ke wilayah Ciater, yang posisinya lebih tinggi lagi. Namun, bila memiliki sedikit uang lebih, mereka memilih untuk membeli pakan-pakan kelinci tersebut.
Dengan modal Rp 200.000, Narto Suparto--salah satu peternak kelinci di Sukoloyo--mulai merintis bisnis kelinci. "Uang itu untuk membeli delapan ekor indukan," ungkap Narto.
Letak geografis Lembang yang berada di lereng pegunungan setinggi 1.250 di atas permukaan air laut (dpl) memang cocok untuk membiakkan binatang imut ini. "Hawanya dingin, kelinci pun mudah berkembang biak," jelas Narto.
Ada beberapa nilai lebih mengapa budidaya kelinci makin digemari warga di sekitar Sukoloyo ini. Selain bersifat prolifik atau mudah untuk beranak pinak, kelinci memiliki tingkat reproduksi yang tergolong cepat, tidak membutuhkan lahan yang terlalu luas, pertumbuhan badan yang cepat serta cara pengembangbiakkan yang sederhana.
Memang, saat berusia lima bulan kelinci sudah bisa dikawinkan. Dalam setahun paling tidak kelinci bisa beranak sekitar empat sampai lima kali. Sekali beranak, satu indukan mengeluarkan enam ekor anak kelinci.
Hanya, kata David, peternak yang lain, kelinci termasuk hewan manja. Peternak kelinci harus tanggap dengan kondisi kelincinya. Karena itu, kelinci harus sering dikontrol, kebersihan yang selalu terjaga, serta pemberian makan teratur merupakan kunci sukses budidaya kelinci. "Paling tidak kandang kelinci rutin dibersihkan satu minggu sekali," kata David.
Selain perawatan harian yang mudah, pemeliharaan kelinci juga tidak membutuhkan banyak tenaga kerja. Peternak kelinci di Sukoloyo hanya melibatkan anggota keluarga saja.
Menurut warga setempat, masalah yang biasa dihadapi dalam budidaya kelinci adalah serangan penyakit bloat atau kembung dan diare. Penyakit ini menyerang bila rumput yang menjadi pakan kelinci masih basah. Kendati sepele, apabila tidak segera diatasi bisa berakibat kematian.
Karena itu, Narto maupun David bilang, cuaca merupakan permasalahan utama dalam pembudidayaan kelinci. Jika musim hujan tiba, para pembudidaya kelinci pun kesulitan mencari rumput kering.
Jika hal ini terjadi, terpaksa pembudidaya membeli rumput seharga Rp 10.000 per kilogram. Dengan sekitar 40 indukan, Tri Apriyanto, juga peternak kelinci di Sukoloyo, membutuhkan 2 kg rumput segar kering setiap harinya.
Sebagai alternatif, peternak kelinci juga memberikan makanan pengganti seperti singkong dan daun kol. Mereka mendapatkan pakan alternatif ini dari petani sayur setempat.
(Bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News