kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bisnis ecoprint berupaya mencetak laba dari motif dedaunan (1)


Sabtu, 16 November 2019 / 13:00 WIB
Bisnis ecoprint berupaya mencetak laba dari motif dedaunan (1)


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Markus Sumartomjon

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Selain batik, ada lagi cara membuat motif dan pewarnaan dengan memanfaatkan dedaunan dan bunga alami. Daun atau bunga yang sudah diberi zat warna ditempelkan pada kain dan setelah itu dipukul-pukul hingga mengeluarkan motif dan warna  yang wujudnya sama persis dengan daun atau bunga bersangkutan. Inilah teknik ecoprint yang mulai digandrungi para penyuka fesyen.

Hal menarik lainnya yang membuat teknik pembuatan motif dan pewarnaan ini disukai banyak pihak, terutama penggemar fesyen adalah seluruh proses pembuatan sama sekali tidak menggunakan bahan kimia. Artinya, teknik ecoprint masih ramah lingkungan. Isu yang juga tengah naik daun belakangan ini.

Beberapa pebisnis pun mulai merasakan manisnya berbisnis ecoprint. Salah satunya Wahyudi yang mengusung label Arane dalam memproduksi pakaian jadi bermotif cetakan hijau alias ecoprint. Ia mulai berbisnis ecoprint sejak 2017 di kota Gudeg, Yogyakarta.

Baca Juga: Bisnis kain tenun Maumere mulai mendatangkan peruntungan (bagian 1)

Awalnya, ia hanya membuat kain bermotif ecoprint saja. Dengan modal Rp 10 juta, Wahyudi mulai memproduksi kain ecoprint. "Jadi proses pembuatannya itu adalah helaian kain diletakan daun, lantas ditutup dengan cara digulung. Kemudian dikukus selama dua jam," tutur Wahyudi yang menjabat sebagai Co Founder Arane kepada KONTAN.

Berjalannya waktu, Arane tidak cuma memproduksi ecoprint dalam bentuk kain saja. Secara perlahan, label ini mulai memproduksi pakaian jadi. Namun, kain sebagai basis dasar pembuatan kain atau pakaian jadi ecorprint relatif sama. Yaitu kain dari serat alam seperti sutra atau juga katun. Lantaran kedua serat kain tersebut lebih mudah menyerap pewarna alam.

Tak hanya pakaian jadi saja, Wahyudi juga mulai membuat produk aksesori fesyen lainnya berbahan dasar kain ecoprint sebagai motif serta kulit sapi. Seperti tas dan dompet yang dibanderol dengan harga Rp 400.000 sampai Rp 800.000 per item. "Sedangkan produk aksesori lainnya mulai dari Rp 50.000 per buah," tuturnya.

Sedangkan untuk harga kain ecoprint Arane dihargai mulai dari Rp 300.000 sampai dengan Rp 900.000 per helai.

Dengan ragam produk fesyen ecoprint tersebut, Wahyudi dalam satu bulan rata-rata bisa meraup omzet sebesar Rp 60 juta sampai Rp 70 juta.

Baca Juga: Memintal laba dari kain tenun Sumba (bagian 1)

Pemain lainnya adalah S Miftakhul Farid, pemilik Soeart asal Lamongan, Jawa Timur. Berbeda dengan Wahyudi, Farid membuat motif cetakan hijau ini di bahan jins. Upaya ini memang baru ia lakoni pada tahun ini. Sebelumnya, Farid merupakan pengusaha tas berbahan dasar jins. "Saya belajar ecoprint dari Youtube dan saat diterapkan di bahan jins kok bagus," tuturnya kepada KONTAN.

Kini, ia sanggup memproduksi hingga 200 tas motif ecoprint dengan omzet sekitar Rp 30 juta sebulan.  

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×