kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sepekan Peluang Usaha: Dari kue sampai bantal


Sabtu, 21 Februari 2015 / 10:15 WIB
Sepekan Peluang Usaha: Dari kue sampai bantal
ILUSTRASI. Ini Sinopsis dan jadwal tayang Drakor Romantis A Time Called You di Netflix yang dibintangi oleh Jeon Yeo Been dan Ahn Hyo Seop.


Reporter: Tri Adi | Editor: Tri Adi

Gong xi fa cai. Selamat datang di tahun Kambing Kayu bagi yang merayakan.  Di libur akhir pekan dan masih dalam suasana Imlek yuk kita nikmati hidangan yang tersedia. Tentu saja sambil makan kita bisa cerita-cerita sedikit. Mari.

Eh, ada kue keranjang. Silakan dicicip. Kenapa disebut kue keranjang? Karena dikemas dalam keranjang. Kalau dalam kardus, ya, kue kardus, he he he… Sudah ya jangan becanda. Kue keranjang sebenarnya sejenis dodol, makanya ada yang menyebutnya juga  dodol cina.

Kue keranjang awalnya adalah sogokan terhadap Dewa Dapur agar membawa laporan yang menyenangkan kepada raja Surga. Bentuk si kue yang bulat bermakna agar keluarga yang merayakan Imlek dapat terus menghadapi tahun yang akan datang.

Ngomong-ngomong, kue keranjang yang kita nikmati adalah kue keranjang Ny. Lauw. Itu lo toko dan pembuat kue keranjang di Kampung Sinargalih, Neglasari, Tangerang.  Menjelang Imlek pesanan yang datang sangat banyak, kata Reni, pemilik toko Ny. Lauw. Konsumen yang ingin membeli kue keranjang harus memesan dua bulan sebelum pengambilan barang. Imlek memang membuat Reni sumringah. Pasalnya, ada peningkatan omzet yang siginifikan. Omzet Imlek tahun ini diperkirakan Rp 50 juta.

Imlek tidak hanya membawa berkah bagi pembuat kue keranjang, tapi juga bagi pembuat lampion. Tanya saja Agus Neo, eh, dia malah senyum. Pasti ada sesuatu yang menyenangkan. Iyalah, omzet lampionnya pada Imlek ini mencapai Rp 400 juta.    Omzet sebesar itu meningkat sekitar tiga kali lipat dari biasanya.

Tapi, kenapa lampion warnanya merah ya? Waduh, tanya melulu. No, problem, jawabannya sudah ada. Sebelum mendengar jawabannya, kita sikat dulu sosis dan pizza yang terhidang. Hap, kita ambil dulu sosisnya yang bermerek Sosis Gemeess. Usaha ini didirikan Delfia Fontana di Cinere, Jakarta Selatan, Agustus 2014. Bagaimana sudah merasakan si sosis? Enak dan merasa menguntungkan untuk berinvestasi. Delfia menyodorkan paket kemitraan dalam  paket A senilai Rp 4,4 juta dan paket B seharga Rp 3,4 juta.  Dalam kemitraan ini mitra bisa cepat balik modal karena kerjasama ini tidak memungut franchise fee dan royalty fee.  Menurut Delfia mitra bias balik modal dalam waktu dua bulan. Tertarik?

Sekarang kita gasak pizza yang diberi merek Dezzo Pizza. Adalah Arif Sundoro yang membesut usaha ini pada  2010 di Sleman, Yogyakarta.  Pada  2013 mantan koki kapal pesiar ini mulai membuka kemitraan. Berminat pada usaha ini Dezzo Pizza menawarkan kemitraan dengan dua model. Pertama, paket investasi seharga Rp 9 juta. Kedua, model booth dengan investasi Rp 12 juta. Dalam sehari, Dezzo Pizza diprediksi dapat mengantongi omzet sekitar Rp 500.000 atau sekitar Rp 15 juta per bulan.

