kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Usaha siomay masih menyemai laba


Senin, 20 September 2010 / 10:37 WIB
Usaha siomay masih menyemai laba


Reporter: Raymond Reynaldi | Editor: Tri Adi

Bisnis makanan seakan tak pernah lekang oleh waktu. Begitu pula dengan siomay, makanan yang identik dengan Bandung, Jawa Barat. Tak heran, kemitraan atau waralaba siomay makin menjamur. Pemainnya menyebar ke seantero negeri.

Bagaimana prospek usaha panganan ini? Berikut gambaran terkini tiga usaha kemitraan siomai, yang sebelumnya pernah diulas oleh KONTAN.


Siomai Bandung (Asli Kang Otong)

Siomay lebih dikenal sebagai makanan dari Bandung, Jawa Barat. Namun, Siomai Bandung (Asli Kang Otong) milik Akhlis Mukhidin ini justru bermula dari Yogyakarta pada 2006. Sampai saat ini, lima mitranya berlokasi di Yogyakarta. "Tahun ini kami mendapat satu mitra di Yogyakarta, sehingga menjadi enam mitra," kata Akhlis.

Kenaikan harga berbagai produk makanan turut mengerek nilai investasi paket kemitraan Siomai Bandung sebesar Rp 25 juta-Rp 35 juta. Tahun lalu, nilai kemitraannya tercatat sebesar Rp 45 juta, kini nilanya naik hingga di kisaran Rp 70 juta sampai Rp 80 juta. Besaran nilai investasi tergantung lokasinya, yang dipatok berukuran minimal 48 meter persegi.

Dengan investasi sebesar itu, mitra akan memperoleh peralatan memasak, displai makanan, alat promosi, serta biaya kerja sama selama lima tahun. Sang mitra juga mendapat pelatihan karyawan dan bahan baku perdana senilai Rp 1 juta, yang bisa membuat 500 siomai. "Untuk mitra saya ingin fokus di Yogyakarta dulu,"katanya.

Akhlis memperkirakan, mitra bisa balik modal setelah 12 bulan beroperasi. Asumsinya, pendapatan kotornya setiap hari berkisar Rp 700.000 hingga Rp 800.000. Omzet ini belum termasuk pengeluaran gaji karyawan, sewa tempat, belanja bahan baku, dan royalti fee 3% dari omzet.

Meski masih fokus di Yogyakarta, Akhlis sudah menyiapkan format bagi mitra di kota lain. Formatnya adalah kemitraan tanpa merek. "Cukup Rp 5 juta saja," cetusnya. Dari situ, mitra sudah mendapatkan pelatihan produksi berjualan siomai, sistem pemasaran, dan keuangan.

Selain bebas memilih lokasi, mitra di luar Yogyakarta juga mendapat kepastian pasokan bahan baku siomay dengan harga dasar Rp 500 per potong. Harga itu sama dengan mitra yang berlokasi di Yogyakarta. "Harga jual mitra ke konsumen bisa mencapai Rp 1.500," tuturnya.

Cara ini bermanfaat untuk mengembangkan sekaligus menguji bakat bisnis calon mitra. Kemungkinan, jika lancar, Akhlis akan menawarkan kemitraan penuh dengan merek.

Lewat kemitraan tanpa merek, Akhlis juga ingin memfasilitasi mitra potensial di kota lain tanpa harus merogoh kocek dalam-dalam. "Beberapa calon mitra yang berminat berasal dari Batam, Jakarta, Semarang, sampai Makassar," ungkapnya.


Soumay Echo

Kemitraan siomay milik Jamilah El Fajriyah ini telah memasuki usia dua tahun pada bulan September ini. Usaha yang diawali dari makanan bekal untuk anaknya ini memiliki keunikan dari cara memasaknya, yang menyerupai dimsum. Dengan cara ini, rasa siomay menjadi lebih lembut dan harum.

