kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45901,12   2,37   0.26%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sentra sandal Wedoro: Dulu main di ekspor kini pasar domestik (2)


Selasa, 02 Agustus 2011 / 14:23 WIB
Sentra sandal Wedoro: Dulu main di ekspor kini pasar domestik (2)
Film Raya and The Last Dragon akhirnya merilis trailer dengan adegan aksi dan musik yang menarik.


Reporter: Handoyo | Editor: Tri Adi

Di masa orde baru, perajin sandal di Desa Wedoro, Sidoarjo, Jawa Timur sukses mengekspor sandal ke jazirah Arab. Namun, seusai krisis ekonomi 1997, perajin lebih suka membidik pasar ke dalam negeri. Selain jual sandal trendi, perajin juga membuat sandal kebutuhan haji.

Produsen di sentra produksi sandal di Desa Wedoro, Kecamatan Waru, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, pernah mencatat penjualan yang gemilang. Ketika itu, sandal karya para perajin di Wedoro ini pernah sukses menembus pasar mancanegara.

Tapi, gemilangnya penjualan itu terjadi sebelum 1997, atau sebelum krisis ekonomi melanda Indonesia. Masa itu, Sukoran, salah satu perajin sandal pernah meraih omzet hingga Rp 1 miliar per bulan. Omzet sebesar itu, diperoleh Sukoran, hanya dari satu pemesan dari luar negeri.

Banyak pembeli asing waktu mencari sandal di Indonesia karena harganya lebih murah. "Dulu kami fokus produksi sandal ekspor saja," kata Sukoran yang sudah 20 tahun menjadi perajin sandal.

Namun, setelah krisis ekonomi 1997, harga bahan baku sandal seakan berlomba untuk naik. Kondisi itu mengakibatkan harga jual sandal made in Sukoran terpaksa ikut naik. "Setelah krisis tidak ada lagi yang mau beli karena mahal," keluh Sukoran.

Selain Sukoran, Soliqah juga pernah jaya di pasar sandal internasional. "Dulu saya menjual hingga ke Arab," kenang Soliqah yang telah memproduksi sandal sejak 1990.

Sebelum krisis, Soliqah bisa mengirim dua kontainer sandal dengan jumlah 5.000 pasang per bulan. Namun, ketika krisis melanda, perajin mulai kesulitan membeli di luar negeri lantaran harga sudah kelewat mahal.

Namun, agar dapur tetap ngebul, Sukoran dan Soliqah, memutuskan untuk kembali memasarkan sandal di dalam negeri. Mereka kembali merintis penjualan ke kota Surabaya dan kota-kota di Jawa. Selain itu, mereka juga memasarkan sandal ke Makassar, Manado, Medan, dan Papua. "Setelah krisis, produksi hanya untuk domestik," jelas Soliqah.

Namun, meski pasar luar negeri sudah sepi, perajin tak surut semangat. Mereka tetap berusaha memproduksi sandal untuk pasar domestik. "Penjualan itu tergantung dari kecakapan dalam memproduksi dan memasarkan," kata Muhammad Haris, salah seorang produsen sandal terbesar di Desa Wedoro.

Walaupun hanya menjual sandal untuk pasar dalam negeri, tapi Haris sekarang mampu memproduksi 250-300 kodi sandal setiap hari. Sandal itu, ia produksi dengan bantuan 60 karyawan. Soal harga jual, Haris membanderol sebesar Rp 200.000-an per kodi. Selain produksi sendiri, terkadang Haris juga mencari pesanan membuat sandal dari pemilik merek sandal terkenal. "Sekarang pesanan apa saja? Saya sanggup membuatnya," kata Haris.

Berbeda dengan Haris, Soliqah memilih membuat jaringan pemasaran sandal itu ke kota Solo dan Jakarta. Soliqah akan memanfaatkan momen Idul Fitri untuk menggenjot penjualan.

Menjelang Idul Fitri pesanan sandal naik dari 50 kodi per bulan menjadi 300-500 kodi per bulan. "Itu pesanan jamaah haji yang ingin berangkat ke tanah suci," kata Soliqah.

Untuk sandal haji itu, Saliqah menjualnya seharga Rp 150.000 per kodi. Lebih mahal ketimbang harga sandal trendi berbahan karet atau spon, yang dibanderol Rp 100.000 hingga Rp 145.000 per kodi. "Sandal haji lebih mahal karena memakai bahan campuran kulit imitasi," kata Soligah.

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×