Nah, sekarang katanya mau cerita kenapa lampion warnanya merah.  Oke, ceritanya begini. Konon, setiap malam Imlek selalu keluar mahkluk yang bernama Nian. Makhluk ini amat jahat, dia akan memangsa semua yang ada di rumah, termasuk jerih payah kita selama setahun. Tapi, berkat lampion yang menyala dan berwarna merah, si Nian tidak berani masuk ke rumah. Soalnya, dia takut dengan warna merah dari lampion. Selain takut dengan lampion, Nian juga takut sama  barongsai. Kok bisa?

Sudah, sudah, kita temui dulu Ria Sarwono  dan Carline Darjanto. Mereka berdua  mulai usaha Cotton Ink dengan modal kecil, cuma Rp 1 juta. Waktu itu, duit sebanyak itu digunakan untuk mencetak beberapa ratus kaus Barack Obama. Tahun ini rencananya Cotton Ink akan menambah pegawai menjadi 44 orang, dari sebelumnya hanya sekitar 30 orang. Asal tahu saja, saat ini kontribusi penjualan dari online sekitar 70% dari total transaksi dan  offline hanya 30%. Saban hari toko online mereka dikunjungi  140.000 pengunjung.

Lain lagi dengan Andika Surachman, pemilik First Travel. Awalnya ia hanya seorang pramuniaga di sebuah minimarket. Namun kini pria yang baru berusia 29 tahun itu, sukses menjadi pengusaha travel khusus umrah. Di 2014 kemarin, ia berhasil mengantongi omzet US$ 20 juta dengan memberangkatkan 14.700 orang ke “tanah suci”. Di 2015 ini, sudah ada 35.000 orang yang akan melakukan umrah menggunakan jasa perusahaannya.  Semoga usahanya berkah karena membantu orang beribadah.


Dari papergoods sampai bantal

Saat Imlek begini, banyak kartu ucapan beramplop  dan angpau berserakan. Jadi ingat Leony Zefanya, pemilik usaha papergoods lewat situs usaha petitprint.net di Jakarta. Biasanya  Leony memproduksi kartu undangan atau barang-barang yang berbentuk unik. Gaya desain Petitprint lebih mengusung tema feminin dengan pemilihan warna serta permainan tipografi yang apik.  
 
Adapun produk undangan buatan Leony biasannya dibanderol mulai dari Rp 25.000 per unit. Biasanya pelanggan memesan sekitar 500 unit undangan. Leony membatasi hanya melayani tiga sampai lima klien per bulan agar tetap bisa menjaga kualitas produk buatannya. Musim-musim nikah sekitar bulan Juni dan Juli serta September dan November menjadi waktu Leony kebanjiran pesanan. Dari sini Leony bisa meraup omzet sekitar Rp 62,5 juta per bulan.

Merayakan Imlek kemarin pasti lebih gaya kalau memakai perhiasan dari intan. Nah, bicara soal intan, jadi ingat bahwa di Kalimantan Selatan ada satu wilayah yang tersohor sebagai salah satu pusat pendulangan batu mulia. Tepatnya  di Kecamatan Cempaka, Banjarbaru.  Wilayah ini sudah begitu tersohor sebagai salah satu pusat pendulangan batu mulia. Konon, aktivitas eksploitasi intan di daerah ini sudah ada sejak zaman kolonial.

Dulu di tahun 1965 Kampung Cempaka gempar. Pasalnya, ditemukan intan seberat 166,75 karat di Sungai Tiung. Intan ini kemudian diberi nama Trisakti oleh presiden pertama RI, Soekarno. Namun kini, ukuran batu mulia yang masih bisa diteDulumukan umumnya hanya berukuran kecil, sebesar biji jagung dengan warna merah muda. Paling-paling si penambang cuma bisa mengantongi Rp 700 juta.

