kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Asyiknya menggarap pasar animator yang tanpa batas


Kamis, 24 Februari 2011 / 11:17 WIB
Asyiknya menggarap pasar animator yang tanpa batas
ILUSTRASI. Wakil Presiden Ma'ruf Amin (kiri) menjawab pertanyaan media di Kantor Wapres, Jakarta, Jumat (8/11/2019).


Reporter: Dessy Rosalina, Hendra Gunawan | Editor: Tri Adi

Terpicu tayangan Ipin dan Upin, profesi animator menadah rezeki berlimpah. Tak cuma datang dari televisi lokal yang mulai mau menayangkan film animasi lokal, tapi juga dari perusahaan film serta proyek outsourcing dari luar negeri.

Seekor kunang-kunang terbang mendekati anak kecil bersarung. Kabayan, nama anak tersebut, berkata kepada kunang-kunang. “Waduh, aku capek sekali Lip Lap, bagaimana ini?” ujar Kabayan. Melihat cucuran keringat Kabayan, Lip Lap pun memberi semangat sambil terbang memutari kepala Kabayan.

Bagi para penggemar film animasi, adegan tersebut pasti tak asing. Betul, itu adalah salah satu cuplikan episode "Kabayan dan Lip Lap" yang sempat diputar di beberapa stasiun teve lokal, Indosiar dan Global TV.

Sayang, pamor film animasi yang 100% bikinan para animator lokal ini kurang moncer. Kalah jauh dengan pamor film animasi karya negeri jiran, Malaysia, yakni si kembar Ipin dan Upin.

Meski belum banyak film animasi lokal yang beken, toh, banyak animator lokal yang bilang bahwa bisnis animasi di Indonesia mulai menunjukkan gairah perkembangannya. “Serial teve animasi lokal sedang booming, terdorong Ipin dan Upin,” ujar Ahmad Rofiq, seorang pembuat animasi sekaligus pemilik K-Deep Animation.


Menggarap film, klip video, sampai iklan

Dibilang booming, sih, belum, namun pamor profesi pembuat animasi alias animator ikut terangkat. Banyak animator baru lantas bermunculan. Salah satunya Ahmad Rofiq. Pria asal Malang ini mengaku baru menggeluti profesi sebagai animator sejak 2008 silam. Meski belum lama berkecimpung di bisnis ini, Rofiq, sapaan akrabnya, kini mengantongi Rp 40 juta saban bulan dari pemutaran serial televisi animasi Catatan Dian di stasiun televisi Spacetoon.

Itu belum seberapa, Rofiq menghitung, jika Catatan Dian jadi mengudara di Global TV beberapa bulan mendatang, penghasilannya bakal lebih berlipat. Rofiq menyebut, duit yang masuk ke kantongnya diperoleh dari hasil iklan dan sponsorship serial animasi Catatan Dian.

Ada juga Daniel Arief Budiman. Lewat bendera usaha Geppetto Animation Studio, Daniel meraup rezeki dari animasi di televisi. Salah satu karya Geppetto adalah videoklip band Samsons bertajuk Hey Gadis. Harga klip berdurasi lima menit itu dia banderol Rp 100 juta.

Selain klip video, Geppetto juga memproduksi animasi untuk berbagai film Indonesia yang di dalamnya mengandung animasi. Misalnya saja film bertitel Madame X yang disutradarai oleh Nia Dinata. Layar televisi juga dimanfaatkan Geppetto untuk membesut iklan komersial, semisal Semen Gresik, Sari Ayu, Sharp Plasmacluster, dan sebagainya yang juga mengandung animasi. “Jadi, profesi animator sangat menjanjikan karena bisa menghasilkan beragam output produk," tandas Daniel.

