kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Suhandi Wijaya, lulusan Amerika memilih berbisnis sablon (1)


Kamis, 14 Juli 2011 / 12:25 WIB
Suhandi Wijaya, lulusan Amerika memilih berbisnis sablon (1)
ILUSTRASI. Pemilihan Presiden AS akan dilakukan pada 3 November 2020. Jelang pilpres, salah satu kandidat Donald Trump terinfeksi corona.


Reporter: Handoyo | Editor: Tri Adi

Suhandi Wijaya saat ini boleh bangga dengan kesuksesannya berbisnis sablon dengan omzet lebih dari Rp 100 juta per bulan. Untuk mencapai itu, pendiri Bluerayshop ini harus memulainya dari bawah. Walau mengenyam pendidikan luar negeri, sudah menjadi pilihan hidup Suhandi untuk menjadi wirausaha sejati.

Keinginan bebas, tidak terikat waktu dengan bekerja pada orang lain, menjadi alasan Suhandi Wijaya memilih berwirausaha ketimbang menjadi karyawan di sebuah perusahaan. Bagi pria berumur 32 tahun ini, waktu adalah bagian terpenting dalam hidup.

Ia ingin bisa melakukan apa saja saat keinginan datang. Bekerja dengan orang lain hanya membuat waktu Suhandi terikat. "Kalau sudah terikat, saya tak akan pernah tahu kapan dan sampai umur berapa saya punya waktu sendiri dan bisa bebas," ujarnya.

Oh, iya, Suhandi adalah pendiri Bluerayshop. Ini adalah perusahaan yang bergerak di bidang usaha sablon digital. Dari usaha ini, Suhandi meraih omzet lebih dari Rp 100 juta per bulan. Sebelum menjajal bisnis sablon, Suhandi mengaku sudah mencoba berbagai bisnis. Salah satunya adalah berbisnis usaha alat tulis kantor atau ATK.

Terlahir dari keluarga wirausaha, sulung dari tiga bersaudara ini menghabiskan masa kecilnya di Jakarta. Sebelum sempat menyelesaikan sekolah menengah atas (SMA) di Ibukota, Suhandi memilih hijrah ke Negeri Paman Sam. Di sana dia mengenyam pendidikan hingga perguruan tinggi. "Tujuan saya belajar di luar negeri hanya ingin mencari pendidikan yang lebih baik," kata Suhandi.

Setelah menyelesaikan kuliah selama lima tahun, Suhandi kembali ke Indonesia tahun 2001. Saat kembali, dia langsung mencari peluang bisnis yang bisa ia garap. "Barangkali, saya memang punya jiwa entrepreneur sejak kecil," tuturnya.

Pertama kali melangkah di dunia bisnis, Suhandi memilih berbisnis penyediaan alat tulis kantor. Pengalamannya sebagai tenaga penjual atau sales pisau dan tukang cuci piring di restoran di AS membuatnya tangguh menghadapi pasang surut bisnis ATK. Apalagi, modal usahanya terbilang sedikit.

Saat memulai usaha, Suhandi hanya punya uang Rp 10 juta. Keterbatasan modal ini juga yang membuat Suhandi menerapkan konsep cash on delivery (COD) untuk setiap barang yang dia jual. Di awal usaha, dia bahkan harus menanggung biaya awal pembelian karena konsumennya baru sedikit.

Inilah yang membuat keuntungan yang didapatkan dari bisnis ATK minim. Namun, Suhandi tetap menjalaninya demi mengasah jiwa bisnis sekaligus membangun jaringan usaha. Toh, dari usaha ATK ini, Suhandi memetik banyak pengalaman manis sekaligus pahit.

Salah satunya ketika harus mengalami kecelakaan sepeda motor saat mengantar pesanan sebuah pulpen kepada konsumennya. "Ketimbang biaya perbaikan sepeda motor dan biaya rumah sakit, harga pulpen itu tak sebanding, lo," ujarnya dengan tawa renyah. Maklum, kecelakaan itu membuat sepeda motornya hancur saat dikeluarkan dari kolong sebuah bus.

Meski begitu, kecelakaan itu tidak membuatnya patah arah. Ia tak menyesal karena baginya pesanan konsumen harus tepat waktu. Apalagi, ia yakin dalam bisnis apa pun, layanan pada konsumen adalah nomor satu. "Salah pelayanan, konsumen secepat kilat berpindah," ujarnya berbagi tip. Usaha Suhandi mengalami titik balik saat dia mulai berkenalan dengan sistem infus printer atau CISS. Sistem yang populer pada 2002 itu diyakini bisa mengurangi biaya cetak, tanpa mengurangi kualitas hasil cetakannya.

Printer adalah salah satu dagangan Suhandi. Saat itu, kebanyakan printer masih menggunakan tinta isi ulang atau refill. Dari situ, muncul ide Suhandi untuk mempopulerkan sistem infus. Ia pun lantas memulai bisnis sablon dengan mendirikan Bluerayshop. "Modal berbisnis sablon diambil dari bisnis ATK," ujarnya.

Suhandi mantap dengan pilihannya menjadi entrepreneur, meski memiliki kesempatan besar untuk bekerja di perusahaan-perusahaan asing atau besar. "Pilihan saya adalah menjadi wirausaha," ujarnya.

Meski tidak bisa langsung menikmati kesuksesan berbisnis, ia yakin berbagai pengalaman dalam menjalankan bisnis akan banyak memberikan ilmu, termasuk kegagalan dalam berbisnis. Suhandi tidak takut dengan kegagalan dalam berbisnis. Toh, kegagalan adalah pelajaran berharga bagi yang ingin maju.

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×