kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Tabrani memberdayakan perempuan Aceh melalui tulisan


Selasa, 13 Desember 2011 / 15:29 WIB
Tabrani memberdayakan perempuan Aceh melalui tulisan
ILUSTRASI. Manfaat jambu biji berguna untuk kesehatan tubuh Anda.


Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Tri Adi

Tabrani Yunis adalah pendiri LSM Center for Community Development and Education (CCDE). LSM ini memberdayakan perempuan Aceh agar mampu menjadi wirausaha dan bisa menulis. Hasilnya ribuan perempuan Aceh sudah menikmati dana bergulir yang kini berkembang mencapai Rp 1,5 miliar, termasuk berkembangnya majalah Potret.

Tabrani Yunis lahir pada 10 Oktober 1962 di Manggeng, Aceh Selatan (NAD). Lulusan Jurusan Bahasa Inggris Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala di Banda Aceh ini merupakan pendiri lembaga swadaya masyarakat (LSM) bernama Center for Community Development and Education (CCDE) atau Pusat Pengembangan Masyarakat dan Pendidikan Banda Aceh.

Berdiri 30 November 1993, CCDE mempunyai misi untuk meningkatkan pengetahuan dan peranan sosial perempuan Aceh. Sebab, menurut Tabrani, kehidupan perempuan di Aceh sangat mengenaskan. Selain mengalami kemiskinan finansial juga miskin intelektual.

Miskin finansial karena tidak memiliki akses dalam sektor ekonomi yang didominasi oleh kaum laki-laki. Miskin intelektual dan peranan sosial karena rendahnya posisi perempuan dalam sistem sosial yang mengusung budaya patrilineal.

Untuk mengubah perempuan Aceh itu, Tabrani menceritakan, ia membuat berbagai program pemberdayaan perempuan. Pada tahap awal, CCDE memberikan pelatihan dan pengembangan potensi melalui kegiatan keterampilan seperti menjahit, memasak, membuat kue, dan kerajinan tangan. "Kegiatan itu akan menambah keterampilan, pemasukan, dan lapangan kerja," katanya.

Namun, Tabrani mengaku tidak mempertahankan program tersebut dalam jangka waktu lama. Sebab, menurutnya, peranan perempuan harus meningkat tidak hanya di sektor domestik tapi juga sektor publik.

Untuk itu, guru bahasa Inggris sekolah menengah atas di Banda Aceh ini kemudian membuat program pelatihan kepemimpinan, kewirausahaan, manajemen usaha, produksi, keuangan, serta pemasaran. Untuk menstimulasi jiwa kewirausahaan itu, CCDE memberikan kredit bergulir sebesar Rp 50.000 per orang untuk 55 perempuan di Banda Aceh pada 1996. Totalnya, Tabrani menghitung, dana yang dibutuhkan cuma Rp 3 juta.

Pada 2011, kredit bergulir CCDE telah meningkat menjadi Rp 5 juta per orang dan telah dinikmati oleh 1.100 perempuan Aceh di 10 kabupaten. Total dana pinjaman telah meningkat menjadi Rp 1,5 miliar.

Setelah memberikan kredit bergulir dan pelatihan kewirausahaan, CCDE terus membuat program pembinaan lain untuk 45 kelompok perempuan yang tersebar di enam kabupaten NAD. Namun kegiatan ini terhenti pada 1998, saat Aceh dilanda konflik internal.

Pada 2001, Tabrani memberikan pelatihan menulis kepada 25 perempuan Aceh. Melalui pelatihan menulis, Tabrani ingin menggalakkan budaya menulis dan membaca di kalangan wanita Aceh. Selain itu, dia berkeinginan meningkatkan kesadaran kritis atas hak dan kewajiban kaum perempuan dalam masyarakat.

Sebab, menurut Tabrani, sangat jarang tulisan yang muncul di media massa Aceh berasal dari perempuan. "Saya melatih perempuan yang hidup di zona akar rumput yang hidup miskin untuk bisa menulis," katanya.

Selama tiga hari, perempuan-perempuan itu dilatih intensif yang disediakan oleh CCDE. Dalam pelatihan itu, peserta diperbolehkan menulis berbagai macam persoalan yang kerap dihadapi perempuan.

Untuk menyalurkan kreativitas menulis, pada 2002, Tabrani meluncurkan majalah bulanan Potret. Agar mereka semakin gemar menulis, Tabrani memberikan apresiasi sebesar Rp 25.000 per tulisan yang dimuat di Potret. Sayang, setelah berjalan selama dua tahun, Potret berhenti terbit karena disapu bencana tsunami yang mengoyak Aceh pada 26 Desember 2004.

Bencana tersebut tak hanya merenggut Potret, tapi juga istri dan kedua anak lelaki Tabrani. Tak larut dalam kesedihan berkepanjangan, Tabrani pada 2005 kembali meneruskan CCDE dengan menjadi pendamping LSM asing. "LSM asing tersebut membantu membangkitkan CCDE," katanya.

Akibat tsunami, berbagai dokumen dan tulisan Potret hilang. Bencana tsunami juga menewaskan 10 kelompok perempuan binaan Tabrani.

Setelah vakum selama dua tahun, Potret kembali terbit. Untuk mengisi tulisan, CCDE melatih kembali 200 perempuan di delapan kabupaten. Dari 200 perempuan yang mengikuti pelatihan menulis, berkembang menjadi 1.000 perempuan dari 21 kabupaten di Aceh.

Setelah 2006, Potret berkembang makin pesat. Dari 1.000 eksemplar pada 2006, melonjak jadi 5.000 eksemplar pada 2011 dengan harga Rp 15.000 per eksemplar. Jangkauan pemasaran juga mencapai Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, Bandung, Manado, serta Jakarta.

Dengan perkembangan itu, setiap tulisan yang masuk juga dihargai lebih tinggi, yakni Rp 100.000 per tulisan. "Tidak seperti media lain yang hanya menerima tulisan ketikan maupun komputer, kami menerima tulisan tangan," lanjut Tabrani.

Walaupun dijual Rp 15.000 per eksemplar, omzet Potret hanya Rp 15 juta per bulan. Sebab, para perempuan binaan CCDE bisa membeli dengan harga sukarela. Bagi Tabrani, yang paling penting perempuan Aceh memiliki budaya baca dan tulis yang tinggi.

Untuk membiayai program-programnya CCDE mendapat dana dari berbagai LSM asing, DeutchBank, dan juga Kedutaan Finlandia. Saat ini, Tabrani juga lagi sibuk menggerakkan donasi untuk 1.000 sepeda bagi anak yatim di Aceh.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×