Reporter: Rani Nossar | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Hampir setiap daerah di Indonesia memiliki batik dengan ciri khasnya masing-masing. Tak terkecuali daerah Papua yang merupakan provinsi paling timur di Indonesia.
Beda dengan batik dari daerah lain, batik Papua banyak didominasi motif-motif burung cendrawasih dan rumah hanoi. Tidak ketinggalan juga motif dengan gambar alat musik khas Papua, Tifa dan binatang seperti kadal dan buaya.
Salah satu pengusaha batik yang turut mempopulerkan batik Papua ini adalah Hananto Tedjobaskoro, pria asal Pekalongan, Jawa Tengah. Ia sudah melirik peluang bisnis batik Papua sejak tahun 1993.
Meski bukan asli orang Papua, Hananto melihat peluangnya sangat besar karena pemainnya masih sedikit. Selama mengibarkan batik Papua, Hananto banyak membidik konsumen kelas menengah atas dan pasar mancanegara. "Di pasar luar negeri banyak yang mencari," katanya di sela-sela pameran Inacraft 2015 di Jakarta, Rabu (8/4).
Menurut Hananto, sejak akhir tahun lalu sampai sekarang, Batik Papua semakin dikenal dan banyak dicari. Kebanyakan konsumen mencari batik ini untuk menambah koleksi kain tradisional khas Indonesia.
Hananto memiliki dua toko di Jayapura dengan nama Citra Batik Jayapura. Meski kedua tokonya ada di Jayapura, namun semua produksinya dikerjakan di Pekalongan, Jawa Tengah.
Ia tidak memproduksi di Papua karena biaya operasionalnya tinggi. Sebelumnya ia pernah tiga tahun menjalankan produksi di Jayapura. "Sampai tahun 1997, saya pindahkan ke Pekalongan," kata Hananto.
Hananto fokus memproduksi batik tulis dan batik cap. Selain dalam bentuk lembaran kain, ia juga memproduksi batik menjadi pakaian jadi, seperti kemeja, dress, rok, dan kain pantai.
Untuk urusan desain dan motif, Hananto sendiri yang mengerjakan karena ia sudah lama tinggal di Papua. Adapaun pilihan bahan kainnya bervariasi, mulai dari kain katun, semi sutra sampai sutra full.
Kapasitas produksi per bulan biasanya 500 pieces pakaian jadi dan lebih dari 10 kain batik tulis ukuran dua meter. Harganya dibanderol mulai Rp 250.000–Rp 2 juta per helain. Dalam sebulan, Hananto bisa meraup omzet hingga Rp 300 juta.
Pemain lainnya adalah Merry Yani di Sorong, Papua Barat. Ia sudah memproduksi batik Papua sejak tahun 2009 dengan mengusung brand Aneka Papua. Merry fokus memasarkan produk batiknya ke wilayah Indonesia bagian timur, seperti Makassar dan Ambon.
Sama halnya dengan Hananto, Merry juga mengaku penjualan meningkat. "Sekarang banyak pembeli yang memesan dalam jumlah besar buat dijual lagi di Jakarta dan Bandung," katanya. Ia sendiri melakukan produksi di Jayapura.
Dalam sebulan, ia bisa meraup omzet lebih dari Rp 200 juta, dengan rata-rata penjualan per hari mencapai Rp 5 juta–Rp 7 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News