kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.499.000   -40.000   -2,60%
  • USD/IDR 15.935   -60,00   -0,38%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Tas jahitan Manca terkenal sampai mancanegara


Kamis, 06 Desember 2012 / 14:23 WIB
Tas jahitan Manca terkenal sampai mancanegara
ILUSTRASI. Reksadana.


Reporter: Fransiska Firlana | Editor: Tri Adi

Nekat, mau belajar, dan mampu membangun jaringan menjadi kunci sukses Rahmansyah dalam memperkenalkan tas kamera merek Artrek. Produk ini termasyhur di kalangan fotografer profesional tanah air maupun mancanegara.

Sukses bisa datang dari kenekatan. Paling tidak, itulah yang dialami oleh Rahmansyah, produsen tas kamera bermerek Artrek. Meski awalnya tak bisa dan tidak pernah ikut kursus menjahit, dia mampu meraih sukses berbisnis tas kamera yang diproduksi sendiri.

Tas produksi Rahmansyah atau yang akrab disapa Manca ini tersohor di kalangan pecinta fotografi di Tanah Air. Bukan itu saja, fotografer dunia seperti John Stanmeyer yang merupakan salah satu pendiri VII Photo Agency dan James Nachtwey, seorang fotografer perang ternama, juga pernah mampir ke gerai produksi Manca di kawasan Manggarai, Jakarta Selatan.

Dengan dibantu belasan karyawan, Manca memproduksi lebih dari 1.200 tas kamera berbagai model setiap bulan. Tas buatannya disukai karena dengan kualitas yang tak kalah bagus ketimbang tas kamera merek terkenal buatan luar negeri, harga yang ditawarkan Manca lebih terjangkau. Ia membanderol harga jual tas Rp 50.000–Rp 350.000 per unit.

Manca bilang, apa yang dia raih saat ini memang buah dari kenekatan. “Saya tidak bisa menjahit. Tapi karena ada peluang di bisnis ini, mau tidak mau saya belajar menjahit sendiri,” terang lelaki kelahiran Jakarta, 8 Juli 1973 ini. Semangat Manca untuk belajar serta jaringan yang kuat membuat suami dari Dyah Sevie Rispiandini ini mampu cepat memperkenalkan tas kameranya di kalangan fotografer profesional.

Manca bercerita, semasa SMA, dia sudah aktif di kegiatan pecinta alam. Setelah lulus SMA, dia menjadi sukarelawan di Gunung Gede, Jawa Barat, dari tahun 1991 hingga 1996. Tahun 1994, ia sempat menyambi bekerja di toko alat berat. “Cuma bertahan satu setengah tahun. Kemudian, saya menjadi karyawan di perusahaan ekspor impor selama tiga bulan,” kata lelaki berkepala plontos ini.

Manca mengakui memang tidak betah bekerja ikut orang. “Ya, mungkin sudah terbiasa dengan kehidupan wiraswasta di keluarga, tidak bisa diatur orang,” terangnya. Asal tahu saja, orang tua Manca memiliki usaha perkayuan.

Berbekal semangat itu, Manca memilih usaha pembuatan dompet meski saat itu dia tidak bisa menjahit. Bermodal mesin jahit milik ibunya dan uang Rp 300.000 dari hasil menjual sepeda motor, ia memulai usahanya. Dompet yang diproduksi dikasih merek Artrek.

Bukan hanya dompet, Manca juga memproduksi tas outdoor. Lantaran banyak temannya di kalangan pecinta alam membutuhkan tas, ia juga membuatkannya. Ia menjual tas dan dompetnya secara door to door. “Yang beli awalnya teman sendiri,” katanya. Seiring dengan penambahan kapasitas produksi, ia pun merekrut karyawan hingga 20 orang.


Ditolak dan diremehkan

Di saat krisis moneter tahun 1997–1998, penjualan tas Manca justru meningkat. “Sebab, harga barang impor, termasuk tas impor, sangat tinggi. Nah, tas saya diminati karena kualitasnya tidak kalah bersaing dan harganya terjangkau,” tuturnya.

Tahun 2000, persaingan bisnis tas outdoor semakin ketat.  Manca memutar otak untuk menyelamatkan bisnisnya. Dia mencoba membuat tas kamera. “Tas kamera itu mahal karena rata-rata impor, saya tertarik untuk membuat tas berkualitas bagus dengan harga terjangkau,” katanya.

Mengingat jaringan pertemanannya dengan fotografer di Tanah Air cukup bagus, Manca pun memilih fokus memproduksi tas kamera pada tahun 2002. “Saya ingin membangun merek. Kalau mau tas kamera, ya, Artrek. Tas jenis lain saya layani tapi hanya berdasarkan pesanan,” jelasnya.

Meski sudah memiliki jaringan, Manca sempat kesulitan ketika memperkenalkan tas kameranya ke toko-toko. “Mungkin bagi pelanggan saya, Artrek sudah familiar, tapi bagi pemilik toko, merek saya belum terkenal,” katanya. Alhasil, ketika mencoba menawarkan produknya ke toko-toko aksesori, tas kamera buatan Manca lebih sering ditolak.

Namun, berkat kegigihannya, perlahan-lahan Artrek mulai dikenal dan Manca pun tak kesulitan memasok produk ke toko. “Itu berkat teman-teman fotografer yang menyebarkannya dari mulut ke mulut,” ujarnya.

Hal itu juga dipengaruhi oleh booming kamera digital yang ikut mengerek permintaan tas kamera. Artrek pun kebagian rezeki. Peminat tasnya bukan hanya dari kalangan profesional, melainkan juga pemula.

Selain memasok ke sejumlah toko aksesori, Manca juga memiliki mitra di sejumlah wilayah di Indonesia. Sedikitnya, dia memiliki 15 mitra yang selalu dipasok secara rutin. “Kalau untuk ekspor memang belum. Sebab, prosedurnya agak sulit. Saat ini, saya masih mempelajari dulu,” katanya.

Meski begitu, nama Artrek  perlahan mulai dikenal di kalangan pengguna tas kamera di dunia. Sebab, tidak sedikit pembeli dari Australia, Thailand, Filipina, dan Korea Selatan yang singgah ke gerai sekaligus tempat produksinya yang seluas 80 meter persegi itu.    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×