kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,73   11,38   1.24%
  • EMAS1.310.000 -1,13%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sukandar memimpin pabrik dengan modal pengalaman sebagai Ketua RW (2)


Kamis, 20 Januari 2011 / 11:08 WIB
Sukandar memimpin pabrik dengan modal pengalaman sebagai Ketua RW (2)


Reporter: Gloria Natalia | Editor: Tri Adi

Sukandar Katrijoko hanya mengandalkan sedikit pengalaman memimpin sebagai Ketua Rukun Warga alias RW ketika mengelola Mandiri Bakery. Dia juga tidak takut bersaing dengan pabrik roti besar yang jumlahnya mencapai puluhan. Sebab, ia yakin roti buatannya akan laku karena orang Jakarta masih membutuhkan roti murah.

Mandiri Bakery berdiri pada Maret 2002. Saat itu, Sukandar Katrijoko menghitung ada sekitar 60 pabrik roti yang bercokol di Jakarta Selatan dan Jakarta Barat. Pabrik-pabrik itu tak hanya memproduksi roti murah seharga seribuan rupiah, tapi juga yang mahal dengan pelbagai varian rasa dan kemasan menarik.

Sempat terlintas dalam benak Sukandar, adakah orang yang mau makan roti buatannya di tengah banyaknya merek roti ternama. "Tapi, setelah pertama kali memasarkan roti ke warung-warung, ternyata habis dalam dua hari," ujarnya.

Sukandar pun makin mantap memproduksi roti harga seribuan rupiah dengan kemasan sederhana. Sebab, menurutnya, orang Jakarta masih butuh roti murah sebagai camilan atau pengganjal perut yang mudah dibawa ke mana-mana.

Harga roti yang murah, hanya Rp 1.000 saja menjadi kekuatan produknya. Segmen pasar roti buatannya, tentu saja masyarakat kelas menengah bawah.

Sukandar lalu ditunjuk menjadi Direktur Operasional Mandiri Bakery. Ia dipilih di antara keempat teman yang juga berperan dalam pendirian pabrik karena memiliki pendidikan yang lebih tinggi. Keempat kawannya memilih menjadi pemegang saham sehingga segala urusan teknis usaha diserahkan ke Sukandar.

Selain masalah teknis, Sukandar juga mengurus administrasi, seperti surat pembentukan PT dan perpajakan. "Waktu pemerintah belum menggalakkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), saya sudah mencantumkan NPWP di kemasan roti. Itu saya lakukan sampai sekarang," katanya.

Setelah masalah administrasi selesai, Sukandar mulai merekrut tenaga kerja dari warga yang bermukim di sekitar pabrik. Kala itu, dengan delapan pegawai, Mandiri Bakery bisa menghasilkan 4.300 roti per hari.

Pada Agustus 2006, Sukandar mengajukan pensiun dini dari pekerjaannya di PT Pupuk Sriwijaya. Walaupun sempat dicegah atasannya, niat untuk terjun total ke Mandiri Bakery tak terbendung. Ia tak mau melewatkan kesempatan untuk utuh mengelola Mandiri Bakery. "Dulu terbatas, hanya punya waktu saat pulang kantor," ujarnya.

Meski minim pengalaman memimpin sebuah perusahaan, Sukandar tetap maju. Bermodalkan pengalaman menjadi ketua kelas saat duduk di sekolah dasar (SD) dan ketua ruku warga (RW) di daerah Petukangan Utara, ia memimpin Mandiri Bakery. Ia harus bisa mengatur semuanya termasuk bertambahnya jumlah tenaga kerja seiring dengan perkembangan perusahaan.

Dari 70 pegawai yang ada sekarang ini, sebagian besar kurang berpendidikan. Banyak dari pekerjanya berasal dari kampung-kampung di Pulau Jawa. Jadi, "Saya harus mendidik mereka dari tingkah laku sampai cara membuat roti yang benar," ungkap Sukandar.

Salah satu kisah yang diingatnya soal pekerjanya adalah, ketika ada anak berusia di bawah 18 tahun dan tidak tamat SD melamar sebagai pegawai. Anak itu diterima sebagai pegawai dan Sukandar harus mengajari cara mengoles permukaan roti dengan mentega.

Setelah bekerja, anak ini diketahui sering membuat roti untuk dimakan sendiri. "Dia pakai selai cokelat banyak sekali. Dia panggang sendiri dan makan sendiri. Setiap hari begitu," cerita Sukandar. Namun oleh Sukandar, kebiasaan itu dibiarkan karena dia yakin suatu saat anak ini pasti akan bosan makan roti.

Suatu hari Sukandar menemukan sepotong roti yang belum habis di makan di tong sampah pabrik. Sukandar yakin pelakunya anak pemakan roti itu, dan ia memanggilnya. "Dia mengaku yang membuangnya karena sudah bosan," katanya.

Untuk memberikan pelajaran, akhirnya Sukandar memberikan dua pilihan, yaitu menghabiskan roti yang dibuang atau keluar dari pabrik. Si anak memilih menghabiskan roti sisanya yang tentu saja sudah bercampur bau sampah.

Sejak hari itu sampai sekarang, si anak tidak lagi makan roti. "Itu pelajaran berharga baginya agar menghargai roti. Walau murah, dia tetap roti, yang bisa mengenyangkan perut yang lapar," kata Sukandar.

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×