Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Tri Adi
Agar tidak merugi, petani tanaman hias di Desa Curug, Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, menghindari membibitkan tanaman hias pada musim hujan. Jika nekat, bibit-bibit baru itu bisa menjadi santapan empuk hama tanaman kutu, ulat, dan serangga tanaman lain.
Menjelang musim hujan, petani tanaman hias di Desa Curug, Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor mulai waspada. Saat musim hujan, tanaman hias mereka rentan terserang hama penyakit.
Taufik, petani tanaman hias di Kampung Poncol, Desa Curug memilih strategi dengan tidak melakukan pembibitan saat musim hujan. "Hama berkembang saat hujan karena tanaman lembap," tandas Taufik.
Saat musim hujan, jenis hama yang menjadi musuh tanaman hias adalah kutu putih, ulat, dan belalang. Jika mereka tetap melakukan pembibitan, mereka bisa merugi karena tanaman mati.
Taufik bilang, saat musim hujan, tingkat fertilitas bibit tanaman sangat rendah. Ia beri contoh, bila petani melakukan pembibitan tanaman sebanyak 20.000 batang, yang akan bertahan umumnya hanya 4.000 batang. "Sebanyak 80% bibit akan mati karena hama atau sulit berkembang," ujar dia. Makanya, Taufik dan petani tanaman hias lain di Desa Curug menghindari melakukan pembibitan tanaman saat musim hujan. Mereka memilih melakukan pembibitan saat musim kemarau tiba.
Muhidin salah satunya. Petani tanaman hias di Desa Curug ini mengaku melakukan pembibitan saat musim kemarau agar tak merugi. Saat itu, kata Muhidin yang juga Ketua RT 06 Kampung Poncol, Desa Curug, 95% bibit bisa berkembang saat kemarau.
Sebaliknya, saat musim hujan, Muhidin memilih untuk melakukan perawatan tanaman. Antara lain: membasmi hama, pemberian pupuk, hingga pemberian obat tanaman.
Selain kendala musim, petani tanaman hias di Desa Curug juga kesulitan mendapat pupuk kimia berkualitas. Mereka mengandalkan pupuk kandang dari peternakan ayam atau peternakan sapi dan kambing. Apalagi, "Pupuk kandang harganya lebih murah," kata Muhidin.
Selain pupuk, petani tanaman hias juga kesulitan dalam mendistribusikan bibit. Terutama untuk pengiriman bibit ke luar Jawa. "Biayanya besar apalagi banyak pungutan liar di jalan," keluh Muhidin
Sebagian petani tanaman hias banyak yang tidak mendapatkan akses permodalan, mereka hanya mengandalkan pinjaman dari keluarga. Sekadar gambaran, untuk menumbuhkan 20.000 batang bibit butuh modal Rp 5 juta untuk membeli polybag, sekam dan kompos. "Biaya itu belum termasuk pembelian pupuk atau sewa lahan," terang Taufik.
(Bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News