kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,14   10,84   1.19%
  • EMAS1.343.000 -0,81%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Arena bermain anak yang bikin kantong mengembang


Rabu, 03 November 2010 / 10:15 WIB
Arena bermain anak yang bikin kantong mengembang
ILUSTRASI. Kungpow Snacks


Reporter: Sanny Cicilia, Sopia Siregar | Editor: Tri Adi

Mal sudah menjadi tujuan rekreasi keluarga, terutama yang tinggal di perkotaan. Pengelola mal berlomba melengkapi fasilitas penarik pengunjung, termasuk arena bermain anak. Potensi keuntungan bisnis hiburan anak ini pun ikut meruak.

Bukan sekadar tempat belanja dan cuci mata, pusat perbelanjaan juga menjadi tujuan favorit keluarga untuk mengajak rekreasi sang buah hati. Maklum, banyak mal kini menyediakan arena bermain yang asyik bagi anak.

Menilik jumlah pengunjung arena bermain anak yang lumayan banyak, sepertinya bisnis arena bermain anak (playland) cukup menjanjikan. Wajar bila bisnis playland ini pun kian merebak. Sarana permainan yang mereka sediakan semakin variatif dan memasukkan unsur edukasi dan olahraga.

Selain kolam bola, bounce atau balon berukuran besar, kini ada pula trampolin, panjat tebing, hingga flying fox. “Tren arena bermain saat ini harus memberi permainan yang mendidik,” ujar Tonie Kadi, Direktur PT Lollipop Indonesia, pengelola Lollipop’s Playland & Cafe di Indonesia.

Soal potensi pasar, tak usah diragukan lagi. Walau tiket masuk arena bermain tak murah, orangtua tak segan merogoh kocek demi menyenangkan anak. Pengunjung arena bermain selalu melimpah, terutama ketika libur akhir pekan.

Harga tiket biasanya dihitung per jam sekitar Rp 10.000–Rp 15.000 per jam. Anak bisa main sepuasnya dengan membeli tiket seharga Rp 85.000–Rp 110.000 per orang. Pengunjung playland berukuran kecil per hari bisa mencapai 100 anak per hari. Arena bermain yang lebih besar dan permainan beragam tentu bisa menyedot pengunjung lebih banyak lagi.

Kelebihan lain bisnis playland adalah biaya pemeliharaan yang rendah. Menurut Jhonny Asiong, pemilik arena bermain anak Happy Play, pengelola cukup membersihkan peralatan dengan vacuum cleaner. Mainan juga tak butuh perbaikan, paling tidak selama dua tahun–tiga tahun. Penggunaan listrik dan air pun minim. Soalnya sebagian besar mainan anak tidak membutuhkan air atau listrik.

Rai Minakarna, pengusaha playland mandiri, menambahkan bahwa dana operasional paling banyak tersedot untuk sewa tempat dan gaji karyawan. “Arena bermain biasanya butuh lima-enam karyawan,” ujar dia.

Kalau berminat menjajal bisnis ini, ada beberapa tawaran waralaba yang bisa Anda pertimbangkan. Itu kalau Anda ogah repot membuka usaha ini secara mandiri.

Yuk, kita tengok penawaran mereka. Siapa tahu ada yang memikat:


Happy Play

Happy Play berbasis di Medan, Sumatra Utara. Perusahaan ini berdiri sejak 2006 dan pada awalnya hanya menjual peralatan bermain yang aman bagi anak.

Jhonny terinspirasi menawarkan waralaba karena banyak pembeli yang berkonsultasi soal bisnis playland kepadanya. Jhonny memutuskan menawarkan waralaba mulai tahun 2010. Saat ini Happy Play sudah memiliki enam playland terwaralaba dan lima playland yang dikelola sendiri.

Dari tiga tipe playland yang mereka operasikan (indoor, outdoor, dan inflatable castle alias istana balon), Happy Play cuma menawarkan paket waralaba indoor. Paket outdoor tidak diwaralabakan karena biasanya bukan untuk tujuan komersial. Playland outdoor dibangun sebagai fasilitas di perumahan, rumah sakit, dan sekolah. Adapun inflatable castle dijual putus.

Jika berminat mengambil paket waralaba dari Happy Play, biaya waralaba tergantung dari luas dan desain. Rata-rata, biaya pembangunan tempat bermain Rp 3 juta per meter persegi (m²). Investor wajib memesan setidaknya untuk lahan seluas 100 m². Jadi minimal biaya waralaba sekitar Rp 300 juta.

