kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Ayam ketawa diharapkan bebas tertawa di negeri sendiri (1)


Jumat, 18 Maret 2011 / 15:50 WIB
Ayam ketawa diharapkan bebas tertawa di negeri sendiri (1)
ILUSTRASI. HSM Widodo Jadi Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI). KONTAN/Ferrika Sari


Reporter: Gloria Natalia | Editor: Tri Adi

Sebagai salah salah satu satwa endemik asli Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan, ayam yang dulu dikenal dengan nama manu gaga hanya bisa dimiliki para bangsawan Bugis. Kini, ayam ketawa bisa dikoleksi masyarakat dari segala lapisan.

Memiliki suara unik mirip tawa manusia, kokok ayam ketawa dibedakan menjadi dua yakni bersuara dangdut dan slow. Ayam ketawa dengan jenis suara slow berkokok dengan suara pelan. Pecinta ayam suara kokok slow punya standar ketukan untuk menghitung kokok ayam jenis ini, yakni empat, delapan, atau 12 per satu kali kokok.

Adapun ayam ketawa dengan kokok jenis dangdut punya kokok yang rapat. Semakin mendayu kokoknya, semakin mahal harga jualnya. "Seperti penyanyi dangdut, makin mengalun enak, lebih mahal harganya," ujar Muhammad Ilham, penjual ayam ketawa di Jakarta.

Ayam ketawa sudah bisa tertawa ketika berusia dua bulan, serta mulai mengalami masa puber sehingga kokoknya belum mendayu sempurna. Performa prima saat si ayam berumur sembilan bulan. "Saat itu, suaranya sudah bagus mengalun," ujar Ilham.

Ayam ketawa dijual mulai Rp 3 juta sampai Rp 60 juta per ekor. "Harga tergantung ketawa, bukan fisiknya," ujar Denawi Usman, Ketua Persatuan Pecinta dan Pelestari Ayam Ketawa Indonesia (P3AKI).

Harga ayam ketawa semakin terbang tinggi bila punya suara antik, yakni bisa tertawa satu hingga dua menit. Ayam milik Denawi misalnya, pernah ditawar Rp 80 juta seekor.

Cuma ayam ketawa dengan suara antik dipastikan tidak akan menang dalam kontes ayam ketawa. Sebab, kontes ayam ketawa mengukur pemenang dari dua sistem penilaian. Pertama, penilaian lima kali ayam berkokok dengan irama dangdut dalam waktu 10 menit. Kedua, ayam berkokok di suara pembuka, tengah, dan akhir. "Kalau ayam antik pasti kalah karena terlalu lama tertawanya," kata Denawi.

Ayam ketawa dangdut yang menjuarai kontes bisa dijual minimal Rp 8 juta. Adapun ayam ketawa slow yang jadi juara kontes bisa dijual hingga Rp 15 juta. Lebih mahalnya harga ayam dengan suara slow lantaran ayam ketawa yang bersuara slow sangat jarang di pasar.

Denawi memiliki 30 ayam ketawa dari Sidrap. Saban bulan, ia menjual 20-an ayam ketawa ke berbagai daerah, seperti Medan dan Pekanbaru. "Jakarta paling tinggi," kata Denawi. Berbeda pengalaman dengan Denawi, Ilham bilang ayam ketawa bersuara dangdut lebih mahal dibanding ayam ketawa slow. "Pembeli lihat dari ketukan kokok ayam. Makin banyak ketukan, kian mahal," kata Ilham yang punya 20 ayam ketawa.

Sebagian besar ayam ketawa dangdut miliknya dijual Rp 1,5 juta-Rp 5 juta per ekor. Ilham mendapat ayam ketawa dari keluarganya yang tinggal di Sidrap. Saat ini, ia bisa menjual empat ayam tiap bulan.

Sunarso, pedagang ayam ketawa di Lenteng Agung malah bisa menjual 55 ekor, sejak Januari hingga awal Maret. Strateginya adalah menjual ayam ketawa lebih murah, yakni Rp 25.000 hingga Rp 35.000 per ayam, usia tiga bulan dan Rp 1 juta- Rp 3 juta yang sudah bisa tertawa.

Bisnis jual-beli ayam ketawa marak di Jakarta sejak dua tahun lalu. “Sampai sekarang masih banyak yang cari,” kata Sunarso. Denawi, Ilham, dan Sunarso punya misi sama. Mereka ingin ayam ketawa, yang asli Indonesia, bisa jadi tuan di negerinya sendiri. "Jangan cuma ayam serama Malaysia yang digandrungi, ayam ketawa harus jadi kebanggaan Indonesia," kata Ilham.

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×