Reporter: Melati Amaya Dori, Kornelis Pandu Wicaksono | Editor: Tri Adi
Selama ada ide, bisnis busana tidak pernah kehabisan celah. Tren yang sengaja diciptakan atau muncul secara tidak sengaja membuat bisnis ini seakan tidak mengenal kata mati.
Pengikut tren mode busana sangat luas. Tren bisa dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin: pria atau wanita; usia: anak-anak, remaja, dewasa; hingga berdasarkan ukuran; mini atau maksi. Di Indonesia, yang punya penduduk lebih dari 200 juta, tiap segmen pasar tersebut tumbuh subur.
Ambil contoh pasar untuk pakaian berukuran ekstra besar alias big size. “Saat ini, banyak yang menyadari bahwa jumlah orang Indonesia yang bertubuh subur banyak,” tutur Suzanne Subijanto, pemilik label baju ekstrabesar My Size.
Pebisnis baju ekstrabesar di sini adalah mereka yang terjun, baik dalam produksi maupun penjualan, pakaian dengan ukuran paling kecil extra large (XL) hingga ukuran 8 large (8L). Pangsa pasar usaha ini adalah mereka yang memiliki ukuran tubuh di atas rata-rata ukuran normal.
Kebanyakan pembeli baju ukuran ini adalah wanita yang sudah berkeluarga. “Karena biasanya terjadi perubahan ukuran pakaian pada wanita, saat sebelum dan sesudah berkeluarga,” tutur Suzanne, yang akrab dipanggil Suz.
Hal senada disampaikan Suryani Widodo, penjual pakaian ekstrabesar melalui situs www.bigsizefashionstore.com. Saat merintis usaha ini pada 2008 silam, target pasar Suryani adalah ibu-ibu yang ia temui di sekolah sang anak. Suz terbilang pemain lama dalam usaha penjual baju ekstrabesar. Ia sudah mulai menjual baju ekstrabesar sejak Maret 2003. Kala itu ia sering kesulitan mencari baju ekstrabesar untuk ia pakai.
Dari pengalaman pribadinya, Suz bersikukuh membuat baju seukuran posturnya. “Selain untuk dipakai sendiri, saya juga ingin menjadi produsen karena pemainnya masih sangat sedikit kala itu,” tambah dia.
Melalui gerainya yang saat ini sudah berjumlah 16 buah, Suz menawarkan pakaian, sepatu, pakaian dalam wanita dan aksesori ekstrabesar untuk wanita dan laki-laki. Walau saat ini produknya masih didominasi baju ekstrabesar untuk wanita. My Size menawarkan mulai dari kaus, blus, rok, dress, hingga celana. Untuk pakaian, ukuran yang tersedia mulai dari XL sampai 8L. Untuk celana mulai dari ukuran 39-48. “Range harganya mulai dari Rp 125.000–Rp 400.000 per item,” tutur Suz.
Adapun Suryani, terjun berjualan baju ekstrabesar pada Oktober 2008. Alasan awalnya hampir sama dengan Suz, yakni pengalaman pribadi: kesulitan mencari pakaian berukuran ekstrabesar. Hasil produksi awal, ia tawarkan ke orang tua dari teman-teman putranya. “Ternyata cepat habis juga,” jelas Yani, panggilannya.
Yani pun menawarkan baju ekstrabesar untuk pria dan wanita dengan ukuran minimal XL sampai 8L. Koleksi produk Big Size Fashion Store beragam, mulai pakaian dalam wanita hingga sepatu. Harga tiap produk berkisar Rp 50.000 hingga Rp 200.000 per item.
Baik Suryani, maupun Suzanne sependapat bahwa potensi bisnis ini masih sangat besar. Alasan mereka, jumlah peminat produk berukuran maksi sangat banyak, sedang pemainnya masih terbilang sedikit. Permintaan tidak hanya datang dari Jabodetabek, tapi juga luar Pulau Jawa. My Size yang telah berusia 11 tahun kini memiliki 16 gerai yang tersebar di Sumatra, Jawa, dan Sulawesi. “Kalimantan sedang dalam penjajakan untuk dibuka tahun depan,” ujar Suzanne.
Bahkan, pasar busana berukuran jumbo kini meluas ke para pria. Suzanne dan Suryani, belakangan ini juga menyediakan baju ekstrabesar untuk pria. “Sepertinya pria ingin memakai model dan jenis pakaian yang baru dan lebih beragam,” tutur Suryani.
Kendati hanya berjualan secara online, Suryani tidak pernah melewatkan hari tanpa pesanan. Jika dihitung secara rata-rata, pemesanan yang masuk bisa mencapai 600 item dalam sebulan. Permintaan itu mengalir tak cuma dari dalam negeri, tapi juga luar negeri. “Saya pernah kirim ke Malaysia, Singapura, Filipina, dan Australia,” ujar dia setengah berpromosi. Tak pelak, omzet yang ia bukukan mencapai Rp 3 juta per hari, dengan margin bersih sekitar 30% dalam sebulan.
My Size pun tak kalah ramai. Rata-rata penjualan per hari adalah 50 item. My Size pun mampu menciptakan empat model baru tiap minggunya. Masing-masing model itu bisa diproduksi sekitar 30 lusin–40 lusin. “Model baru harus ada, mengikuti permintaan yang menginginkan model up to date,” tutur Suzanne. Tanpa menyebutkan angka, Suzanne cuma menyebut omzet per bulannya mampu menghidupi 200 orang karyawan.
