kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Yulia menjaring berkah dari salon muslimah


Selasa, 05 Juni 2012 / 12:57 WIB
Yulia menjaring berkah dari salon muslimah
ILUSTRASI. Belimbing wuluh


Reporter: J. Ani Kristanti | Editor: Tri Adi

Berawal dari pengalaman sulitnya mencari salon khusus wanita, Yulia Astuti mendirikan salon muslimah. Kini, salonnya telah berkembang hingga 26 cabang. Ia tak berhenti berinovasi, menjual beberapa produk perawatan bikinan sendiri.

Sepuluh tahun telah berlalu sejak Yulia Astuti mendirikan salon muslimah Moz5 di Jalan Margonda Raya, Depok, Jawa Barat. Sebelumnya tak pernah terbayangkan dalam benak Yuli bahwa salonnya akan berkembang biak hingga 26 cabang seperti sekarang.

Saban hari rata-rata sebanyak 50 orang berkunjung ke setiap salonnya. Jumlah itu akan berlipat dua pada akhir pekan. Seorang pengunjung rata-rata menghabiskan uang antara Rp 70.000 hingga Rp 80.000 dalam sekali kedatangan. Tak heran, omzet salon bisa mencapai puluhan juta per hari.

Ide awal mendirikan salon Yulia muncul secara sederhana, yaitu berangkat dari pengalamannya sendiri yang sulit mencari salon khusus untuk wanita. “Saat itu salon khusus wanita sangat jarang. Kalaupun ada, ya, cuma salon rumahan yang kadang-kadang ada suami, anak, dan karyawan laki-laki,” ujar wanita berkerudung ini.

Karena kebetulan ingin punya usaha sendiri, Yulia menangkap kebutuhan itu sebagai peluang berbisnis. Apalagi, ia melihat potensi pasar salon khusus bagi perempuan yang ogah menunjukkan rambutnya kepada lelaki bukan muhrim begitu besar. “Saya melihat tren wanita berkerudung makin booming. Apalagi, mulai muncul kerudung untuk anak muda,” tutur Yulia.

Semula Yulia berpatungan dengan dua orang teman untuk mendirikan salon muslimah ini. Sayang, dua orang itu kemudian mengundurkan diri. Yulia terpaksa merogoh kocek sendiri dan minta kelonggaran mengembalikan modal mereka. “Saat itu, modal saya berkisar antara Rp 90 juta hingga Rp 100 juta,” terang Yulia.

Lantaran masih bekerja, Yulia menyerahkan pengelolaan salon muslimah bernama Moz5 ini kepada sang adik yang dibantu dua orang karyawan. Yulia sendiri mengurus pengembangan bisnis dan marketing. “Meski begitu, setiap malam dan weekend, saya selalu datang ke salon,” katanya.

Pada 2004, Yulia keluar dari kantor tempatnya bekerja. Ia melihat bisnis salon cukup baik dan ingin fokus pada pengembangan salon. “Sejak awal saya memang bercita-cita punya usaha sendiri, sembari membimbing anak saya,” tutur ibu dua orang putri ini.

Tak berhenti di Margonda, Depok, perempuan 36 tahun ini kemudian membuka dua cabang Moz5 yang lain, yakni di Plumpang dan Bekasi. Melihat perkembangan salon yang cukup baik, beberapa pelanggan pun berniat menjadi mitra.

Setelah merasa punya pengalaman dan berkonsultasi dengan beberapa pihak tentang konsep kemitraan, Yulia memberanikan diri untuk membuka tawaran kemitraan pada 2008. Kini, jaringan salonnya telah berkembang menjadi 6 cabang miliknya sendiri, dan 20 gerai Moz5 milik mitra. “Masih ada tiga lagi yang sedang dalam proses,” ujarnya.

Dalam kemitraan ini Yulia cukup unik menetapkan syarat. Ia tak akan menjalin mitra dengan perempuan yang masih bekerja. “Jika ingin membuka Moz5, dia harus berhenti kerja dulu supaya bisa fulltime mengurusi salon,” jelasnya.

Tak hanya di sekitar Jabodetabek, salon Moz5 sudah menyebar hingga luar Pulau Jawa, seperti Palembang dan Banjarmasin. Yulia pun masih menyimpan mimpi membuka Moz5 hingga mancanegara.

Boleh dibilang, walau perjalanan bisnis Yulia cukup mulus, bukan berarti ia tak menemui kendala. Salah hal satu penghambatnya adalah sumber daya manusia untuk bekerja di salon. “Meski jumlah pengangguran banyak, saya selalu menemui kesulitan untuk mencari karyawan,” jelasnya.

Pasalnya, citra bekerja di salon lebih rendah ketimbang bekerja di mal. Selain itu, calon pekerja harus menjalani training selama dua bulan. “Mereka enggak bisa langsung mendapatkan uang,” ujar Yulia.


Meracik produk sendiri

Tak hanya soal keterbatasan pekerja salon, permasalahan juga muncul ketika Yulia harus benar-benar menerapkan konsep muslimah untuk salonnya. Selain menyuguhkan suasana yang tenang dan menyenangkan, beberapa produk yang dipakai harus mempunyai sertifikasi halal. Tak heran, Yulia pun harus jeli memilih bahan baku untuk salonnya.

Oleh karena itu, akhirnya Yulia memproduksi sendiri beberapa produk yang dipakai di salonnya untuk menjamin kualitas produk dan halal. Seperti body lotion, sabun, dan sampo. Maklum, wanita kelahiran Jakarta, 17 Juli 1976, ini juga gemar membuat racikan tradisional, seperti lulur dan masker.

Dengan produksi sendiri, Yulia bisa memangkas biaya bahan baku. Kini, sekitar 80% bahan baku salon dia pasok sendiri. Sisanya tetap memakai produk terkenal untuk pewarna rambut, smoothing, rebounding. “Kami harus memakai produk yang dikenal umum dan berkualitas,” kata Yulia.

Tak disangka, pelanggan merespons baik beberapa produk tersebut. Yulia pun menjual beberapa produk perawatan wajah dan tubuh itu secara eceran bermerek Moayu Beautycare, melalui salonnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×