kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Jarak tak jelas nasibnya, tampillah biji nyamplung menggantikannya


Senin, 12 Desember 2011 / 14:04 WIB
Jarak tak jelas nasibnya, tampillah biji nyamplung menggantikannya
ILUSTRASI. Antrean nasabah./pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/08/01/2021.


Reporter: Ragil Nugroho, Hafid Fuad | Editor: Tri Adi

Alam Indonesia tak pernah berhenti menawarkan peluang bisnis. Salah satunya adalah tanaman nyamplung yang sedang dikembangkan sebagai bahan baku minyak nabati. Meski masih dalam tahap pengembangan, tanaman ini mampu memberi keuntungan bagi para pengolah biji nyamplung menjadi minyak nabati atau biofuel.

Indonesia memang terkenal dengan kekayaan alamnya. Matahari yang bersinar sepanjang tahun, beragam tanaman pun tumbuh subur di negeri ini.

Salah satu tumbuhan yang memiliki potensi menjanjikan adalah nyamplung alias kosambi. Tanaman yang mempunyai nama latin Calophyllum inophyllum ini dipilih sebagai sumber energi biofuel karena bijinya mengandung rendemen minyak tinggi.

Biji kering nyamplung yang berbentuk bulat mengandung hampir 74% minyak. Kandungan minyak ini dua kali lipat lebih besar dari biji jarak dan bahkan semua tanaman penghasil bahan bakar nabati lainnya.

Nyamplung bisa tumbuh hingga ketinggian 200 meter. Tanaman ini sangat mudah tumbuh di pesisir pantai, seperti Alas Purwo, Kepulauan Seribu, Ujung Kulon, Cagar Alam Penanjung Pangandaran, Pantai Carita, Semarang, Biak, Sorong, Nabire, Halmahera hingga Ternate.

Ciri-ciri pohon nyamplung antara lain kayu berwarna cokelat, daunnya berbentuk bulat telur, dan bertulang sirip. Adapun buahnya bulat berdiameter 2,5-3,5 cm, berwarna hijau dan berubah cokelat jika kering.

Salah satu warga yang mampu mengolah biji nyamplung menjadi minyak biofuel adalah Samino. Pria asal Cilacap, Jawa Tengah ini bisa memproduksi 1.000 liter minyak nyamplung per bulan.

Memang, kapasitas produksi minyak nyamplung belum banyak. Pasalnya, konsumen minyak ini juga masih terbatas. "Hanya kampus-kampus saja yang membeli minyak olahan saya untuk bahan penelitian," kata Samino.

Ia mengawali pembuatan minyak nyamplung ini sejak 2007. Saat itu, ia mendapat bantuan dari pemerintah berupa mesin untuk mengolah minyak nabati dari tanaman jarak. Namun rencana itu gagal total. Samino pun berinisiatif mencari-cari tanaman lain pengganti tanaman jarak. "Akhirnya, saya menemukan buah nyamplung yang bisa diolah seperti tanaman jarak," ujarnya.

Di sekitar tempat tinggalnya, nyamplung biasa diambil kayunya untuk membuat kapal. Kini setelah penemuannya, buahnya pun bermanfaat. Setelah penemuan itu, Samino pun mendapat banyak kunjungan dari mahasiswa hingga pejabat dari berbagai kementerian.

Tak hanya kampus di Tanah Air yang memburu minyak nyamplung. Mahasiswa asal Malaysia pun menjadi pelanggannya. Samino menjual minyak tersebut seharga Rp 15.000 per liter. "Karena harganya masih mahal, minyak ini belum bisa bersaing dengan produk lainnya," tuturnya.

Selain Samino, Feri Irawan juga mengolah nyamplung menjadi minyak nabati dalam dua tahun ini. Ia mengembangkan usaha ini melalui CV Permana Sejahtera di Semarang. Seperti Samino, konsumennya juga masih terbatas dari kalangan akademisi di Jawa dan Sumatra.

Ia menjual produknya ini seharga Rp 17.500 per liter. Dalam sebulan, Feri bisa menangguk omzet hingga Rp 15 juta. Feri pun mengaku, mendapat margin keuntungan lumayan. "Saya mendapatkan biji nyamplung gratis dari beberapa lokasi di Semarang," kata Feri.

Pria 40 tahun ini memang telah melakukan riset tentang biji nyamplung sejak 2008. Setahun proses penelitian itu, ia pun mampu menjadikan nyamplung menghasilkan minyak yang lebih tinggi daripada biji jarak. Namun, ia mengakui bahwa penelitian masih harus terus dikembangkan. "Teknologi terus berkembang, jadi harus terus dilakukan berbagai percobaan agar dihasilkan produk yang lebih baik," ujar alumni Institut Pertanian Bogor (IPB) tersebut.

Menurut Feri, sebelum diolah, biji nyamplung harus dijemur selama dua hari. Tapi, proses penjemuran ini jangan sampai membuat biji kering, karena yang penting biji memuai supaya siap digiling.

Setelah digiling halus, lalu diperas menggunakan mesin. Dari situlah keluar minyak berwarna cokelat kehitaman dan kental. Proses selanjutnya adalah mengolahnya dengan sejumlah bahan kimia, supaya warna cokelat kehitaman itu berkurang. Alhasil, minyak siap menjadi bahan bakar nabati.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×