kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sentra senapan angin Cipacing: Bentuk koperasi agar usaha berkembang (2)


Senin, 24 Oktober 2011 / 13:59 WIB
Sentra senapan angin Cipacing: Bentuk koperasi agar usaha berkembang (2)
ILUSTRASI. OTG diartikan sebagai mereka yang tidak bergejala dan memiliki risiko tertular dari orang yang terkonfirmasi positif Covid-19.


Reporter: Ragil Nugroho | Editor: Tri Adi

Semula hanya 10 warga Cipacing yang ahli membuat senapan. Namun karena usaha ini menarik, banyak warga Cipacing lain tertarik belajar dan kemudian menjadi perajin senapan angin. Sampai 1992 jumlah perajin senapan angin membengkak menjadi 150 orang.

Cipacing terkenal sebagai penghasil senapan angin berkualitas sejak 1960. Namun pada saat itu baru ada 10 perajin yang mampu membuat senapan angin.

Namun, lambat laun, keahlian itu menular ke warga Cipacing lainnya. Salah satunya adalah Maman Karli. Selain ahli membuat senapan, sejak 1970, Maman juga membuka toko senapan angin Charlie. "Saya termasuk generasi kedua, setelah generasi perintis," kata Maman.

Maman belajar membuat senapan angin dari Raden Momon, satu dari sepuluh perajin awal di Cipacing. Maman belajar membuat senapan angin karena desakan ekonomi. Maklum, kondisi alam di Cipacing yang tandus itu sulit untuk menjadi gantungan hidup.

Raden Momon sendiri memang sudah sejak zaman kemerdekaan dikenal sebagai tukang reparasi bedil. Tetapi dia hanya melayani perbaikan senapan angin buatan luar negeri.

Namun pada 1950-an, Raden Momon mulai mengajarkan pembuatan senapan angin itu kepada teman-teman serta kerabatnya. "Saat itu Raden Momon mengadopsi senapan angin merek luar," ungkap Maman.

Setelah dianggap ahli, Raden Momon pun melepas mereka untuk membuat senapan angin sendiri dan menjualnya. Ternyata senapan angin made in Cipacing ini laris manis. Akibatnya, yang ingin belajar membuat senapan angin pun semakin banyak. Tercatat, pada 1964-1967 jumlah perajin sudah menjadi sebanyak 22 orang. "Tahun 1970 jumlah perajin ada 40 orang," kata Maman.

Karena jumlah perajin tambah banyak, mereka mulai memasarkan produknya sendiri di rumah masing-masing. "Mereka jadi produsen sekaligus penjual," terang Maman.

Pada 1992, di sepanjang Jalan Raya Bandung Garut di kilometer 20 itu sudah ada 10 toko senapan angin dengan jumlah perajin sebanyak 150 orang.

Bertambahnya jumlah perajin senapan angin itu sempat bikin pemerintah khawatir. Walaupun senapan angin tidak dilarang, tetapi senapan angin itu juga bisa membahayakan manusia.

Hingga akhirnya polisi mengeluarkan aturan tentang produksi senapan angin. Bagi perajin, agar tidak melanggar aturan, mereka pun membentuk koperasi bernama Koperasi Industri Kerajinan Senapan Angin (KIKSA) Bina Karya.

Dengan koperasi ini, perajin pun lebih mudah mengurus izin pembuatan senapan angin. "Cukup berikan kuitansi penjualan maka senapan angin itu sudah legal," kata Edi Suhaidi, Ketua KIKSA Bina Karya.

Sayangnya, yang menjadi anggota koperasi itu cuma 200 perajin. Menurut Edy, perajin non-anggota koperasi jumlahnya bisa mencapai 1.000 orang lebih. "Mereka enggan bergabung agar bisa menjual senapan angin secara bebas," jelas Edi.

Banyak perajin non anggota koperasi yang secara diam-diam memproduksi senapan angin di luar ketentuan pemerintah. Aturan itu menyebutkan, perajin dilarang membuat senapan melebihi kaliber 4,4 milimeter dengan panjang laras lebih 40 cm.


(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×