Reporter: Rivi Yulianti | Editor: Tri Adi
Penggusuran yang kerap mengancam, membuat pedagang di sentra perabot rumah tangga Jembatan Lima memutar otak. Mereka pun membuka cabang di tempat lain untuk berjaga-jaga.
Amir, contohnya. Pemilik Toko Maju ini juga memiliki kios di sentra sejenis yang ada di Pasar Mester, Jatinegara, Jakarta Tuimur. "Dengan begitu, saya mempunyai dua sumber penghasilan. Jika sentra ini kena gusur, masih ada sumber penghasilan lainnya," kata dia.
Meski begitu, tutur Amir, omzet terbesar tetap berasal dari gerainya di sentra Jembatan Lima. "Omzet toko saya yang ada di Jatinegara hanya sepertiga dari toko di Jembatan Lima," ujarnya.
Sebab, sentra peralatan rumahtangga di Jatinegara belum setenar Jembatan Lima, meskipun harga jual barang-barang di Jatinegara hanya beda tipis dengan di Jembatan Lima. Tapi, "Untuk pembelian grosir, saya memberikan banderol harga yang sama. Untuk pembelian satuan, harganya berbeda 20%," imbuhnya.
Tak heran, konsumen yang berasal dari Jakarta Timur lebih memilih menyambangi di sentra perabot Jembatan Lima. Walaupun, mereka justru lebih gampang mencapai sentra Jatinegara yang jelas lebih dekat.
Sayangnya, sentra Jembatan Lima kerap berbenturan dengan pemerintah daerah. Maklum, banyaknya pengunjung atau orang yang berbelanja menimbulkan masalah tersendiri.
Letak sentra yang menyambung dengan Pasar Jembatan Lima ini menyumbang kemacetan terparah di kawasan itu. Apalagi, macet akan bertambah parah saat hujan deras lantaran para pedagang yang sibuk menyelamatkan barangnya yang berserak di trotoar.
Belum lagi banyaknya troli, gerobak, atau mobil yang melakukan bongkar muat beragam peralatan rumahtangga. Alhasil, sentra ini terlihat kurang terawat, kumuh, dan semrawut.
Lantaran bukan menjadi sentra resmi yang dikelola Pemerintah DKI Jakarta, rambu-rambu lalu lintas yang ada sering bentrokan dengan kepentingan pedagang. Contoh, di sepanjang Jalan Jembatan Lima banyak terdapat rambu larangan parkir. "Saya bingung, jika di sini dilarang parkir, pengunjung harus parkir di mana, karena tidak disediakan lahan parkir resmi oleh pemda," ujar Ali, juru parkir sentra Jembatan Lima.
Maka tak mengherankan jika Ali beserta seluruh tukang parkir lain dan pengunjung tidak mengindahkan larangan itu. Padahal, bila dikelola dengan baik, bukan tak mungkin kawasan ini menjadi tempat tujuan wisata potensial.
Sejak Pemerintah DKI menggalakkan wisata kota tua pada 2007, arus turis asing ke sentra Jembatan Lima juga meningkat. Kebanyakan dari mereka mampir ke sentra ini karena lokasi yang berdekatan.
Awalnya, wisatawan mancanegara memang tak mencari perabot. Mereka hanya memburu pernak-pernik suvenir yang tersedia di Pasar Jembatan Lima. Namun, karena lokasinya berjejeran, mereka juga mampir ke sentra ini untuk membeli perabot unik khas Indonesia. Sebut saja, anglo, cobek, dan lumpang. "Terutama, yang tak ditemui di negeri asalnya," kata Amir.
Dengan kehadiran turis asing, Amir berharap, pemda akan menjadikan sentra ini sebagai tujuan wisata. Tapi, "Pemda harus mengubah tempat ini menjadi lebih nyaman," pintanya.
(Selesai)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News