kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.534.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.645   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.695   -21,89   -0,28%
  • KOMPAS100 1.190   -4,72   -0,40%
  • LQ45 943   -3,92   -0,41%
  • ISSI 232   -0,82   -0,35%
  • IDX30 487   -1,75   -0,36%
  • IDXHIDIV20 582   -0,48   -0,08%
  • IDX80 135   -0,70   -0,51%
  • IDXV30 141   -1,10   -0,77%
  • IDXQ30 161   -0,50   -0,31%

Terkendala kelangkaan serat agel (3)


Senin, 16 Desember 2013 / 15:03 WIB
Terkendala kelangkaan serat agel (3)
ILUSTRASI. Manfaatkan Promo Traveloka 8.8 Hingga 8 Agt 2022, Diskon Quickride s.d 10%


Reporter: Marantina | Editor: Dupla Kartini

KULON PROGO. selama puluhan tahun, Desa Salamrejo, Kecamatan Sentolo populer sebagai pusat produksi kerajinan serat alam di Kulon Progo. Ratusan warga menjadi perajin dengan memanfaatkan aneka serat alam yang melimpah. Mereka menggunakan bahan baku berupa  serat agel, eceng gondok, daun pandan maupun mendong.

Namun, kondisi sekarang sudah berubah. Tidak semua bahan serat alam bisa didapat dengan mudah dari alam. Salah satu yang sulit didapat, yaitu serat agel. Pasalnya, jumlah pohon gebang yang merupakan penghasil serat agel kian menipis.

Padahal, mayoritas perajin di Sentolo menggunakan serat agel sebagai bahan baku pembuatan kerajinan. "Sekitar 50% perajin di sini menggunakan serat agel, sisanya menggunakan eceng gondok, pandan dan mendong,"  ungkap Joko, Santoso, salah seorang perajin di Sentolo, Yogyakarta.

Ia mengaku, dulu bisa mendapatkan suplai serat agel dari sekitar wilayah Kulon Progo. Namun, sejak lima tahun lalu, ia harus membelinya dari luar daerah, seperti Banyuwangi dan Pasuruan, Jawa Timur. "Di sini, pasokan agel sangat sedikit dan harganya pun sekarang semakin mahal," tutur pria yang sudah menjadi perajin serat sejak 1990-an ini.

Kata Joko, ada perbedaan antara serat agel yang diproduksi warga Kulon Progo dengan hasil produksi luar daerah. Serat agel asal Kulon Progo masih bersifat mentah. Jadi, perajin harus mengolah lagi bahan baku, sebelum dibuat menjadi produk kerajinan.

Sedangkan, serat agel produksi Banyuwangi dan Pasuruan sudah berbentuk  bahan baku jadi. Produsen serat agel sudah memisahkan daun agel dari bagian lidi, lalu serat dipilin menjadi tali tampar. Ini memudahkan perajin dalam menganyam.

Lantaran suplai semakin menipis, harga serat agel melonjak. Menurut Joko, pada 1990, ia hanya merogoh kocek Rp 4.000 untuk membeli satu kilogram (kg) serat agel. Kini, harganya sudah mencapai Rp 45.000 per kg. Padahal, satu kilogram serat agel hanya bisa menghasilkan dua tas.

Selain kesulitan bahan baku, Joko juga mengeluhkan keterbatasan modal. Kendala modal menyebabkan ia sulit mengembangkan usaha. Maklum, ia tidak punya cukup modal untuk mengerjakan pesanan dalam jumlah banyak. "Kalau ada yang order lebih dari 10.000 item, saya susah memenuhinya. Bahkan beberapa kali saya tolak," ungkapnya.

Maklum, jumlah order yang banyak mengharuskan Joko membeli bahan baku dalam jumlah besar. Ia juga harus menambah tenaga perajin. Maka, pengeluaran untuk upah pekerja semakin besar.

Perajin serat lainnya, Dian Ayu mengamini. Menurutnya, selain kendala modal, para perajin di Sentolo juga kesulitan memperluas pasar, terutama ke luar negeri. "Harga jual dari perajin murah, padahal kerajinan serat alam ini sering dibeli orang bule yang bersedia membeli dengan harga tinggi," tuturnya.
 
Namun, karena ia dan para perajin lainnya tidak mampu menembus pasar ekspor, mereka pasrah menjual produk kerajinan pada harga yang tergolong murah. "Saya berharap, pemda bisa memerhatikan kebutuhan para perajin," ucap Dian. (Selesai)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
FREE WEBINAR - Bongkar Strategi Viral Digital Marketing Terbaru 2025 FREE WEBINAR - The Psychology of Selling

[X]
×