Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ula, startup e-commerce berbasis di Indonesia yang berfokus pada transformasi UMKM melalui teknologi, mengumumkan perolehan pendanaan Seri A senilai US$ 20 juta atau sekitar Rp 290 miliar yang dipimpin oleh Quona Capital, salah satu investor utama dalam putaran pendanaan awal Ula, bersama B Capital Group.
Beberapa investor sebelumnya seperti Lightspeed India dan Sequoia Capital India juga turut berpartisipasi dalam pendanaan kali ini.
Pendanaan Seri A ini akan digunakan untuk memaksimalkan rencana ekspansi, pengembangan produk dan layanan, serta peluncuran kategori produk baru Ula.
Asal tahu saja, Ula diluncurkan pada Januari 2020 dengan tim yang berada di Indonesia, India, dan Singapura. Sampai saat ini, Ula telah melayani lebih dari 20.000 toko yang mayoritas berlokasi di Jawa Timur.
Baca Juga: Gandeng perusahaan pelat merah, TaniHub memperkuat ekosistem pertanian hulu-hilir
E-commerce ini menawarkan kemudahan bertransaksi melalui teknologi, dan layanan yang tersedia di aplikasi Ula yang bertujuan untuk mendigitalisasi struktur rantai pasok, memudahkan pengelolaan stok, dan manajemen keuangan untuk UMKM
Co-Founder dan CEO Ula, Nipun Mehra menyatakan, peritel kecil atau UMKM sangat terintegrasi dengan ekonomi dan budaya Indonesia. Mereka adalah wirausahawan dan pengusaha mikro yang jika dibandingkan dengan peritel modern, sebetulnya menjalankan bisnis dengan biaya yang sangat efisien.
Namun di lain pihak, bisnis UMKM yang berskala kecil menyebabkan mereka menjadi segmen yang paling rentan di dalam rantai penjualan ritel.
"Mereka menghadapi beberapa tantangan dalam bisnis seperti terbatasnya ketersediaan produk, tingginya harga produk di pasaran untuk dapat mereka jual, layanan yang belum maksimal, dan juga modal kerja yang terbatas,” ujar Nipun dalam siaran resmi yang diterima kontan.co.id, Kamis (28/1).
Lebih lanjut, Nipun bilang, tantangan yang dihadapi tidak hanya terbatas pada satu kategori saja. Semua kategori, termasuk Fast Moving Consumer Goods (FMCG), barang-barang konsumsi , pakaian, elektronik, dan kategori lainnya juga memiliki tantangan yang sama.
Menurutnya, founder Ula berdiri di atas satu tujuan yang sama, dimana mereka ingin menyelesaikan permasalahan di dalam industri, yaitu dengan menghadirkan pendekatan yang mengutamakan peritel.
Di kebanyakan pasar negara berkembang, toko fisik tradisional berkontribusi hampir 80% terhadap total pasar ritel. Di Indonesia, angka tersebut diperkirakan sebesar US$ 200 miliar-US$ 250 miliar dengan tingkat pertumbuhan yang mencapai US$ 15 miliar per tahun.
Dalam operasionalnya, kelompok peritel kecil memiliki keunggulan biaya sebesar 8%-10% jika dibandingkan peritel modern, karena mereka sering kali mempekerjakan anggota keluarga dan beroperasi dari rumah.
Baca Juga: Startup akuakultur eFishery tunjuk mantan bos GoPay jadi komisaris
Selain itu, sektor ini juga memiliki wawasan dan pemahaman yang mendalam dan spesifik secara personal mengenai perilaku konsumen di wilayah mereka yang sangat berharga untuk bisnis. Namun, pengadaan stok produk yang tidak efisien, akses terbatas ke solusi teknologi dengan harga terjangkau, dan biaya modal kerja yang tinggi menghambat kemampuan bisnis ini untuk lebih bersaing dan bertumbuh.
Untuk mendukung para pelaku ritel kecil, Ula sepenuhnya menghadirkan solusi yang disesuaikan dengan kebutuhan pelanggan, yaitu mitra Ula.
