kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sentra kerajinan kulit Garut: Kualitas bagus, sulit tembus ekspor (4)


Kamis, 14 April 2011 / 13:43 WIB
Sentra kerajinan kulit Garut: Kualitas bagus, sulit tembus ekspor (4)
ILUSTRASI. Petugas keamanan berjalan di depan layar yang menampilkan informasi pergerakan harga saham di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Jumat (26/6/2020). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 7,36 poin atau 0,15 persen di level 4.904,09 pa


Reporter: Gloria Natalia | Editor: Tri Adi

Produk kulit asal Garut sudah merangsek ke pasar luar negeri. Soalnya, para perajin sering melongok tren produk kulit di negara lain. Mereka pun getol ikut pameran fesyen di beberapa negara. Tapi, ekspor ke mancanegara masih terbatas lantaran perajin kekurangan bahan baku kulit dan keterbatasan informasi dari pemerintah.

Pertengahan 2009 lalu, Yusuf Sopian, pemilik Astiga, terbang ke Hongkong untuk mengikuti Hongkong Fashion Week. Ajang ini amat bergengsi, karena sering terjadi transaksi bisnis antara produsen fesyen berkualitas dengan konsumen dari seluruh dunia.

Astiga lolos dari seleksi produk-produk usaha kecil dan menengah (UKM) yang diselenggarakan Kementerian Koperasi dan UKM. Akhirnya, Yusuf pun terbang ke Hongkong menjinjing jaket kulit bergaya klasik.

Di Hongkong, Yusuf tak lupa melongok jaket kulit buatan Italia. "Tak beda jauh kualitasnya dengan produk saya, tapi harganya jauh sekali, paling murah Rp 7 juta per jaket," kata Yusuf. Yusuf cuma membanderol sehelai jaket Rp 600.000 hingga Rp 1,5 juta. Makanya, ia sangat yakin pengunjung akan tertarik dengan jaket kulit buatannya.

Tapi, prediksi Yusuf meleset. Tak satu pun pengunjung memegang jaket kulitnya. Mereka hanya melihat sambil lalu. Keheranan Yusuf memuncak setelah ia menengok sembilan stan asal Indonesia di sekitar stan miliknya. "Saya pun bertanya-tanya apa stan dari Indonesia kurang promosi," katanya.

Yusuf lantas beranjak ke panggung fesyen dengan membawa pertanyaan di benaknya. Ketika model-model memperagakan jaket-jaket kulit, barulah Yusuf mendapat jawaban. "Rupanya mereka membawa produk model kontemporer dengan warna-warna ngejreng, yang sedang tren saat itu," tuturnya. Adapun ia hanya membawa jaket kelir hitam dan cokelat.

Jelas, peristiwa itu jadi pengalaman berharga bagi Yusuf. Menurutnya, hanya karena tak mendapat informasi lengkap, jaket kulit Garut tak dilirik pasar luar negeri. Padahal, ia menyimpan stok jaket bergaya masa kini. Dia kerap menengok model-model jaket kontemporer dari situs-situs negara lain, dan dimodifikasi lagi. Jaket-jaket itu diekspor ke Malaysia sampai kini.

Ke Negeri Jiran, saban bulan Yusuf mengirim jaket-jaket kulit karya 25 penjahit Astiga. Tak hanya itu, ia kerap kedatangan pesanan jaket dengan contoh model dari jaket kulit luar negeri. Ia pernah berhasil meniru model jaket yang dibeli pelanggannya di Eropa. "Kualitas tidak beda jauh. Harganya yang beda jauh. Di toko saya cuma sepersepuluh harga jaket Eropa," kata Yusuf penuh bangga.

Bila Yusuf membandingkan jaket kulit Garut dengan keluaran Italia, Erlan Firdaus lain cerita. Ia pernah ke luar negeri melihat jaket kulit keluaran China. "Ternyata kalah kualitasnya dengan jaket kulit buatan Garut," kata pemilik Dakifti itu. Jaket buatan China bertahan baik hanya dalam jangka waktu pendek. Tapi soal harga, Daus mengatakan, harga jaket kulit China lebih murah dibandingkan dengan produk Garut. Itu yang membuat jaket Garut kalah bersaing.

Dedie Supriadi juga membidik pasar luar negeri. Dua kali dalam setahun, ia mendapat pesanan kerajinan kulit dari Italia. Sekali pesan bisa mencapai 300 buah.

Sayangnya, tak seluruh produk kulit Garut bisa tembus pasar ekspor. Pasalnya, bahan baku kulit sapi, kambing, dan domba tidak cukup untuk membuat produk kulit yang bisa dipasarkan ke luar negeri. "Saya buat di dalam negeri dulu. Tidak usah jauh-jauh ekspor," kata Yusuf.

Pasokan kulit semi berkualitas tak sebanding dengan kebutuhan perajin kulit. Yusuf sampai harus memasok kulit dalam jumlah besar agar pasokan kulit semi tersedia di tokonya.

Tak hanya soal keterbatasan pasokan kulit semi, peran pemerintah untuk mempromosikan produk kulit Garut pun masih kurang. Contohnya saja, informasi pameran di luar negeri yang tidak tepat disampaikan kepada para pelaku usaha.

Yusuf bercerita, ia pernah melancong ke Singapura sebagai perwakilan pelaku usaha dari Jawa Barat. Tiba di Negeri Merlion, ia ikut forum bersama pengusaha dari pelbagai negara. "Ternyata tidak nyambung. Pelaku usaha yang datang malah dari jasa pengiriman, perusahaan taksi, perusahaan cokelat. Padahal, saya berharap saya bertemu orang bisnis dari fesyen kulit," katanya sambil tertawa.

Dua kali sudah ia salah dapat informasi. Pertama, di Hongkong Fashion Week 2009. Kedua, di Singapura. Yusuf pun berharap di masa mendatang pemerintah dapat membagikan informasi yang tepat mengenai pameran-pameran di luar negeri bagi pelaku UKM. "Saya kan tidak cuma mau jalan-jalan. Yang saya inginkan saya bisa dapat pasar konsumen dari pameran luar negeri," tutur Yusuf penuh harap.

(Selesai)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×