Reporter: Wahyu Tri Rahmawati | Editor: Tri Adi
Kecintaan Sebastianus Reza terhadap dunia fesyen, terutama sepatu, membawanya ke dunia bisnis industri alas kaki. Bermodalkan kemampuan mendesain model sepatu, dia mendirikan dua toko sepatu bernama Seba Shoes di Jakarta dan Bandung. Perjalanan panjang harus dilaluinya sebelum sepatu bermerek namanya itu diakui pasar.
Sebastianus Reza mengawali usahanya dari kesulitannya mencari sepatu dengan model yang bagus di dalam negeri. Kondisi ini mendorongnya untuk mendesain sepatu sendiri. Di awal tahun 2004-2005, dia memulai eksperimen desain sepatu dan menyerahkan pembuatannya ke tukang sepatu.
Ada perasaan bangga ketika memakai sepatu hasil desainnya. Kebanggaan itu kian besar karena desain sepatunya banyak disukai, sehingga beberapa orang memesan sepatu kepadanya. "Pertama kali pesanan dari teman-teman dan lama-lama menyebar," kata Sebastian.
Inilah awal Sebastian mulai terjun ke bisnis sepatu. Pada awal merintis usaha itu, dia banyak bertemu dengan calon pembeli untuk mendiskusikan desain dan segala macam pemesanan. Rute Bandung-Jakarta untuk menemui kliennya, bukan rute asing lagi buatnya.
Setelah usahanya mulai mapan, dia membuka satu gerai sepatu dengan merek dagang Seba Shoes di Jalan Ciumbuleuit, Bandung. "Setelah ada toko, klien yang mendatangi saya," katanya.
Usaha tersebut terus berkembang. Saat ini, dia mempekerjakan sekitar 50 karyawan. Dari jumlah tersebut, sebanyak 40 orang adalah perajin sepatu.
Menurutnya, membangun bisnis sepatu cukup sulit. Kesulitan terbesarnya adalah memperoleh sumber daya manusia yang mumpun. Karena tidak semua orang bisa mengerjakan sepatu.
Tak hanya membutuhkan kemampuan teknis, selera fesyen yang bagus juga sangat perlu. "Kalau teknisnya jago tapi style-nya jelek tidak bisa. Jadi harus klop," tandas Sebastian.
Statusnya sebagai bos Seba Shoes tak membuatnya berhenti belajar. Bersama karyawannya, Sebastian banyak mendiskusikan desain sepatu. Bahkan, karena kecintaan terhadap sepatu itu telah menginspirasikannya untuk menyusun tugas akhir di Jurusan Desain Produk Institut Teknologi Bandung, dengan mengambil tema sepatu.
Tak hanya itu, pada tahun 2007 ia mulai merambah sepatu untuk anak-anak dengan kelainan tulang. "Sepatu terapi itu jelek-jelek. Saya buat yang fesyen dan bergaya, jadi tidak ada bedanya dengan sepatu anak lain," katanya.
Dengan desain baru itu, Sebastian juga memperluas segmen pasar. Selama ini dia lebih fokus pada segmen menengah atas dan anak-anak muda. Padahal, dalam perkembangannya, banyak juga orang tua yang membeli sepatu buatannya untuk anak-anaknya.
Sebastian berani membandingkan sepatunya dengan produk luar negeri, yang harganya jauh lebih mahal tapi bahan baku sama. "Inspirasi saya tetap dari tren di luar negeri," ungkap dia. Karena itulah, sepatu buatannya memiliki kesan berbeda dengan sepatu yang ada di pasar nasional.
Harga sepatu tersebut antara Rp 450.000-Rp 850.000 per pasang. Menurutnya, saat ini yang paling banyak dicari konsumen adalah sepatu di kisaran harga Rp 550.000 per pasang. Hitungan kotornya, sebulan Seba Shoes bisa mencapai omzet hingga
Rp 275 juta.
Demi menjaga agar konsumen tetap loyal, Sebastian melakukan pendekatan yang agak berbeda. "Kami ajak ngobrol dan curhat, jadi tidak sekadar beli dan setelah itu tidak kenal lagi," imbuhnya.
Booming sepatu lokal, diakuinya membawa berkah namun juga kesulitan tersendiri. Kondisi itu membuat pasarnya semakin luas dan penjualan meningkat hingga 500 pasang sepatu per bulan.
Di sisi lain, sepatu produksi lokal ini juga membuat banyak orang berusaha di bidang yang sama. Termasuk meniru desain Seba Shoes. Namun, ia tak gentar. Ia beralasan pembuat sepatu kelas dunia, seperti Nike dan Adidas, saja banyak sekali yang membuat tiruannya. Yang penting, kualitas harus tetap dijaga. "Saya percaya rezeki di tangan Tuhan," tandas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News