Ula menyediakan beberapa pilihan produk melalui aplikasi e-commerce, serta layanan doorstep delivery yang memudahkan pengelolaan stok barang menjadi lebih efisien sehingga memungkinkan para pelaku ritel kecil menggunakan modal mereka untuk kebutuhan lainnya.
Menurutnya, pelaku usaha tidak perlu lagi menutup toko untuk pergi ke pasar yang ramai dan harus mengantre panjang — namun dapat memesan kebutuhan stok harian mereka hanya dengan beberapa klik melalui aplikasi Ula.
Hasilnya, banyak mitra Ula telah mengalami peningkatan laba harian sebesar 15% yang berasal dari durasi waktu buka toko mereka yang lebih panjang, mengurangi kemungkinan habisnya persediaan barang, serta harga pembelian stok yang kompetitif.
Venture Partner Quona Capital, Dan Bertoli menambahkan, pendekatan Ula yang komprehensif dan inovasi produk yang pesat adalah hasil dari pengembangan tim Ula yang menggabungkan pengalaman mendalam dari e-commerce dan fintech.
“Quona Capital telah bekerja sama dengan kami selama setahun terakhir dan telah mengamati pertumbuhan bisnis kami secara langsung. Kami telah mendapatkan banyak manfaat dari keahlian sektor mereka di pasar negara berkembang, serta keahlian mendalam dari investor kami lainnya,” tambah Nipun.
Managing Partner Quona Capital, Ganesh Rengaswamy bilang, Ula telah mentransformasi seluruh rantai nilai ritel dengan pendekatan yang mengutamakan peritel, memberdayakan peritel kecil dengan menawarkan berbagai pilihan produk, dengan harga yang kompetitif dan layanan doorstep delivery.
Sementara itu, Founding General Partner di B Capital Group, Kabir Narang menyebut, dalam empat tahun ke depan, pengeluaran ritel Indonesia diperkirakan akan melampaui US$ 500 miliar yang mayoritas didorong oleh jutaan peritel kecil.
Ula berada di garis terdepan dalam proses transformasi rantai pasokan UKM Indonesia dengan mendemokratisasi akses ke barang dagangan dan mendorong inklusi keuangan melalui teknologi.
Baca Juga: BukuKas raup pendanaan seri A senilai US$ 10 juta dipimpin Sequoia Capital India
"Kami sangat senang dapat bermitra dengan para founder dan tim manajemen Ula yang luar biasa dalam mendorong inovasi ini dan memberdayakan jutaan bisnis," katanya.
Saat ini Ula berfokus pada produk “kebutuhan harian” konsumen, barang-barang yang termasuk dalam FMCG dan kebutuhan pokok, seperti beras — barang yang penting untuk setiap rumah tangga di Indonesia.
Kabir mengatakan, dukungan terhadap toko-toko tersebut sangatlah penting selama masa pandemi berlangsung terutama karena jumlah pendapatan mereka tidak pasti. Dampak yang dihasilkan Ula sudah dapat terlihat dalam berbagai aspek — dengan adanya penerapan pembatasan sosial berskala besar, mendapatkan layanan pengiriman langsung ke toko dapat mengurangi kebutuhan peritel untuk pergi ke pasar lokal yang ramai untuk mencari stok barang.
Pendapatan pemilik toko juga terlindungi karena mereka dapat terus menjaga toko mereka. Selain itu, mereka dapat lebih sering memesan barang dalam jumlah yang lebih sedikit, memungkinkan mereka untuk mengelola arus kas dengan lebih baik, melayani pelanggan yang memesan rata-rata 6-7 kali sebulan.
Ula telah memiliki tim yang tersebar di Indonesia, India dan Singapura, hal ini menjadikannya organisasi yang terdistribusi sejak awal didirikan. Saat ini, Ula sedang membentuk tim teknologi di Indonesia, India dan Singapura, dan juga merekrut berbagai peran kunci dalam manajemen kategori, analitik, kredit, serta pemimpin P&L kota di Indonesia.
Selanjutnya: Pasar modal bisa menjadi wadah pendanaan bagi perusahaan rintisan (startup)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News