Dengan menjadi terwaralaba, Anda berhak memakai nama Happy Play selama lima tahun. Happy Play akan memberikan standar operasi bisnis, menjaga kesehatan bisnis, memastikan kebersihan, keamanan, dan kenyamanan bisnis investor.

Tapi, sebelum menerima Anda menjadi terwaralaba, Happy Play akan melakukan survei lokasi. “Idealnya playland dibangun di pusat perbelanjaan. Tak perlu mewah, yang penting jumlah pengunjung tinggi,” kata Jhonny.

Dari pengalaman Jhonny, bisnis lahan bermain bisa balik modal dalam tempo sembilan bulan saja. Itu dengan asumsi, rata-rata omzet per bulan di atas Rp 60 juta.

Soal tarif tiket, Jhonny menyerahkan sepenuhnya ke investor, sesuai standar daerah masing-masing. Ada yang mematok harga tiket Rp 5.000 per jam, ada pula Rp 15.000 per jam. Namun, ada, lo, yang mematok harga Rp 100.000 untuk bermain sepuasnya.


Lollipop's Playland & Cafe

Lollipop’s Playland & Cafe juga menawarkan waralaba playland. Meski sampai sekarang dari tiga gerai yang mereka buka di Jakarta (di Senayan City, Mal Kelapa Gading, dan Gandaria City) masih dikelola oleh pemegang master franchise Lollipop. “Peminatnya belum banyak karena membutuhkan investasi yang cukup besar,” imbuh Tonie.

Maklum, playland ini memang waralaba impor dari Selandia Baru. Di negara asalnya, Lollipop sudah beroperasi sejak 1993. Di Indonesia, gerai pertama di Senayan City baru buka pada 2008.

Kalau tertarik bergabung, biaya franchise yang harus Anda keluarkan memang tidak kecil, sekitar US$ 40.000 untuk biaya konsultasi bisnis. Selain biaya konsultasi bisnis, Anda juga akan dikenai biaya royalti senilai 5% dari omzet per bulan, plus biaya pemasaran 3% dari total omzet per bulan.

Dengan biaya sebanyak itu, terwaralaba berhak memakai nama Lollipop’s Playland & Cafe serta mendapat pelatihan bisnis dan pelatihan operasional dari master franchise. Cuma, Tonie enggan memerinci lebih jauh, dengan alasan hanya akan dijelaskan kepada orang yang sudah menjadi terwaralaba mereka.

Arena bermain Lollipop memang luas, di atas 1.000 m². Bahkan, di Gandaria City, luasnya mencapai 1.900 m². Tapi, arena bermain yang luas menjadi keuntungan tersendiri karena daya tampungnya yang besar. Jumlah pengunjung Lollipop saat ini rata-rata 500 anak per hari. Di akhir pekan, jumlahnya melonjak dua kali lipat menjadi 1.000 anak.

Itu belum termasuk orangtua yang ikut masuk untuk menjaga anak-anaknya. Lollipop juga menyediakan kafe yang bisa menjadi tempat tunggu.

Khusus anak, tarif yang dikenakan di hari biasa adalah Rp 85.000 per anak dan Rp 110.000 per anak di akhir pekan. Dengan harga itu, mereka bisa bermain sepuasnya.

Adapun orangtua yang ingin menjaga anaknya di area bermain mereka kenakan tiket Rp 15.000 per orang pada hari biasa dan Rp 20.000 per orang pada akhir pekan.

Soal omzet, Tonie enggan memberi angka pasti. Tapi dari hitung-hitungan pengunjung 500 orang di hari biasa, omzet Lollipop bisa mencapai Rp 42,5 juta per hari. Sedangkan pada akhir pekan, omzet bisa mencapai Rp 110 juta per hari. Itu belum menghitung pendapatan tiket dari orangtua dan makanan atau minuman yang mereka beli.

Lantaran modal tidak kecil, balik modal di waralaba Lollipop pun tidak bisa berlangsung secepat kilat. Dalam hitungan Tonie, balik modal akan tercapai dalam 3,5 tahun.

Nah, bagaimana? Apakah Anda masih tertarik untuk mengambil waralaba arena bermain anak ini? Kalau masih, silakan mencoba dan semoga beruntung.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×