Jika tahun lalu Soumay Echo mempunyai 18 mitra, berselang setahun kemudian jumlahnya telah hampir mencapai 100 mitra. Mitra-mitra tersebut tersebar di berbagai daerah, seperti Aceh, Jambi, Jakarta, Bogor, Bandung, hingga Mataram. "Kami terus berkembang," kata Yanuar Yusuf, Staf Pemasaran Soumay Echo.

Karena menggunakan format dimsum, Soumay Echo memiliki menu lain. Seperti siomay isi udang dan ekado, dengan menu utamanya tetap siomay yang berbahan ikan kakap merah.

Seperti juga Siomai Kang Otong, nilai paket kemitraan Soumay Echo naik dari Rp 5,5 juta menjadi Rp 7,5 juta. "Kemitraan seumur hidup, namun belum termasuk ongkos kirim bagi mitra di luar kota," ujar Yanuar. Mitra akan mendapatkan booth Soumay Echo, klakat (wadah pembungkus siomai berbahan bambu), kompor, wajan, dan seragam karyawan.

Dari jumlah itu, sebesar Rp 500.000 dialokasikan untuk bahan baku awal. Biaya investasi tersebut sudah termasuk pelatihan karyawan dan alat promosi. Mitra wajib membeli semua bahan baku dari pusat, termasuk kecap dan bumbu kacang.

Margin yang ditawarkan lumayan. Jika harga jual Soumay Echo ke mitra Rp 1.350 per siomay, harga jual mitra ke konsumen bisa mencapai Rp 2.500-Rp 3.000 yang tergantung lokasi usaha. Menurut Yanuar, dengan penjualan sebesar Rp 2 juta-Rp 3 juta per bulan maka mitra bisa menyentuh titik impas dalam waktu 4-5 bulan.

Demi menangkap antusiasme konsumen yang tinggi, Soumay Echo menawarkan format kemitraan yang lebih besar. Yakni paket resto dengan investasi Rp 75 juta.

Soumay Echo juga membuka peluang untuk menjadi perwakilan atau agen master di ibukota Provinsi dengan biaya Rp 50 juta. "Satu paket resto sudah beroperasi di Cikarang, sedang perwakilan kami sudah ada di Bandung dan Pontianak," ungkapnya.


Warung Phinten

Warung Phinten mulai beroperasi pada 2004. Menurut Pita, pemilik Warung Phinten, usaha ini dibangunnya bersama dua temannya. Mereka nekat membuka warung dimsum dari kulit pangsit isi udang, kepiting, ikan, serta ayam, dengan menu favorit siomay.

Setelah cabang pertama di Cinere dan Blok M, Jakarta, Pita mulai membuka dan menawarkan program kemitraan. Tiga paket yang ditawarkan yaitu paket warung tenda dengan investasi Rp 10 juta, paket booth Rp 15 juta, dan paket konter senilai Rp 5 juta.

Namun, sekarang harga paket tersebut juga mengalami kenaikan. Harga setiap paket kemitraan Warung Phinten meningkat Rp 5 juta. Kini, paket kemitraan usaha ini ditawarkan masing-masing senilai Rp 15 juta, Rp 20 juta dan Rp 10 juta.

Dengan paket sebesar itu, mitra sudah mendapatkan berbagai peralatan dan perlengkapan jualan. Termasuk pelatihan tenaga kerja, materi promosi dan bahan baku. Setiap dua hari sekali pusat akan memasok bahan baku senilai Rp 500.000.

Warung Phinten juga mengenakan royalti sebesar 5% dari total omzet yang diraup mitra. Namun, royalti itu diambil setelah mitra beroperasi selama enam bulan.

Harga makanan yang dipatok oleh Warung Phinten relatif murah. Untuk dimsum isi empat buah dibanderol Rp 10.000 per porsi. Selain dimsum, gerai juga menyediakan menu utama seperti hakaw, cikau, dan bakpao. Ada juga menu bubur, nasi uduk, roti bakar, serta aneka minuman.

Dengan target omzet sekitar Rp 30 juta per bulan, modal mitra bakal kembali dalam waktu satu tahun. Saat ini, ada tiga mitra yang dimiliki Warung Phinten, Mereka berlokasi di Pondok Gede, Tebet, dan Lebak Bulus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×