Reporter: Jane Aprilyani | Editor: Tri Adi
Para produsen wingko babat di Desa Rambeanak mengaku masih sangat membutuhkan dukungan dari pemerintah setempat untuk pengembangan usaha. Selama ini mereka harus memasarkan sendiri dengan modal usaha yang serba terbatas. Mereka langsung jemput bola ke hotel atau tempat wisata untuk berjualan.
Desa Rambeanak yang berada di Kecamatan Mungkid, Magelang, ini letaknya cukup strategis karena mudah diakses dari jalan raya. Letaknya tidak jauh dari utama antara Jalan Yogyakarta-Magelang. Desa yang menjadi sentra produksi wingko babat ini dapat diakses dari kawasan pariwisata Candi Mendut, Candi Pawon, dan tentunya Candi Borobudur.
Para produsen wingko babat di tempat ini mengaku bisa panen ketika musim liburan tiba. Pengunjung tempat-tempat wisata yang meningkat menjadi ladang berkah bagi mereka untuk menghabuskan stok jualan. Oleh sebab itu, salah satu cara yang kerap mereka lakukan adalah dengan menawarkan secara langsung kepada pengunjung.
Muhajari, produsen wingko babat dengan nama produk Heaven ini sering mendatangi pembeli secara langsung ke hotel-hotel tempat wisatawan menginap. Biasanya dia mendatangi hotel dan menawarkan produk di luar pintu hotel. Atau, dia mendatangi tempat-tempat wisata yang sedang ramai pengunjungnya.
Dia pun sempat mencoba menjual produknya lewat online pada tahun lalu. Namun, penjualan lewat internet ini tidak mendapat respon bagus dari konsumen. Karena tidak ada permintaan dari situ, dia pun berhenti memasarkannya melalui online dan kembali menjual secara konvensional.
Muhajari menegaskan, meski sudah menjalankan usaha ini cukup lama, hingga kini dia masih mengalami kendala hasil penjualan yang tidak menentu. "Karena produk wingko yang banyak dibeli pada saat liburan saja," ujar dia.
Selain itu, masalah lain yang muncul adalah kurangnya dukungan pemerintah untuk membantu para produsen di tempat ini di sisi pemasaran. Selain itu, para produsen juga tetap membutuhkan tempat usaha yang lebih layak, terutama bantuan modal untuk mengembangkan usahanya. Muhajari bilang, selama ini para penjual wingko di Magelang harus berusaha sendiri melakukan penjualan, sehingga yang didapat pun tak sepadan dengan modal yang dikeluarkan.
Senada dengan Muhajari, pelaku usaha lainnya, Rahman juga mengelukan hal yang sama. Dukungan pemerintah setempat sangat dibutuhkan untuk mengembangkan sentra wingko babat di desa Rambeanak ini. "Pernah ada yang datang ke sentra hanya survei dan melihat-lihat saja," ucapnya. Memang, beberapa tahun lalu sempat ada bantuan oven dari pemerintah, namun itu dirasa kurang.
Di samping itu, keterbatasan penguasaan bahasa asing khususnya Bahasa Inggris membuat para penjual wingko kesulitan untuk menawarkan produknya ke wisatawan asing. "Kalau ke tempat wisata, saya tawari langsung. Dan pembelinya selama ini orang lokal karena saya tidak bisa bahasa asing," sebut Rahman.
Menurut Rahman, penjualan lewat toko online tidak berhasil bagi produk mereka. Karena camilan ini hanya tahan selama tiga hari, sehingga tidak mungkin menjual ke tempat yang jauh. Soalnya, mereka tidak menggunakan bahan pengawet dalam proses pembuatan wingko babat.
(Selesai)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News