Reporter: Revi Yohana | Editor: Havid Vebri
Sunarto mulai merintis usaha di tahun 2002 ketika usianya sudah menginjak 40 tahun. Saat itu, ia baru saja keluar dari pekerjaannya sebagai staf produksi di perusahaan camilan bernama Gita Snack. Kendati usianya sudah memasuki kepala empat, ia tidak ragu untuk merintis sebuah bisnis baru.
Keputusannya ini memang cukup berisiko. Terlebih, saat itu ia sudah melepas pekerjaannya di tempat lama. "Tapi tekad saya sudah bulat untuk terjun ke dunia bisnis demi menghidupi keluarga," katanya.
Sebagai mantan staf produksi di Gita Snack, pilihan bisnisnya saat itu tidak jauh-jauh dari makanan. Pilihannya jatuh pada camilan khas daerah Banyumas bernama nopia.
Di tahun pertama menekuni usaha ini, Sunarto baru mampu memproduksi 80 kilogram (kg) nopia per minggu. Produksinya masih kecil karena ia kesulitan modal untuk memproduksi dalam jumlah besar.
Selain itu, pemasarannya juga masih belum terlalu kuat. Untungnya, Sunarto masih menjalin hubungan baik dengan mantan bosnya dulu di Gita Snack. Pada tahun 2003, mantan bosnya itu menawari pinjaman sebesar Rp 5 juta. "Sejak itu, produksi saya naik menjadi 250 kg per minggu, hingga sekarang menjadi 1 ton per hari," jelas Sunarto.
Semenjak produksinya terus meningkat, Sunarto tak berhenti berinovasi untuk mengembangkan nopia. Selain gula merah, ia juga membuat nopia rasa cokelat, vanilla, stroberi, pandan, dan durian.
Bahkan, ia juga meladeni pesanan nopia rasa khusus yang diinginkan konsumen.Selain produk, Sunarto juga terus berusaha meningkatkan efisiensi produksi.
Misalnya, dengan mengganti sebagian pekerjaan karyawan dengan mesin. Pada tahun 2005, ia membuat mesin khusus untuk menghaluskan adonan menjadi lentur dan mudah dibentuk menjadi nopia.
Dengan adanya mesin, karyawannya bisa dialihkan untuk pekerjaan lain. Namun, efisiensi tak lantas membuat Sunarto menurunkan kualitas nopia.
Sebagai contoh, untuk memanggang nopia, ia tetap memakai tungku bakar. Sunarto pernah memakai oven otomatis, tapi ternyata hasilnya kurang maksimal.
Menurutnya, jika dengan tungku, bagian bawah nopia akan sedikit gosong. Sementara bagian atasnya matang karena udara panas dalam gentong. Hal ini yang tidak bisa digantikan oven. Tungku bakar ini terbuat dari tanah liat berbentuk gentong yang dilapisi pasir dan anyaman bambu agar panas tetap terjaga. Satu persatu adonan nopia ditempelkan pada dinding tungku tersebut.
Semua upaya yang dilakukannya ini akhirnya membuahkan hasil juga. Terbukti, permintaan nopia terus meningkat. Bahkan, sampai melampaui kapasitas produksinya.
Untuk meningkatkan produksi, akhirnya Sunarto membeli beberapa usaha kue milik temannya. "Ada tiga usaha kue yang saya beli," ujarnya.
Seluruh usaha kue itu dijadikan satu dan semuanya memproduksi nopia. Dengan menggabungkan seluruh perusahaan, kini total karyawannya mencapai 54 orang.
(Bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News