kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sentra songket Ogan Ilir: Prosesnya susah, wajar harganya tak murah (3)


Rabu, 16 Maret 2011 / 13:21 WIB
Sentra songket Ogan Ilir: Prosesnya susah, wajar harganya tak murah (3)
ILUSTRASI. Pekerja menyelesaikan pengerjaan proyek stasiun kereta Bandara Soekarno Hatta di Tangerang, Banten, Selasa (14/3/2017). Adhi Karya menilai tekanan perekonomian yang ditimbulkan virus corona tidak terlalu berdampak signifikan di sektor konstruksi. TRIBUNNE


Reporter: Ragil Nugroho | Editor: Tri Adi

Proses pembuatan kain songket yang tidak mudah membuat harga kain khas Sumatra Selatan ini tidak murah. Selain membutuhkan ketrampilan dan ketekunan, perlu juga alat tenun khusus untuk membuatnya. Di sentra songket Desa Penimbung, sejumlah variasi motif diperkenalkan tanpa meninggalkan kekhasannya.

Kain Songket Ogan Ilir terkenal karena mewah dan memiliki keunikan motif. Dengan keunggulan itu, tak heran jika harga kain songket Ogan Ilir mahal mencapai Rp 5 juta per helai. Bahkan di tangan perancang busana, sehelai songket bisa berharga Rp 10 juta - Rp 15 juta.

Harga yang mahal ini sesuai dengan proses pembuatannya yang cukup sulit. Selain membutuhkan keahlian dan ketekunan, songket ini juga harus dibuat dengan alat tenun yang terbuat dari kayu tembesu (Fagraea fragrans).

Alat tenun untuk membuat kain songket terdiri dari sisir untuk merapikan benang, dan mengatur lebar kain. Ada juga alat yang dinamakan pelira untuk memadatkan kain tenun, por untuk menahan badan penenun dan apit untuk menggulung hasil tenunan. Ada juga pelipir dan lidi untuk merangkai motif pada benang. "Satu hari, hanya bisa menenun sepanjang 10 cm, untuk motif bisa sampai 30 cm," kata Melly, saat ditemui KONTAN di Galeri Kampoeng Tenun BNI, di Muara Penimbung.

Sebanyak 3.000 helai benang berjajar rapi di sebuah alat tenun berusia ratusan tahun yang dipakai Melly. Dengan telaten, Melly (32) mulai menenun benang-benang yang sudah dicukit dan disusun dalam pelipir. Ia adalah satu dari 6 penenun yang bekerja pada Mardina, salah seorang pengusaha songket Ogan Ilir.

Melly mendapat upah Rp 200.000 per meter kain tenun songket yang dihasilkan. "Mulai menenun pagi hari saat anak sekolah dan suami bekerja hingga siang," katanya. Selain untuk menambah penghasilan, menenun merupakan hobi Melly. Tak hanya ibu rumah tangga yang menekuni kerajinan tenun ini. Banyaknya anak putus sekolah, membuat banyak remaja putri juga menjadi perajin tenun.

Melly mengerjakan pesanan motif yang diminta oleh Mardina. Beberapa motif yang sering dipesan adalah motif Nampan Perak, Biji Pare, dan Serumpun Merah. "Penyusunan benang untuk motif ada hitungannya," kaya Mardina. Jika hitungan tidak tepat maka motif tidak akan terbentuk.

Menurut Mardina, proses pembuatan satu motif sekitar dua minggu. Ia mengaku mendapat ilmu menenun dari ibu dan nenek, termasuk warisan alat tenun yang berusia ratusan tahun.

Soal motif, menurut Meky Okiya Sari, pemilik Gallery Meky Songket, motif songket Ogan Ilir makin bervariasi. "Dibanding tahun 1960-1990, sudah banyak perubahan," katanya. Walau makin bervariasi, namun corak khas bintang masih dipertahankan.

Survei Citra Tenun Indonesia (CTI) tahun 2009 menunjukkan ada beberapa kekurangan dalam produksi kain songket di Desa Muara Penimbung, Ogan Ilir. Walau keterampilan penenun sudah baik, namun hasil produksi tenun kurang rapih. Selain itu, pewarnaan yang kurang bagus membuat warna kain cepat luntur.

Karena itu, pada tahun tersebut CTI memberikan empat kali pelatihan pembuatan kerajinan tenun di desa tersebut. Pelatihan itu bertujuan menciptakan produk tenun yang lebih baik dengan variasi desain yang lebih banyak. "Potensi tenun ini masih sangat besar, apalagi kalau dibina dan diarahkan," ujar Oke Hatta Rajasa, Ketua CTI.


(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×