Reporter: Sri Sayekti | Editor: Tri Adi
Bisnis kuliner menghidangkan peluang yang nyaris tak terbatas. Asal kreatif menyajikan produk, pasar pun bisa dibuat. Ambil contoh abon cabai.
Di masa lalu, abon yang dikenal masyarakat adalah makanan kering yang terbuat dari daging sapi, ayam, atau ikan. Namun belakangan ini, istilah abon kerap disandingkan dengan cabai. Seperti abon jadul, abon cabai juga teman menyantap nasi. Namun yang membedakan, abon cabai ini sejatinya semacam bumbu, ketimbang lauk, seperti abon di masa lalu.
Popularitas abon cabai semakin menanjak seiring dengan makin banyaknya orang di sini yang menggandrungi rasa pedas. Selera pedas itu yang menciptakan permintaan terhadap abon cabai. Maklum, tidak semua penikmat pedas sempat atau mampu mengolah sambal.
Sekadar ilustrasi tentang besarnya pasar abon cabai itu, kita bisa menyimak pengalaman dua orang pebisnis abon cabai skala rumahan, Mereka adalah Hanny Widjaja, yang memproduksi abon cabai merek Ninoy, dan Rita Dewi yang mengusung merek Mooihot.
Sebagai pionir abon cabai, dengan merilis Ninoy enam tahun silam, Hanny sempat menikmati pasar yang sepi kompetisi. Ia pernah menjual rata-rata 550 kg abon cabai per bulan.
Namun begitu pemain baru, terutama yang berskala pabrik, bermunculan, omzet Hanny memang turun. Hanny menuturkan, banyak pembeli yang tergoda untuk membeli abon cabai buatan pabrik. Volume penjualannya di saat itu pun anjlok hingga 60 kg per bulan.
Situasi serupa juga dialami Rita. “Banyak yang ingin mencoba produk baru. Apalagi, harganya lebih murah,” tutur Rita yang menjual abon cabai dalam kemasan 100 gram seharga Rp 32.000–Rp 34.000. Untuk kemasan 250 gram, Rita memasang banderol Rp 75.000 hingga Rp 80.000. Sedang Ninoy, buatan Henny, dijual seharga Rp 30.000 hingga Rp 40.000 untuk kemasan 100 gram, dan Rp 10.000 untuk kemasan 50 gram.
Perhatikan kemasan
Namun pasar abon cabai yang masih tumbuh menyebabkan dampak kehadiran pemain baru berskala besar cuma sementara. Penjualan Henny dan Rita, yang sempat turun, kembali menanjak naik.
Kini, rata-rata Hanny menjual sekitar 200 kg per bulan. Dengan penjualan sebesar itu, Rita bisa menikmati omzet rata-rata Rp 100 juta per bulan. Sedang Rita bisa menjual 1.000 kemas-an abon cabai saban bulannya. Kemasan produk Rita ada dua ukuran, yaitu 100 gram dan 250 gram. Omzet Rita per bulan berkisar Rp 20 juta sampai Rp 30 juta.
Dari total omzet sebesar itu, Rita mengantongi margin berkisar 25%–35%. Margin yang dinikmati Henny juga tidak jauh berbeda, yaitu 20% dari omzet penjualan Ninoy.
Selain pasar yang terus menerus melar, usaha ini juga menarik untuk dijajal karena kebutuhan modal awal yang tidak terlalu besar. Henny cuma mengeluarkan duit Rp 2 juta untuk pembelian bahan baku saat memulai produksi.
Investasi awal itu terbilang ringan karena kegiatan produksi bisa dilakukan secara manual, termasuk pengeringan cabai, yang bisa dilakukan dengan cara dijemur di saat matahari bersinar terik. Bahan baku abon cabai pun relatif mudah diperoleh dan tidak mahal, seperti cabai merah, cabai rawit, bawang putih, bawang merah, ketumbar, garam, dan gula. Lalu, ada pula bahan tambahan untuk memunculkan cita rasa tertentu, seperti ebi.
Tertarik untuk menjajal usaha abon cabai?
Usaha ini akan cocok dila-koni oleh mereka yang menggemari rasa pedas. Akan lebih ideal lagi, apabila pebisnis abon cabai terbiasa membuat sambal. Namun jika Anda tak mahir bikin sambal, tapi ingin menjajal bisnis abon cabai, Anda bisa saja merekrut pekerja.
Saat ini, tidak ada rasa yang baku tentang abon cabai. Jadi, tidak perlu mencari resep kunci. Baik Henny maupun Rita pun melalui proses uji coba yang berulang-ulang sebelum berhasil mengantongi resep pembuatan abon cabainya yang laris. Nah, di masa trial and error, “Lakukan tes pasar ke teman-teman dan saudara yang dekat,” tutur Henny.
Rita menambahkan rumusan pribadinya tentang produk abon cabai yang laris. “Yang disukai adalah yang praktis. Tetapi harus sehat, maksudnya tidak mengandung MSG dan bahan pengawet,” ujar Rita.
Proses uji coba ini jangan terhenti begitu Anda berhasil mengantongi resep abon cabai yang digemari banyak orang. Teruslah berkreasi menciptakan aneka rasa yang baru. Inovasi produk ini juga dilakukan oleh pebisnis abon cabai, seperti Henny dan Rita.
Perhatikan kemasan
Yang perlu diingat juga dalam kegiatan produksi adalah mencermati harga bahan baku. Maklum saja, cabai yang menjadi bahan utama produk ini kerap mengalami fluktuasi harga. Karena itu cermati siklus produksi sekaligus permintaan produk Anda. Hasil pengamatan itu bisa jadi bahan pertimbangan Anda untuk memutuskan apakah perlu menyetok cabai atau tidak.
Rita yang produksinya sudah ratusan ton per bulan membutuhkan hingga 100 kg cabai segar yang sudah dipotong tangkainya per hari. Jadi, “Kalau harga cabai lagi murah, saya stok banyak,” tutur dia.
Stok cabai itulah yang akan digunakan Rita ketika harga cabai menanjak. “Saya hanya beli sedikit cabai saat harganya mahal,” imbuh Rita.
Kemasan produk juga patut Anda rancang dan rencanakan dengan matang. Sebagai produk makanan jadi, abon cabai membutuhkan kemasan yang, tak cuma menarik, tetapi juga higienis. Besar kemasan pun harus ditentukan dengan perencanaan matang. Jangan sampai pembeli enggan datang, karena harga produk Anda yang mahal gara-gara kemasan yang terlalu besar. Saat ini kemasan abon cabai di pasaran umumnya berkisar 50 gram–200 gram.
Jika produk Anda sudah memiliki pasar, seperti Ninoy, bukan mustahil Anda harus melakukan investasi tambahan, tidak cuma untuk alat produksi, tapi juga untuk kemasan. Henny mengeluarkan dana Rp 100 juta untuk membuat alat pembuat kemasan yang berbahan komposit. Ia memilih bahan itu dengan alasan memenuhi kriteria food grade.
Urusan produksi lain adalah mengantongi berbagai izin dan lisensi. Selain izin yang berlaku untuk produk yang dijual, abon cabai yang merupakan produk makanan jadi tentu membutuhkan izin dari BPOM dan label halal dari MUI. Perizinan semacam itu perlu untuk memperluas pasar Anda.
Kegiatan pemasaran sebaiknya dilakukan melalui dua jalur sekaligus, konvensional dan online. Mooihot buatan Rita kini ditawarkan oleh 20 agen dan website. Selain menggunakan dua jalur itu, Henny juga memanfaatkan jaringan gerai ritel modern untuk memasarkan Ninoy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News