kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Ajeng: Berbisnis dari maraknya berhijab


Selasa, 21 Mei 2013 / 14:50 WIB
Ajeng: Berbisnis dari maraknya berhijab
ILUSTRASI. Menteri Keuangan Sri Mulyani


Reporter: Fransiska Firlana | Editor: Tri Adi

Wirausaha muda terus bermunculan. Dengan strategi yang tepat,  mereka mampu mereguk sukses dalam waktu yang tidak lama. Contohnya Diajeng Lestari. Meski baru meluncurkan HijUp.com satu setengah tahun lalu, bisnisnya sudah menghasilkan omzet ratusan juta bahkan miliaran rupiah per bulan.

Busana muslim kian ngetren selama satu dekade terakhir. Semakin gencar tayangan televisi yang bernuansa religi dan kian banyaknya komunitas berhijab, mendorong perkembangan bisnis busana muslim.

Satu sosok wirausaha busana muslim yang sukses adalah Diajeng Lestari. Perempuan kelahiran Bekasi, 17 Januari 1986 ini, mengantongi omzet Rp 500 juta hingga Rp 1 miliar dari berjualan busana muslim secara online melalui HijUp.com.

Meski bisnis yang dirintisnya baru seumur jagung, namun perempuan yang akrab dipanggil Ajeng ini mampu meluluhkan hati konsumen lokal dan luar negeri. Dua puluh persen pemesan busana muslim di Hij-Up berasal dari mancanegara, seperti Malaysia, Singapura, serta  Timur Tengah.

Pengalaman Ajeng berbisnis sudah terbina sejak kecil. “Waktu kelas empat SD, saya membuat cincin dari kabel-kabel telepon bekas di gudang dan  saya jual ke teman,” tutur dia. Ajeng juga memasarkan produk gantungan kunci kreasi sang kakak. Dari situ, Ajeng sering mendapat order gantungan kunci dalam jumlah besar.

Ketika di SMP dan SMA, Ajeng tidak berjualan. Pada tahun 2004, perusahaan ayahnya yang bergerak di bidang telekomunikasi bangkrut. “Ketika ekonomi keluarga hancur dan adik-adik masih banyak, saya berusaha mencari tambahan,” ujar anak ketiga dari delapan bersaudara ini. Ajeng mencari penghasilan tambahan dari berjualan kue, jilbab, mengajar  privat dan bimbingan belajar, hingga bekerja freelance sebagai interviewer.

Setelah lulus kuliah Jurusan Ilmu Politik di Universitas Indonesia, Ajeng bekerja di perusahaan marketing research. Setelah menikah, Ajeng memutuskan untuk berhenti bekerja.

Namun dengan alasan membutuhkan aktualisasi diri, Ajeng pun mencoba berbisnis. Busana muslim merupakan lahan bisnis yang dipilihnya.

Ajeng menilai, bisnis busana muslim sangat potensial. Maklum, Indonesia memiliki penduduk mayoritas muslim. Ajeng memang memiliki mimpi bahwa produk fesyen bikinan kita bisa sejajar dengan produksi luar negeri. “Saya diskusi dengan suami mengenai mimpi ini dan bagaimana implementasinya dalam bisnis,” ujar istri dari Achmad Zaky Syaifudin ini.

Dari obrolan dengan suami, Ajeng memutuskan untuk menjadi agen perubahan di dunia Islamic fashion. Ajeng pun melakukan penelitian kecil dan wawancara dengan beberapa orang yang pernah berbisnis serupa. Setelah melakukan serangkaian persiapan, Ajeng pun memutuskan untuk membuat katalog fashion online. “Tapi ternyata permintaan pasar bukan hanya katalog, mereka butuh marketing online dan sistem untuk mengatur lalu lintas produk,” ujar dia.


Kerja rangkap

Ajeng pun berkolaborasi dengan sang suami yang memang jago teknologi informasi dan membangun HijUp sebagai e-commerce yang menjadi platform untuk menjembatani pemilik merek busana muslim dengan pasar. HijUp yang merupakan singkatan dari hijab up itu, mulai berselancar di dunia maya pada 1 Agustus 2011. Ajeng merekrut dua karyawan yang bertugas sebagai admin komputer dan admin gudang. “Baru sehari masuk, admin komputer resign. Saya stres sekali,” kenangnya.

Karena keterbatasan jumlah karyawan, Ajeng pun melakukan pekerjaan dobel, mulai memberi gantungan baju, menjadi stylist saat pemotretan, mengoordinasikan pemotretan, sampai dealing dengan tenant. Untuk urusan website, sang suami yang turun tangan.

Ajeng juga harus menghadapi masalah eksternal. Yang cukup berat adalah ketika dia harus meyakinkan para calon tenant. Ajeng harus mengajukan proposal dan melakukan penawaran ke beberapa desainer dan produsen busana muslim supaya mereka mau memajang produk di HijUp. “Tidak mudah, banyak yang mencibir dan menolak. Saya maklum karena bisnis ini masih baru, belum dikenal,” tuturnya.

Hambatan itu nyaris menggoyahkan Ajeng untuk menghentikan bisnis itu. Namun, ia berusaha memantapkan diri meski rasa ragu akan ketidaksuksesan bisnisnya membayangi. Akhirnya, satu per satu tenant datang. Pada bulan-bulan pertama, HijUp memiliki 14 tenant. “Penjualan merangkak naik. Sudah mulai mendekati ratusan juta,” ujarnya tersenyum.

Nama HijUp semakin dikenal. Jumlah pengunjung dan konsumen terus meningkat. Hingga awal 2013, ada sekitar 1,5 juta orang yang melongok HijUp. Bukan itu saja, jumlah tenant di situs belanja ini juga bertambah hingga mencapai 70 pihak.

Sekarang Ajeng tidak perlu susah payah berburu tenant, tetapi justru ia yang disibukkan dengan proposal pengajuan kerja sama dari para produsen fesyen. Bukan hanya dari dalam negeri, tenant dari luar negeri pun banyak yang ingin bekerja sama. “Salah satunya adalah sepupu Perdana Menteri Malaysia,” ujar dia.                             

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×