kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.965.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.835   40,00   0,24%
  • IDX 6.679   65,44   0,99%
  • KOMPAS100 965   12,40   1,30%
  • LQ45 750   8,15   1,10%
  • ISSI 212   1,80   0,86%
  • IDX30 390   4,00   1,04%
  • IDXHIDIV20 468   2,84   0,61%
  • IDX80 109   1,41   1,31%
  • IDXV30 115   1,81   1,60%
  • IDXQ30 128   1,06   0,84%

Yatti menghadapi persaingan dengan pakaian adat (2)


Selasa, 26 April 2011 / 11:05 WIB
Yatti menghadapi persaingan dengan pakaian adat (2)
ILUSTRASI. Anak kecil bermain Mobile Legends (ML), Bandung, Senin (23/4/2018). Gim jenis multiplayer online battle arena (MOBA) ini, saat ini sedang digandrungi masyarakat Indonesia, diminati berbagai kalangan dari mulai anak-anak hingga dewasa. (TRIBUN JABAR/GANI K


Reporter: J. Ani Kristanti | Editor: Tri Adi

Sebagai pengusaha penyewaan pakaian adat, Yatty Suryaty Kalengkoan cukup dikenal di Manado. Tak heran, omzet yang dia dapatkan cukup besar. Tapi, kini Yatty harus berhadapan dengan salon dan bridal baru yang bermunculan di Manado. Belum lagi, ia pun kini harus mencari generasi penerus yang akan melanjutkan usahanya.

Tak hanya mengantarkannya ke berbagai belahan dunia, dengan keahliannya di bidang tata rias dan busana, nama Yatty Suryaty Kalengkoan juga cukup dikenal di Manado. Maklum, selain sering memenangkan berbagai penghargaan di bidang tata rias dan busana baik tingkat daerah maupun nasional, Yatty juga aktif berorganisasi.

Tentu saja, berbagai prestasi dan aktivitasnya di organisasi ini turut mendongkrak kepopuleran Yatty Salon and Bridal House. Pelanggannya pun terus bertambah.

Meski begitu, bukan berarti Yatty tak menghadapi kendala dalam usaha ini. Seperti usaha penyewaan lainnya, seringkali ia mendapati pakaian yang disewakan tak kembali. "Biasanya, justru teman yang lupa mengembalikan karena tak ada jaminan," ujarnya.

Dulu, Yatty memang mengharuskan konsumen meninggalkan KTP ketika mereka menyewa pakaian. Tapi untuk teman sendiri, lantaran sudah kenal, Yatty memberi kepercayaan. Mereka tak perlu meninggalkan KTP. Tapi, justru itu yang membuat penyewa lupa mengembalikan pakaian sewaannya.

Untuk mencegah terulangnya kejadian itu, Yatty tak menemui sendiri konsumen yang juga adalah temannya. "Karyawan saya yang melayani mereka. Saya hanya menentukan harga yang lebih murah," ujarnya. Adakalanya, ia juga mengutus karyawannya menunggui pesta supaya bajunya cepat kembali.

Tapi, memang tak selamanya usaha penyewaan ini ramai. Saat sepi, Yatty pun mengisi waktu luangnya dengan membuat suvenir, berupa boneka berpakaian adat. Tak hanya pakaian adat Manado, boneka itu juga dibalut pakaian adat dari daerah lain di Indonesia.

Suvenir inilah yang dibawanya ketika ia mengikuti pameran di luar negeri. "Kalau ke luar negeri, saya nggak bisa membawa banyak baju untuk dijual. Sebagai gantinya, saya membawa suvenir boneka berbaju adat ini untuk dijual," ujarnya.

Selain menjual kebaya miniatur pakaian adat itu, dari pameran di luar negeri, Yatty juga banyak menerima pesanan pakaian adat. "Biasanya, yang memesan pakaian adat itu, orang-orang luar yang menikah dengan orang Manado," ujarnya.

Yatty pun membanderol harga pembuatan pakaian adat ini antara Rp 1,5 juta hingga Rp 6 juta. "Tergantung bahan dan tingkat kesulitan," ujarnya.

Sementara, harga boneka berpakaian adat Rp 100.000 hingga Rp 500.000. Dan, sewa baju adat berkisar Rp 250.000 hingga Rp 1 juta.

Ia juga menerima pesanan pembuatan suvenir. Syaratnya, pemesanan minimal boneka baju adat sebanyak 1.000 buah. "Ini menyesuaikan pemesanan kemasan," ujarnya.

Dengan memperluas bisnisnya dari menyewakan pakaian adat dan rias pengantin ke bisnis suvenir boneka berbaju adat, pendapatan Yatty bisa mencapai puluhan juta pada bulan-bulan biasa. Yatty Bridal House pun bisa meraup omzet hingga Rp 100 juta di bulan musim pernikahan atau ada event tertentu untuk berjualan.

Meski usahanya sudah berkembang, kini Yatty justru bingung menentukan siapa yang akan jadi penerus usahanya. Pasalnya, kedua anaknya adalah laki-laki. "Sekarang, semuanya bekerja di Jakarta," ujarnya.

Ia juga mengalami pukulan berat. Sejak suaminya meninggal tujuh bulan silam, Yatty harus mengurus sendiri semua usahanya ini. "Dulu, suami sangat mendukung, terutama saat saya pergi ke luar negeri, suami yang menjalankan usaha ini," ujarnya.

Padahal, selain di Manado, ia juga mempunyai usaha sejenis di daerahnya asalnya, Airmadidi, Minahasa Utara. Selain itu, Yatty juga mengelola kursus ketrampilan perempuan. "Mungkin, nanti kalau anak saya sudah menikah, mereka bisa meneruskan usaha ini. Yang penting, harus ada yang meneruskan," ujarnya.

Yatty pun harus siap menghadapi persaingan dengan bridal-bridal sejenis yang mulai bermunculan di Manado. Tapi, ia punya trik jitu, yakni hanya fokus pada penyewaan pakaian adat. "Belum banyak yang mengerti soal pakaian adat ini," ujar Yatty yang kini memiliki 12 karyawan.

(Selesai)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM) Negotiation Mastery

[X]
×