Katanya mau cerita soal barongsai? Iya nanti, kita masih mau mencicip makanan organik di Burgreens yang didirikan Helga Angelina dan Max Madias. Menurut mereka, bahan organik yang diolah harus berasal dari kebun yang ada di sekitar lokasi pengolahan. “Jadi, bahan baku yang diimpor sebenarnya tak bisa dikatakan organik lagi, walau dari metode pertaniannya tidak dengan bahan kimia,” jelas Max

Max menggunakan gandum untuk bahan pembuatan roti burger. Sementara itu, untuk patty yang biasanya dari daging, Max ubah menjadi sayuran organik, seperti bayam, jamur, dan kacang-kacangan.

Max menegaskan, Burgreens memang punya tujuan untuk membuat makanan sehat yang enak. Jadi,  untuk menikmati menu ini, konsumen membayar harga di kisaran Rp 22.000 hingga Rp 80.000 per porsi.

Ngomong-ngomong soal makanan, eh, ada yang membudidayakan salah satu bumbu makanan yaitu kapulaga  (Elletria cardamomun).  Adalah Agus Riyanto asal Kulon Progo, Yogyakarta salah satu penanam kapulaga sejak 10 tahun lalu. Agus menanam kapulaga di lahan seluas 1.000 meter persegi (m²). Awalnya bibit kapulaga ia peroleh dari Cianjur, Jawa Barat.

Satu rumpun tanaman kapulaga menghasilkan 50 batang yang bijinya siap diambil. Sekali panen, Agus bisa memetik 200 kilogram (kg) buah kapulaga secara bertahap. Kapulaga hanya laku jika kering. Karena itu, buah yang baru dipanen tidak bisa dijual langsung, sehingga harus dijemur sampai kering. Dari 200 kg buah basah itu, bila sudah kering susut menjadi 70 kg. Di wilayah Yogyakarta, harga kapulaga di kisaran antara Rp 40.000-Rp 45.000 per kg. Dengan harga itu, sekali panen Agus bisa mendapatkan omzet hingga Rp 5 juta.

Ayo, cerita soal barongsai? Oke, tapi enaknya sambil tiduran. Sekarang  kita gelar tikar dan kita ambil bantal guling. Eh, tikarnya bermerek Tikar Tenun Almira. Tikar yang diproduksi oleh Heryadi, seorang korban PHK. Tapi, PHK malah menjadikannya pengusaha tikar tenun. Heryadi merintis usaha dengan modal kurang dari Rp 100 juta bersama dengan seorang kawannya.  Harga satu tikar ukuran 2 m x 3 m dibanderol Rp 95.000. Dengan  kapasitas produksi sebulan mencapai  250-300 tikar, dengan omzetnya mencapai Rp 30 juta per bulan.

Adapun bantal dan guling yang kita pakai ini adalah bikinan Aziz Setyo Budi yang sudah memproduksinya sejak 2008 di Bekasi, Jawa Barat.  Saban hari, Aziz dibantu tujuh orang karyawan membuat 500 potong bantal dan guling. Dari usaha pembuatan bantal, Aziz bisa mengantongi omzet di atas Rp 100 juta. Laba bersihnya cukup menggiurkan karena bisa mencapai 20%.

Oke, sekarang kita cerita soal barongsai. Barongsai dimainkan oleh anak-anak muda untuk mengusir Nian. Barongsai juga biasanya dominan oleh warna merah. Bukan cuma barongsai, bunyi tambur yang dipukul sekeras-kerasnya dalam pertunjukan barongsai juga menakutkan untuk Nian. Karena si Nian nan ganas ini takut oleh suara keras tambur, dibuatlah petasan. Bunyi petasan yang keras membuat  Nian panik dan takut. Ujung-ujungnya si Nian ngacir meninggalkan kampung. Selamatlah kita semua.

Gong xi fa cai. Semoga keberuntungan selalu menyertai kita di tahun Kambing Kayu ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×