Reporter: Diade Riva Nugrahani | Editor: Tri Adi
Dulu, pakaian seragam hanya digunakan untuk kepentingan terbatas. Tapi, kini, penggunaannya lebih luas. Banyak perusahaan menggunakan seragam untuk pembentukan citra. Tak heran, permintaan akan seragam terus tumbuh saban tahun.
Tak hanya demi menjaga kekompakan dan menunjukkan identitas, belakangan ini penggunaan baju seragam di sebuah perusahaan sudah menjadi bagian dari strategi pembentukan citra perusahaan. Alhasil, banyak perusahaan memesan pakaian seragam secara berkala.
Kebutuhan ini menjadi peluang bagi sejumlah perusahaan konveksi seragam untuk menggenjot produksi. Contohnya PT Maxistar Intermoda Indonesia yang mengkhususkan diri pada pembuatan seragam perusahaan swasta, badan usaha milik negara (BUMN), dan instansi pemerintah. Lewat aneka merek setelan seragam produksinya, kini Maxistar menjadi salah satu pemain besar bisnis seragam di Indonesia.
Maxistar memiliki beberapa produk seragam, mulai seri Platinum, Executive, dan Personal. Sales Executive PT Maxistar Intermoda Indonesia, Rita Susanti menjelaskan, setiap tahun permintaan akan seragam terus tumbuh 10% hingga 15%. Peningkatan ini dipicu oleh tren strategi branding perusahaan dengan membuat seragam. “Melalui seragam, mereka menunjukan identitas perusahaannya,” kata Rita.
Pemilik PT Progressio Indonesia Chairul Novin membenarkan adanya tren ini. Menurut dia, baju seragam mulai dipakai untuk menunjukkan identitas perusahaan. Karena itu Progressio menyediakan pelbagai desain seragam perusahaan untuk mengangkat identitas perusahaan.
Saat ini Maxistar sudah memiliki ratusan klien, terdiri dari perusahaan swasta, BUMN, dan instansi pemerintah. Beberapa di antaranya adalah Indofood, Djarum, Pemda Tangerang, PTPN XI, Bank BRI, Mandiri, hingga Jasa Marga. Tarif masing-masing produk bervariasi, setelah seragam wanita mulai Rp 200.000 hingga Rp 500.000, kemeja mulai Rp 100.000 hingga Rp 150.000, dan jas direksi dan komisaris mulai Rp 500.000 hingga Rp 2 juta.
Harga cukup mahal itu sebanding dengan kualitas. Maklum, bahan baku seragam kebanyakan berupa kain katun poliester dan wol masih harus diimpor dari India, China, Amerika Serikat, dan Australia. Apalagi, sekali pesan, sebuah perusahaan bisa minta dibuatkan antara 6.000 hingga 25.000 potong.
Beda lagi dengan Progressio yang lebih menyasar sejumlah perusahaan minyak di luar Jawa sebagai klien. “Persaingan pasar di Pulau Jawa sudah sangat ketat,” dalih Novin. Selain pendekatan ke korporasi, Progressio juga mengandalkan penjualan dan pesanan seragam bermerek Pronesia lewat situs online.
Saban bulan, Progressio melayani pesanan dari sekitar 30 klien. Satu perusahaan bisa memesan 5.000 potong seragam. Dengan harga jual rata-rata Rp 60.000 hingga 150.000 per potong, tiap bulan, Progessia bisa mengantungi omzet lebih dari Rp 900 juta.
Pemain lain yang cukup besar di industri seragam adalah PT Sri Rejeki Isman atau Sritex. Bermain di bisnis seragam tentara, Sritex sudah mengekspor produknya ke 26 negara, termasuk militer Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa.
Kualitas internasional
Corporate Secretary Sritex, Taufik Adam, menjelaskan bahwa setiap tahun permintaan seragam Sritex tumbuh 20%. Lama bergelut di bisnis ini, para pemesan sudah mengenal baik kualitas seragam buatan Sritex. “Bisa menembus pasar Eropa berarti mampu memenuhi standar kualitas internasional,” kata dia.
Saat ini, Sritex memproduksi hingga 15 juta potong pakaian saban tahun. Dari jumlah ini, 70% di antaranya dia ekspor, termasuk seragam. Sritex menargetkan, tahun depan, pertumbuhan penjualan seragam bisa meningkat hingga 7%. Saat ini, Sritex memiliki 14 pabrik dan menargetkan penjualan seragam hingga ke 30 negara di akhir tahun 2011.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat menerangkan, tidak ada secara khusus data penjualan seragam yang tercatat di asosiasi. Sebab, kategori ini bisa masuk ke produk garmen, khususnya fashion. “Seragam tak bisa dibedakan dengan produk sandang lain,” tandasnya.
Ade cuma bisa menuturkan, selama tahun 2010, omzet industri tekstil mencapai US$ 11,2 miliar. Dari jumlah itu, sumbangan dari pasar domestik kurang dari US$ 4 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News