kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.914   16,00   0,10%
  • IDX 7.199   58,54   0,82%
  • KOMPAS100 1.106   11,37   1,04%
  • LQ45 878   11,64   1,34%
  • ISSI 221   1,06   0,48%
  • IDX30 449   6,23   1,41%
  • IDXHIDIV20 540   5,82   1,09%
  • IDX80 127   1,42   1,13%
  • IDXV30 134   0,44   0,33%
  • IDXQ30 149   1,71   1,16%

Sulap lahan tambang jadi sumber penghasilan warga


Kamis, 20 Maret 2014 / 15:07 WIB
Sulap lahan tambang jadi sumber penghasilan warga
ILUSTRASI. Karyawan melintas di depan layar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), di Bursa Efek Indonesia, Jakarta. IHSG melemah 35,72 poin atau 0,50% ke level 7.056,04 pada Jumat (28/10).


Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Havid Vebri

Tak banyak orang yang mau memulihkan lahan bekas tambang pasir menjadi tempat untuk membudidayakan buah-buahan. Namun tidak bagi Muhammad  Gunung Soetopo. Di desa  Dukuh Kertodadi, Pakem Binangun, Sleman, Jogjakarta, Gunung telah merintis usahanya sejak 2006 lewat bendera Sabila Farm.

Saat itu, Pakde Gun, panggilan akrab Gunung, menyewa lahan seluas 8,2 hektare (ha). Lahan tersebut dalam kondisi rusak dan banyak galian bekas tambang. Lahan bekas tambang itu lalu pelan-pelan dia olah  lagi agar bisa ditanami buah-buahan.

Semua kerja kerasnya itu tidak sia-sia. Lahan yang semula rusak kini sudah ditanami buah-buahan. Lebih dari 6,5 ha lahan ditanami buah naga. Sisanya ditanami buah lain, seperti pepaya, srikaya, sirsak, delima, pisang, durian dan sayuran.

Ia mengklaim, buah hasil pertaniannya banyak diminati. "Buah-buahan yang saya hasilkan kondisinya jauh lebih segar ketimbang impor," klaimnya.
Itu sebabnya, Pakde Gun mematok harga tinggi untuk produk buahnya. Buah naga, misalnya, dibanderol mulai harga Rp 30.000 per kilogram (kg) - Rp 40.000 per kg.

Omzetnya dalam sebulan mencapai puluhan juta per bulan. Sebagai pebisnis, Pakde Gun tidak hanya memikirkan keuntungan. Ia ingin, bisnis yang dikelolanya memberikan dampak sosial bagi lingkungannya.

Itu sebabnya, sebagian besar karyawannya merupakan orang kampung di sekitar lokasi usahanya. Total warga yang kini bekerja padanya mencapai 35 orang.

Para warga kampung itu terlibat mulai dari penanaman, pemeliharaan, panen sampai pemasaran Mereka pun selalu diberi pelatihan dan penyuluhan seputar usaha hortikultura.

Kebetulan Pakde Gun pernah bekerja sebagai penasihat perusahaan benih hortikultura. "Saya alumni Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor," ujarnya.

Bekal ilmu dan pengalaman di bidang hortikultura itu dia tularkan ke para karyawan. Kadang, Pakde Gun memberi pelatihan membuat media tanam. "Hasilnya cukup untuk menghidupi keluarga," katanya.

Menurutnya, mayoritas warga yang bekerja di kebunnya adalah buruh tani. Sebagai buruh, pendapatan mereka sangat kecil. Mereka juga tak pernah tahu cara memasarkan produk pertanian dengan baik.

Ini pula yang mendorong Pakde Gun untuk memberdayakan mereka. "Pendapatan mereka sekarang lumayan," jelas Pakde Gun. Sayang, ia tak mau merinci besaran gaji para karyawannya tersebut. Yang jelas, selain dalam bentuk materi, mereka juga banyak diajarkan seputar pertanian.

Selain melatih para karyawan, ia juga kerap diundang ke kampus-kampus guna menjadi pembicara di seputar hortikultura.      

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×