kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sentra tanduk Kampung Inggris: Garap pasar lokal dan internasional (3)


Senin, 21 Maret 2011 / 15:09 WIB
Sentra tanduk Kampung Inggris: Garap pasar lokal dan internasional (3)
ILUSTRASI. Warga memandangi suasana di Terminal Kampung Rambutan, Jakarta. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/foc.


Reporter: Dharmesta | Editor: Tri Adi

Perajin di sentra kerajinan tanduk Kampung Inggris menjual produknya ke seluruh wilayah Indonesia. Tapi, ada juga perajin yang fokus menggarap pasar ekspor. Negara-negara Eropa menjadi pelanggannya. Ada juga perajin yang mengandalkan pesanan dari satu importir dalam menjual hasil buah tangannya.

Dalam memasarkan hasil kerajinan tangan berbahan tanduk, perajin Kampung Inggris, Sukabumi memilih cara yang berbeda. Maman Kasim, misalnya memilih menggandeng beberapa distributor tetap. Perinciannya, tiga di daerah Yogyakarta, dua di Solo, dua di Bali, serta dua distributor lainnya di Surabaya.

Ia menjual produk aksesori dengan harga murah. Seperti, satu gantungan kunci yang harganya cuma Rp 2.000. Ada pula sisir dari bahan tanduk yang harganya hanya puluhan ribu. Harga jual tinggi hanya untuk barang-barang yang punya cita rasa seni, seperti patung burung. "Harganya bisa sampai ratusan ribu per satu patung," ujarnya. Produk termahalnya adalah sepasang tanduk kerbau yang diukir yakni seharga Rp 1 juta.

Selain pasar lokal, Maman juga menyasar pasar ekspor. Pelanggan asal Malaysia umumnya lebih suka ukiran kaligrafi. Adapun pembeli dari China lebih tertarik dengan ukiran naga. Adapun pelanggan Korea lebih suka ukiran burung hong.

Saat libur sekolah, penjualan kerajinan tanduk biasanya akan bertambah. Pasalnya, banyak pelajar asing yang akan kembali ke negaranya. Sebagai buah tangan, "Mereka biasanya membeli oleh-oleh yang tak ada di negaranya," ujarnya. Kerajinan dari tanduk menjadi salah satu pilihan.

Para pelajar asing ini pula yang menjadi sumber rezeki para perajin tanduk di Sukabumi. Apalagi, mereka umumnya membeli kerajinan yang harganya mahal. Berbeda dengan wisatawan lokal yang membeli aksesori dengan harga murah.

Sementara pemilik galeri Karya Seni Tanduk Cecep Maulana, saat ditemui KONTAN, mengaku baru pulang dari urusan bisnis di Eropa. Cecep berhasil menembus pasar Eropa dengan hasil kerajinan berbahan baku tanduk. Antara lain, dia menyuplai gagang kacamata untuk Rodenstock. Dalam waktu dekat, ia juga akan ke Belanda karena ada rekanan bisnis yang tertarik dengan hasil kerajinan Karya Seni Tanduk.

Harga jual aksesori karya Cecep tak beda jauh dengan Maman, yakni berkisar ribuan sampai puluhan ribu saja. Termahal adalah sepasang tanduk kerbau bule dengan ukiran kaligrafi yang dijual Rp 3 juta.

Muhammad Djudjuh Djuhaedi, pemilik galeri Karya Cipta, lain lagi. Ia mengaku sudah jarang membikin produk masal seperti aksesori. Ia baru akan bekerja bila inspirasi datang. Maklum, Djudjuh lebih berkonsentrasi membuat karya seni. Sebagian besar produknya kini lebih banyak dijual di gedung Dewan Kerajinan Nasional Bandung.

Ia juga lebih banyak mengerjakan pesanan dari seorang importir asal Jepang yang memintanya membuat kashira, yaitu bagian belakang sarung untuk menaruh pedang jepang.

Impor ini sudah lama menjadi pelanggannya, yakni saat anak Djudjuh masih TK. "Sekarang anak saya sudah lulus kuliah," ujarnya.

Dengan harga jual Rp 20.000, pesanan biasanya 150 hingga 300 buah per bulan. "Ia berani membayar lebih tinggi ketimbang yang lain," ujarnya. Cuma, imbuh Djudjuh, pelanggannya ini selalu menuntut standar tinggi atas pesanan yang diambil darinya. "Sedikit saja ada cacatnya, dia pasti menolak," ujarnya.


(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×