Reporter: Fahriyadi | Editor: Tri Adi
Rambu-rambu tak hanya digunakan di jalanan saja. Berbagai proyek konstruksi dan pertambangan juga membutuhkan rambu. Itulah sebabnya, kebutuhan rambu-rambu juga semakin banyak. Tak salah jika produsennya mampu memperoleh omzet puluhan juta.
Penggunaan rambu-rambu yang tepat baik di jalan raya, maupun berbagai proyek pembangunan konstruksi dan pertambangan diharapkan bisa menekan angka kecelakaan. Kebutuhan penanda atau rambu-rambu pun semakin banyak seiring maraknya pembangunan di Indonesia.
Peluang bisnis penyediaan rambu-rambu ini tak dilewatkan oleh Prahasto, pemilik PT GRL di Jakarta. Prahasto, yang semula hanya sebagai distributor rambu-rambu, telah menekuni bisnis penyediaan rambu sejak 2008. "Tren permintaannya meningkat tiap tahun, jadi saya tertarik jadi produsen," katanya.
Selain membuat rambu-rambu lalu lintas, dia juga menyediakan rambu di sektor konstruksi dan pertambangan. Ia mengaku, setahun belakangan ini pesanan rambu-rambu untuk gudang penyimpanan, perusahaan konstruksi, dan pertambangan terus meningkat. "Salah satu pembeli terbesar saya adalah Pertamina," ujar Prahasto.
Untuk bisa masuk menjadi pemasok rambu-rambu terutama di perusahaan swasta, Prahasto harus rajin melakukan penawaran langsung. "Dengan menawarkan langsung, besar kemungkinan mereka akan menjadi pelanggan kita," katanya.
Terbuat dari bahan aluminium, rambu-rambu hasil produksi GRL dijual dengan harga Rp 75 per cm². Ukuran rambu yang biasanya dipesan berukuran rata-rata 40 cm x15 cm sampai 60 cm x 60 cm dengan ketebalan 2 milimeter. Harga jual per produk untuk ukuran itu berkisar antara Rp 45.000 sampai Rp 270.000.
Dengan penjualan rata-rata dalam sebulan mencapai 800 unit rambu, Prahasto mampu memperoleh omzet Rp 60 juta dengan margin keuntungan hingga 25%. "Bisnis ini cukup menjanjikan meski pesaingnya banyak," katanya. Dalam produksinya, Prahasto dibantu oleh lima karyawan.
Selain Prahasto ada juga Satya Iswara, pemilik Swara Niaga di Sidoarjo, Jawa Timur. Satya mengaku memulai bisnis pembuatan rambu-rambu sejak 2008. Banyaknya pembangunan jalan raya terutama di luar Pulau Jawa menjadi incarannya. "Dalam beberapa tahun ke depan proyek jalan di luar Jawa cukup intensif sehingga membutuhkan rambu-rambu jalan," tuturnya.
Dengan harga berkisar antara Rp 200.000 sampai Rp 350.000 per rambu, Satya bisa menjual hingga 200 rambu per bulan. "Itu hanya dari satu proyek," katanya. Oleh karena itulah, tiap bulan setidaknya dia bisa mengumpulkan omzet sekitar Rp 50 juta.
Untuk bisa menjual produknya, Satya mengaku harus banyak melakukan pendekatan dengan kontraktor-kontraktor pemenang tender. Ia juga kerap melakukan penawaran langsung ke perusahaan-perusahaan konstruksi agar omzetnya terus bertambah.
Ia mengakui persaingan produsen rambu-rambu semakin ketat. Oleh karena itu, meningkatkan kualitas produksi menjadi keharusan. "Kualitas produk kami sudah teruji dan memiliki lisensi Departemen Perhubungan," kata Satya.
Ia mengklaim produk buatannya bisa bertahan hingga 15 tahun jika tidak tertabrak atau sengaja dihancurkan. "Naik turunnya bisnis ini sedikit banyak bergantung pada kebijakan pemerintah," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News