Menekan risiko
Proses pembuatan baju ekstra besar, pada dasarnya, sama dengan pembuatan baju ukuran biasa. Mulai dari tahapan pembuatan desain, pembuatan pola baju, pemotongan pola baju dan penjahitan. Namun, agar mantap, sebaiknya saat baju sudah selesai dicoba dahulu di badan seorang model.
Jangan lupa, prinsip baju ekstrabesar adalah mengutamakan kenyamanan si pemakai. “Jika tidak nyaman dipakai, harus dilakukan perubahan desain,” tutur Suzanne.
Tentu, kebutuhan kain untuk baju ekstrabesar lebih banyak. Potongan polanya pun berbeda. Suzanne bertutur bahwa potongan atau cutting pola untuk baju ekstrabesar berbeda dari potongan baju ukuran biasa. Perbedaannya tergantung dari model baju yang akan dibuat. Pola potongan khusus bisa saja terletak di lengan, pinggang, pinggul, atau badan baju. “Perbedaan itu pada dasarnya bertujuan agar pakaiannya lebih nyaman dipakai konsumen,” jelas Suzanne.
Ide model baju ekstrabesar bisa datang dari mana saja. Yani bertutur, inspirasinya dalam menciptakan sebuah model kebanyakan datang dari internet. Saat mencari model baju, Yani tak membatasi diri untuk pencarian model baju ukuran besar saja. Tapi juga meriset model baju ukuran normal yang sedang tren. “Jika sudah menemukan model oke, saat penjahitannya bisa saja disesuaikan dengan potongan untuk ukuran besar,” tambah Yani. Proses serupa berjalan juga di My Size.
Bahan baju yang dipilih juga harus mengutamakan kenyamanan konsumen. Mengingat konsumen baju ekstra besar cenderung mudah berkeringat, bahan yang dipilih sebaiknya bahan-bahan yang mudah menyerap keringat. Katun, kerap menjadi pilihan produsen. “Sifatnya yang nyaman dan mudah menyerap keringat sangat cocok untuk mereka yang mudah berkeringat,” jelas Yani.
Bahan lain yang juga umum digunakan sebagai bahan baju ekstrabesar adalah rayon dan spandex. Kedua bahan itu dinilai nyaman dan mudah mengikuti bentuk tubuh pemakainya. “Chifon juga bisa dipakai, tetapi biasanya hanya sebagai pelengkap,” tutur Suz.
Bahan-bahan tersebut ada yang termasuk bahan impor dan ada juga yang termasuk bahan lokal. Namun, baik Yani maupun Suz bertutur, bahan-bahan tersebut bisa didapat di pemasok bahan kain.
Jika ingin merintis usaha ini, modal yang dibutuhkan tidak sampai Rp 100 juta. Ambil contoh pengalaman Suz yang mengeluarkan uang sekitar Rp 50 juta, 11 tahun silam. Modal tersebut ia gunakan untuk menyewa kios di sebuah pusat perbelanjaan dan membeli stok pakaian ukuran besar dari pemasok. Seiring perkembangan usahanya, Suz memproduksi bajunya sendiri.
Jika ingin memulai usaha ini langsung menjadi produsen, langkah yang perlu Anda tempuh tidak berbeda dengan kebanyakan pebisnis konveksi. Peralatan yang dibutuhkan seperti mesin jahit, mesin pola dan potong, serta perlengkapan potong dan menjahit menjadi elemen utama. Saat ini perlengkapan untuk konveksi sudah bisa didapatkan di dalam negeri dengan berbagai pilihan produk impor maupun lokal.
My Size menggunakan mesin jahit yang khusus digunakan untuk menjahit baju berbahan lentur seperti kaus dengan baju berbahan kaku dan keras seperti jins. Perlengkapan lain yang berbeda dari peralatan pembuatan baju biasa adalah ukuran meja potong. Karena pemakaian bahan yang lebih banyak daripada baju biasa, meja potong yang dibutuhkan harus lebih panjang dan lebar.
Adapun Yani memulai usahanya 5 tahun silam dengan modal Rp 1 juta. Modal itu ia gunakan untuk membuat beberapa baju dari kenalan konveksinya. Karena permintaan terus meningkat, Yani menjalin kerjasama dengan konveksi kenalannya yang memang sudah terbiasa memproduksi pakaian ukuran besar. “Untuk mendapat pekerjaan yang berkualitas, pilih saja konveksi yang memasok ke department store,” jelas Yani.
Sistem maklun, seperti yang digunakan Yani, bisa meminimalkan risiko yang biasa dihadapi konveksi, seperti kesulitan mengelola pekerja. Bagi Yani maklun merupakan jalan yang pas bagi mereka yang masih baru. “Jadi tidak dipusingkan bahan dan pekerja,” tutur Yani.
Adapun keahlian yang harus dimiliki oleh mereka yang ingin merintis usaha ini adalah pengetahuan tentang desain baju ekstrabesar dan proses produksinya. Jika tidak memiliki latar belakang desain, jasa pihak ketiga bisa digunakan, seperti My Size yang memiliki tim kreatif sendiri.
Jika persiapan proses produksi sudah mantap, tinggal tahapan promosi. Yani dan Suz menuturkan, promosi melalui jejaring sosial dan situs terbilang efektif. Produk mereka dikenal oleh konsumen di berbagai penjuru negeri, hingga ke luar Indonesia. Komunitas mereka yang memiliki tubuh besar juga bisa didekati, agar produk kita semakin dikenal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News