kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pesawat carter: Berebut pasar para pebisnis


Jumat, 07 September 2012 / 13:43 WIB
Pesawat carter: Berebut pasar para pebisnis
ILUSTRASI. Supaya kesehatan tak memburuk, cobalah beberapa jenis obat herbal sakit pinggang.


Reporter: Surtan PH Siahaan, Sofyan Nur Hidayat, Fransiska Firlana | Editor: Tri Adi

Transaksi bisnis para pengusaha di Tanah Air mendongkrak permintaan layanan pesawat pribadi atau carter. Pemain lama pun berbenah menghadapi hadirnya pemain baru di bisnis layanan transportasi bari orang-orang yang tajir ini.

Gegap gempita bisnis penerbangan komersial beberapa tahun terakhir tak cuma dinikmati maskapai yang melayani penerbangan berjadwal. Pemain bisnis carter pesawat (charter flight) juga ikut kecipratan rezeki.

Semarak bisnis pesawat carter mulai terasa sejak dua tahun terakhir, seiring kebutuhan beberapa kelompok orang, khususnya pebisnis, yang menuntut efisiensi dalam bekerja. Menurut pengamat penerbangan Ruth Hanna Simatupang, para pebisnis masih menjadi target pasar terbesar bisnis ini. “Kalau mengandalkan pesawat komersial tentu tidak mungkin. Pebisnis butuh ketepatan waktu. Salah satu caranya dengan mencarter pesawat jet,” katanya.

Manajer Pemasaran PT Sky Aviation, Tito Zainudin, menegaskan, bisnis penerbangan niaga tidak berjadwal alias persewaan pesawat memang menjanjikan. Ia bahkan melihat, kini pelanggan yang membutuhkan pesawat sewa makin berkembang. “Pelanggannya mulai perusahaan minyak sampai orang sakit,” ujarnya.

Memang, tren terbaru yang tengah ramai adalah pelanggan perorangan yang sakit dan ingin berobat ke luar negeri. Latar belakangnya adalah kualitas rumahsakit di dalam negeri yang masih dianggap kurang memuaskan. Pelanggan dengan tujuan berobat kebanyakan dari Pekanbaru ke rumahsakit di Malaka, Malaysia.

Kebutuhan itu dimungkinkan lantaran, prinsipnya, pesawat carter, menurut Tito, tidak dibatasi oleh rute penerbangan. Mereka bebas terbang ke negara manapun asal sebelumnya sudah mengurus izin terbang.

Karena itu beberapa pemain baru seperti Lion Air yang meluncurkan Bizjet bulan lalu cermat merancang strategi. Menurut Edward Sirait, Direktur Operasional Lion Air, Bizjet mencoba tidak terpaku menyasar target tertentu. Bizjet mencoba memperluas segmen pengguna layanan, bukan hanya untuk kalangan kelas atas seperti pemilik tambang atau bos perkebunan kelapa sawit, tapi juga kalangan eksekutif kelas menengah dan perorangan yang butuh mengejar waktu.

Lantaran segmen pasar yang dibidik beragam, kabarnya Bizjet menerapkan tarif jauh lebih murah ketimbang pesaingnya. Tapi, Edward punya alasan kenapa tarif ke penumpang jauh lebih murah. Menurut dia, tarif sewa Hawker 900XP milik Bizjet lebih murah 30% dari harga yang ditawarkan kompetitor.

Di Indonesia, harga pasaran sewa jet berkapasitas tujuh penumpang dibanderol sekitar US$ 4.000 hingga US$ 5.000 per jam. Bandingkan dengan tarif sewa jet Bizjet yang bisa mencapai US$ 3.500 per jam. Tapi, Edward memberi catatan, tarif bisa lebih besar dan lebih kecil, tergantung diagonal wilayah yang ditempuh.

Edward mencontohkan, tarif yang dikeluarkan penyewa jet yang berniat pergi ke Kalimantan tentu lebih mahal dibandingkan tarif sewa tujuan Makassar. Begitu pula tarif yang dipatok untuk penerbangan dari Indonesia ke Singapura dan Thailand berbeda meski durasi sewa pesawat sama.


Sangat menjanjikan

General Manager Commercial PT Ekspres Transportasi Antarbenua (Premiair), Lingga Sadoko, bilang, untuk menarik minat klien, Premiair mengandalkan layanan beragam. Selain carter pesawat, Premiair juga menyediakan jasa evakuasi medis dan aircraft management bagi perusahaan maupun perorangan yang memiliki pesawat pribadi. Layanan perusahaan yang memulai bisnis carter pesawat sejak tahun 2006 lalu menyasar pejabat pemerintah, CEO, atau komisaris perusahaan, petinggi pertambangan dan perkebunan kelapa sawit.

Bisnis carter ini memang sangat menggiurkan. Ruth bilang, sekali jalan Jakarta ke Singapura, tarif sewa yang harus dikeluarkan rata-rata US$ 7.000 hingga US$ 8.000. “Padahal, klien bisa menyewa selama
satu bulan,” jelasnya.

Sebagai gambaran, Tito menyebutkan, tarif sewa pesawat Fokker 50 mencapai US$ 4.000 per jam. Penerbangan sewa harus dilakukan pulang pergi (PP). Biasanya, minimal waktu sewa adalah selama dua jam. Pelanggan korporat biasanya menyewa untuk jangka waktu tertentu. Dalam seminggu, contohnya, perusahaan minyak menyewa pesawat sampai tiga kali. “Sangat menjanjikan karena itu fixed income,”
ungkapnya.

Lingga bilang, Premiair mematok tarif layanan sewa US$ 4.000–US$ 5.000 per jam untuk Jet Phenom 300. Sedangkan untuk jet dengan kapasitas lebih besar seperti Legacy 600, penyewa harus menyiapkan dana sekitar US$ 9.000–US$ 10.000 per jam. “Pengguna layanan Premiair harus menyewa dengan durasi minimal dua jam waktu terbang,” katanya.

Sebagai pendatang baru, Bizjet tidak mau muluk muluk di tahun pertama terjun di bisnis carter pesawat. Meski frekuensi carter pesawat bisa sangat tinggi, Edward menargetkan Bizjet selalu terbang minimal dua jam tiap hari dan maksimal terbang hingga 16 jam sehari.

Selamat bersaing!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×