Reporter: Noverius Laoli | Editor: Tri Adi
Tak jauh dari kompleks pusat pendidikan TNI AD di Kota Cimahi, Jawa Barat bercokol sentra pakaian dan atribut tentara. Awalnya, hanya ada satu kios yang berdiri di pusat penjualan itu pada tahun 1990 lalu. Kini, jumlah pedagang di sana sudah mencapai 20 orang dengan omzet hingga Rp 100 juta per bulan.
Ada gula, ada semut. Pepatah kuno ini pas sekali untuk menggambarkan sentra pakaian dan atribut tentara di Kota Cimahi, Jawa Barat. Persisnya, di depan Rumah Sakit Dustira di Jalan Dr Dustira Nomor 1.
Nah, tepat di belakang rumah sakit itu adalah kompleks pusat pelatihan Tentara Nasional Angkatan Darat (TNI AD). Misalnya, Pusat Pendidikan Artileri, Pusat Pendidikan Infantri, Pusat Pendidikan Polisi Militer, dan Pusat Pendidikan Perbekalan dan Angkutan. Tak heran, Cimahi mendapat julukan Kota Tentara.
Tidak sulit menuju sentra itu. Anda hanya butuh waktu 30 menit dari Bandung melalui tol Pasteur kemudian ke arah Stasiun Kereta Api Cimahi. Di depan RS Dustura, Anda akan menjumpai sekitar 20 toko berjejer rapi menjual berbagai pakaian dan atribut tentara. Ambil contoh, baju, celana, jaket, kaus, topi, dan tas. Tapi, para pedagang di sentra ini juga menjual pakaian tentara ukuran anak-anak.
Harga jualnya bervariasi, tentunya. Topi loreng seharga Rp 10.000 - Rp 25.000 per buah. Kaus oblong loreng mulai Rp 14.000 hingga Rp 30.000 per potong. Sedang sepatu tentara Rp 65.000 - Rp 700.000 per pasang.
M. Fery Kurniawan, pemilik Gajahmada Militery Equipment, berkisah, awalnya, tahun 1990 lalu, hanya ada satu kios di sentra yang berdiri di lahan milik PT Kereta Api Indonesia (KAI) ini. Sekarang, jumlahnya sudah mencapai 20 kios.
Beberapa kios yang ada di pusat penjualan pakaian dan atribut tentara ini kepunyaan keluarga pemilik toko pertama di sentra tersebut. Sebab, "Kalau mau membuka kios di sini harus ada rekomendasi, tapi sejak tahun 2000 pedagang lain juga boleh masuk untuk berjualan," kata Fery.
Saban hari, sentra ini tak pernah sepi pembeli. Pangsa pasar utamanya, tentu saja, ribuan prajurit yang tinggal dan sedang menjalani pelatihan di kompleks pusat pendidikan TNI AD. "Omzet saya bisa mencapai Rp 100 juta per bulan dengan laba bersih sekitar 10%," imbuh Ferry tersenyum.
Meski marginnya tipis, perputaran penjualan produk di sentra ini sangat cepat bak kilat. "Pembeli saya tidak hanya dari Cimahi dan sekitarnya, tapi juga datang dari Sumatra, Sulawesi, bahkan Papua," ungkap Ferry yang sudah berjualan sejak 11 tahun yang lalu.
Dede Rusman, pemilik Perdagangan Umum & Konveksi, menuturkan bahwa dia baru berjualan di sentra pakaian dan atribut tentara Cimahi dua tahun. "Saya sebelum buka usaha hanya sebagai penjaga salah satu kios di sini. Tapi, setelah memiliki modal, saya buka sendiri, modal buka kios Rp 20 juta," beber dia.
Lantaran pemain anyar di sentra itu, untuk memikat calon pembeli, Dede tidak hanya berjualan pakaian dan atribut militer saja. Tapi juga, benda-benda berbau militer. Contohnya, gelas dengan logo TNI AD yang ia jual seharga Rp 12.500 per buah. Kemudian, jam dinding berlogo Polisi Militer TNI AD dengan harga mulai Rp 35.000 sampai Rp 40.000 per buah. Lalu, celana training loreng Rp 35.000 - Rp 75.000 per potong. Sweater loreng Rp 65.000 per potong, dan celana pendek loreng Rp 35.000 per potong.
Dari penjualan barang-barang tersebut, Dede mengaku bisa meraup penghasilan yang cukup lumayan, yakni sebesar Rp 25 juta sebulan dengan laba bersih sekitar Rp 10%. "Yang paling laris adalah jam dinding, kaus loreng, dan celana training," ujarnya.
(Bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News