Pandangan serupa juga meluncur dari Ardian Elkana, pemilik Castle Production. Castle adalah perusahaan animasi lokal yang bekerjasama dengan Kementerian Perdagangan (Kemdag) memproduksi serial animasi Kabayan dan Lip Lap. Meski enggan menyebut keuntungan yang dia peroleh secara mendetail, Ardian yakin bahwa animasi merupakan bisnis kreatif yang mampu menghasilkan nafkah gendut.

Mengutip data dari situs http://www.salary.com, penghasilan rata-rata animator di New York, Amerika Serikat, mencapai US$ 55.270 per tahun atau setara dengan Rp 495 juta. Ardian yang pernah bekerja di Amerika Serikat selama tujuh tahun bilang, animator yang baru lulus saja bisa bergaji
US$ 20 per jam.

Asyiknya lagi, animasi juga merupakan industri yang borderless alias tanpa batas. Alhasil, animator bisa menggarap pasar lokal dan pasar mancanegara sekaligus. Ini penting dilakoni untuk jika ingin mendapat pemasukan nan mumpuni.

Tengok saja, saat ini sebagian besar pemasukan Castle (70%) berasal dari proyek-proyek di luar negeri. Sederet proyek luar negeri yang pernah digarap Castle, antara lain Dino Tale, Kingkong, Carlos Caterpillar, dan masih banyak lagi. “Inilah enaknya animator, bisa ikut menggarap proyek animasi luar negeri,” ujarnya.

Pesatnya industri animasi di Negeri Uwak Sam kerap membutuhkan bala bantuan tenaga animator di luar Amerika. Apalagi, upah animator Asia, termasuk Indonesia, jauh lebih murah ketimbang sejawatnya di AS.

Jelasnya begini. Ardian bilang harga proyek animasi dengan standar teknologi tercanggih di kawasan Asia semisal Taiwan dan Korea dibagi ke dalam beberapa tingkat. Kelas A, misalnya, dipatok tarif US$ 150.000-US$ 300.000. Kelas B US$ 50.000–US$ 75.000 dan kelas C mulai dari US$ 25.000. “Tarif animasi lokal bisa sepersepuluh tarif luar negeri,” ungkap dia.

Oh, iya, tarif tersebut dipatok untuk satu episode serial televisi dengan durasi tayang sekitar 15 hingga 30 menit. Catatan saja, tiap episode membutuhkan kerjasama 25 animator, tergantung tahapan pengerjaan. Pada tahap awal, tenaga animator yang dibutuhkan semakin banyak lantaran harus membangun modelling atau karakter.

Nah, agar order pembuatan animasi dari luar negeri lancar, Ardian menyarankan agar animator rajin memajang karyanya di internet sebagai portofolio. Ardian sendiri mengaku kemajuan dunia maya sangat membantunya mengembangkan pasar hingga ke luar negeri.

Namun, bila ikut menggarap proyek luar negeri yang biasa disebut proyek outsource, animator harus rela namanya tidak tercantum di credit title.

Maklum, proyek outsource sering disebut sebagai tukang jahit lantaran hanya membikin sesuai dengan pesanan saja pada bagian tertentu dalam film. “Tapi risiko yang ditanggung animator lebih minim di proyek pesanan dibandingkan dengan proyek full. Duitnya juga besar,” ujar Ardian.

Lihat saja biaya produksi film Amerika berjudul Avatar. Kantor berita Bloomberg mencatat, film animasi itu disebut-sebut menghabiskan biaya produksi mencapai US$ 200 juta lantaran ongkos pembuatan animasinya yang membengkak.

Para animator juga bisa mendiversifikasi produk ke ranah lain, misalnya games. Animator bisa beroleh untung dari penjualan karakter. Rofiq mengaku mematok royalti 20% dari penjualan aksesori berupa boneka, tas dan merchandise lain dari karakter Dian, tokoh utama serial animasinya, Catatan Dian. “Serial televisi bisa berhenti tapi bila tokoh masih dikenal masyarakat, bisnis merchandise animasi akan berlangsung lama seperti tokoh Tom and Jerry,” imbuh Rofiq.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×