kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bisnis ecoprint berupaya mencetak laba dari motif dedaunan (2)


Sabtu, 16 November 2019 / 13:40 WIB
Bisnis ecoprint berupaya mencetak laba dari motif dedaunan (2)


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Markus Sumartomjon

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Teknik membuat motif ecoprint yang memanfaatkan dedaunan atau kembang alami mulai naik daun. Motif yang bisa terpatri dalam sebuah helai kain, atau bisa juga di produk pakaian jadi, serta produk fesyen dan aksesori lainnya, seperti tas, dompet. Motif ini menimbulkan kesan alami, yakni berubah bentuk dedaunan atau bisa juga bunga yang sesuai aslinya.

Keberadaan motif tersebut memang tidak terlepas dari penggunaan daun asli sebagai media untuk membuat cetakan alami (ecoprint) di ragam produk fesyen tersebut. Bentuk daunnya pun beragam. Maklum, para pebisnis fesyen ecoprint kerap memakai ragam bentuk daun.

Ambil contoh Wahyudi Anthony, Co Founder Arane asal Kota Gudeg, Yogyakarta. Saat membuat motif cetakan hijau, ia memakai beberapa jenis daun. Mulai dari daun jati, daun mawar, daun lanang, daun jarak, daun kayu putih, stroberi dan daun herbal lainnya.

Baca Juga: Menggenggam fulus dengan sentuhan teknik hias decoupage

Proses pembuatannya pun tidak terlalu sulit. Jadi di atas kain yang biasanya berasal dari sutera atau katun, diletakkan dedaunan. Lantas kain digulung dan dikukus selama dua jam. Lantas, daun yang menempel di kain bisa dilepas dan kain tinggal dikeringkan. "Inilah seni olah kain ecoprint," kata Wahyudi kepada KONTAN.

Selain kain, Wahyudi juga mulai menerapkan cetakan daun terebut ke produk pakaian jadi, serta produk aksesori lainnya, seperti pakaian jadi,  tas dan dompet. Khusus untuk produk pakaian jadi, ia banderol mulai Rp 300.000 - Rp 900.000 per item, dan tas serta dompet sekitar Rp 400.000 - Rp 800.000 per item.

Meski sudah menggunakan pemasaran online, Wahyudi mengakui bahwa sebagian besar penjualan masih berasal dari toko offline. "Pembeli online biasanya yang sudah membeli secara offline," tuturnya.

Baca Juga: Rezeki dari membuat lukisan ampas kopi

Adapun kendala di bisnis ini adalah soal hasil cetakan yang terkadang tidak sesuai keinginan. Misalnya, tampilan daun jadi kurang sempurna dari aslinya. Tapi terkadang, motif yang kurang pas tersebut justru digemari oleh para konsumen.

Maklum saja. Teknik pembuatan ecoprint sangat tergantung musim. Saat musim kemarau, biasanya motif daun bisa terlihat jelas dan tegas. Sebaliknya, pada musim penghujan bisa terlihat kabur.

Sedangkan hal terebut tidak menjadi persoalan bagi pebisnis lain yakni S. Miftakhul Farid pemilik Soeart, asal Lamongan, Jawa Timur. Justru keluar masuknya karyawan menjadi kendala dalam menjalankan bisnis ecoprint. Hingga akhirnya ia memanfaatkan kaum ibu di sekitar rumah serta para difabel. Tercatat dirinya mempunyai delapan orang karyawan tetap.

Sedangkan untuk mengakali permintaan produksi, ia menjalin kerjasama dengan sebuah SMK di tempat kediamannya. Saat lulus, si murid SMK tersebut bisa bekerja di tempatnya.  "ini membantu," katanya.           

(Selesai)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Terpopuler
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×