Reporter: Hendra Gunawan | Editor: Tri Adi
Di tangan Yuri Pratama, landak laut yang biasanya menjadi "sampah" di perairan luas, justru menjadi komoditas dagang yang bernilai tinggi. Bersama nelayan Pulau Tidung, ia mendirikan Koperasi Urchindonesia yang fokus membudidayakan landak laut untuk diambil telurnya. Lalu, dipasarkan ke sejumlah restoran Jepang, supermarket, dan perusahaan farmasi.
Sea Urchin atau populer dengan sebutan landak laut atau bulu babi, adalah binatang laut yang 95% tubuhnya terdiri dari duri-duri. Landak laut bisa ditemui di banyak pantai di Indonesia. Bagi yang belum pernah melihat landak laut, spesies ini berbentuk bulat dengan duri berkelir hitam setinggi 3 centimeter (cm) hingga 10 cm ini.
Landak laut menjadi musuh manusia. Sebab, duri landak laut mengandung racun sehingga cukup berbahaya kalau menancap di tubuh kita. Makanya, nelayan Bali, misalnya, secara rutin membersihkan landak laut yang senang bermukim di sekitar pantai. Kemudian, dimusnahkan dengan cara dikubur atau dibakar.
Namun, tidak semua orang menganggap landak laut sebagai musuh. Setidaknya, bagi Yuri Pratama. Pria berusia 26 tahun ini justru membudidayakan landak laut. Di mata Yuri, landak laut memiliki nilai ekonomi cukup tinggi. "Landak laut dapat digolongkan sebagai zero waste product, karena hampir semua bagian tubuhnya dapat dimanfaatkan dan diolah menjadi produk bermanfaat," katanya.
Contoh, telur landak laut yang dapat langsung dikonsumsi. Cangkangnya, bisa dijadikan sebagai bahan baku kerajinan tangan atau diolah menjadi tepung untuk bahan pakan ternak. Adapun usus landak laut, dapat disulap menjadi pupuk organik.
Yuri mulai membudidayakan landak laut untuk diambil telurnya pada pertengahan 2009 lalu di Pulau Tidung, Kepulauan Seribu. Ia tidak bekerja sendiri, melainkan menggandeng para nelayan setempat. "Sejak awal, niat saya memang memberdayakan nelayan agar mereka punya penghasilan tambahan," ungkap Yuri.
Untuk mewadahi kegiatan budidaya landak laut itu, Yuri mendirikan Koperasi Urchindonesia. Saat itu, baru 12 nelayan Pulau Tidung yang bergabung. Sebenarnya, jumlah pencari ikan di pulau tersebut lebih dari 37 orang. Tapi, kebanyakan nelayan masih ogah terlibat lantaran waktu itu belum ada bukti bahwa budidaya landak laut bisa menghasilkan uang.
Yuri dan 12 nelayan yang tergabung dalam Koperasi Urchindonesia kemudian membuktikannya, dengan menghasilkan 85 kilogram (kg) telur landak laut dalam sekali panen. Telur itu lalu dipasarkan ke sejumlah restoran Jepang, supermarket, dan perusahaan farmasi yang ada di Semarang. Biasanya, telur landak laut dibuat suplemen untuk menambah vitalitas pria.
Setiap kilogram telur landak laut dijual dengan harga bervariasi. Ke restoran Jepang, Yuri melego telur landak laut seharga Rp 180.000 per kg. Harga jual ke supermarket lebih tinggi lagi, yakni Rp 200.000 per kg. Adapun, kalau dijual ke perusahaan farmasi, hanya laku Rp 150.000 per kg.
Jika dihitung rata-rata, penjualan telur hasil budidaya Yuri dan para nelayan, bisa menghasilkan pendapatan sekitar Rp 16 juta sekali panen. "Sekarang ini, baru telurnya saja yang kami manfaatkan," katanya.
Saat ini, Yuri bilang, budidaya landak laut masih tahap pengembangan. Sebab, masih kerap terjadi kesalahan dalam budidaya tersebut. Makanya, hasil telur yang dipanen belum maksimal. Untuk itu, Yuri tengah melakukan pembenahan budidaya landak laut bersama para nelayan.
Selain itu, ia berencana mendirikan fasilitas pembenihan landak laut. Maklum, selama ini, Yuri mendapatkan benih hewan ini dari laut. Memang, ketersediaan landak laut masih sangat melimpah. Cuma, jika terus diambil, bisa merusak ekosistem di laut. Soalnya, kendati landak laut tergolong sampah laut, tetapi keberadaannya cukup berperan bagi terumbu karang.
Dengan adanya fasilitas pembenihan, Yuri berharap masa panen telur landak laut tidak perlu lagi menunggu waktu terlalu lama. Pasalnya, saat ini, masa panen landak laut masih membutuhkan tempo sekitar enam bulan.
Rencananya, Yuri akan mendirikan fasilitas pembenihan dengan kapasitas 1.000 ekor yang menelan dana sekitar Rp 20 juta.
Yuri berharap, setelah fasilitas pembenihan tersedia berdiri, kapasitas produksi telur landak laut bisa meningkat. Dengan begitu, keinginannya untuk dapat mengekspor telur landak laut bisa tercapai.
Menurut Yuri, pasar ekspor telur landak laut cukup menggiurkan. Di sejumlah negara Asia Tenggara, telur landak laut bisa laku hingga US$ 30 per kg. Bahkan, di pasar Jepang, harganya berkali-kali lipat, menjadi US$ 300-US$ 400 per kg. "Di sana telur landak laut sudah menjadi makanan khas. Bahkan di Filipina, sudah menjadi makanan kaleng seperti sarden," ujar alumni Universitas Indonesia jurusan Sosial Politik yang baru lulus pada 2007 lalu.
Dalam memasarkan telur landak laut, Yuri langsung menjualnya ke pembeli akhir, sehingga para nelayan bisa mendapatkan hasil jual yang maksimal. Selama ini, para nelayan selalu mendapatkan margin kecil dari setiap hasil jual tangkapannya di laut. Itu karena mereka menjual ikannya kepada para pengepul.
Nah, "Saya ingin memutus rantai distribusi seperti itu. Kami menjual langsung ke pembeli akhir, sehingga nelayan bisa meraih nilai jual maksimal. Begitu juga nanti kalau ekspor," kata Yuri.
Harapan Yuri lainnya, suatu saat budidaya landak laut di Pulau Tidung bisa dikembangkan ke daerah lainnya di Indonesia. Juga dengan model usaha yang sama, yaitu memberdayakan nelayan setempat. Sehingga nelayan memiliki tambahan sumber penghasilan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News