kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Bisnis es krim rumahan awet meski tanpa bahan pengawet


Senin, 14 Maret 2011 / 14:29 WIB
Bisnis es krim rumahan awet meski tanpa bahan pengawet
ILUSTRASI. Cleaners wear protective face masks, following the outbreak of the coronavirus, as they swipe the floor at the Grand mosque in the holy city of Mecca, Saudi Arabia March 3, 2020. REUTERS/Ganoo Essa


Reporter: Gloria Natalia, Dharmesta | Editor: Tri Adi

Kedai es krim buatan rumahan masih bertahan di sudut-sudut Jakarta. Bahkan ada kedai yang usianya sudah puluhan tahun. Tanpa pengawet, mereka bersaing dengan es krim buatan pabrik berskala besar. Dari es krim buatan rumahan, sebuah kedai bisa meraup omzet hingga
Rp 75 juta sebulan.

Tiga kedai es krim buatan rumahan bertahan sampai 20 tahun di Jakarta. Malah, ada kedai es krim yang sudah berdiri sejak 1932. Kedai es krim yang berpusat di Jalan Veteran Nomor 1 Jakarta Pusat ini namanya Ragusa. Banyak ragam es krim di Ragusa, seperti Spaghetti Ice Cream dan Banana Split yang paling digemari pembeli. Keduanya dipasang di harga Rp 27.000. Adapun varian es krim lain harganya Rp 4.000 per scoop.

Seluruh es krim Ragusa cepat meleleh lantaran tak pakai bahan pengawet. "Dulu kami mendatangkan bahan baku dari Italia. Sejak 1990 kami memasok bahan dari Australia dan Singapura," kata Sias Mawarni, pemilik Ragusa.

Saban hari, lebih dari 100 pengunjung datang ke Ragusa. Jumlah ini belum termasuk pengunjung di kedai cabang Ragusa yang berada di Kompeks Duta Merlin, Arena PRJ Kemayoran Jakarta, serta Cipanas, Jawa Barat. Dengan asumsi 100 pengunjung sehari, Ragusa pusat bisa meraup omzet Rp 75 juta sebulan. Sampai saat ini Sias dan suaminya, Buntoro Kurniawan, masih mengasuh lima kedai Ragusa.

Lezatnya rezeki di bisnis es krim juga dirasakan Andreas Rahardja, pemilik kedai es krim rumahan Lind's Ice Cream Cafe. Lind's berdiri pada tahun 1987 di Semarang.

Awalnya, kedua orang tua Andreas ingin memberi makanan sehat kepada anak-anaknya. Kala itu banyak jajanan anak yang mengandung pewarna atau tak higienis. Mereka mencoba membuat es krim sendiri dan ternyata enak. Es krim itu lantas ditawarkan ke teman-teman orang tuanya. "Sekarang yang mengelola Lind's generasi kedua," ujar Andreas.

Prinsip makanan sehat pula yang dibawa Lind's. Sampai kini Lind's menggunakan stroberi asli untuk membuat selai. Selai itu dicampur ke bahan dasar es krim. Kafe pertama Lind's di Semarang berdiri 1993. Lind's membuka gerai di Kelapa Gading, Jakarta tahun 2002.

Pengunjung Lind's mulai dari anak-anak sampai orang tua. Menurut Andreas, orang tua membawa anaknya ke Lind's untuk mendapatkan jajanan sehat. Harga es krim di Lind's Rp 25.000 sampai Rp 40.000 per porsi. Adapun tart es krim harganya Rp 180.000-Rp 600.000. Sayang, Andreas enggan mengungkap omzetnya.

Andreas bercerita kalau es krim buatan rumah mempunyai banyak keunggulan. Salah satunya, kontrol kualitas yang terjaga karena jumlah pembuatannya tidak sebanyak di pabrik. Kesegaran bahan baku juga terjamin karena tidak perlu menyimpan stok es krim. "Susu saya ambil langsung dari peternak di pagi hari dan langsung diolah pada hari yang sama. Telur juga paling lama disimpan sehari," tutur Andreas. Ia menggunakan Facebook dan Twitter untuk memperkenalkan produk-produk baru.

Di Gandaria, Jakarta Selatan, juga ada kedai kecil es krim skala rumahan. Namanya, Gandaria Homa Ice Cream. Kedai es krim ini berdiri di Jalan Hang Lekir tahun 1985. Pada 1998 kedai ini pindah ke Jalan Gandaria I/39.

Kedai es krim ini didirikan Sosro Adimarwoto dan saat ini dikelola istrinya, M.M. Indriati. Gandaria menyajikan es krim berbagai rasa dengan harga
Rp 8.800 hingga Rp 10.700 per gelas. "Es krim buatan saya tidak begitu manis. Jadi orang-orang yang datang memang mencari es krim tidak terlalu manis," kata Ibu Sosro, panggilan Indriati.

Dia memakai susu sapi segar untuk bahan baku. Dalam sehari, Gandaria hanya memproduksi 10 liter es krim. Jika ada pesanan, Gandaria memproduksi lebih banyak. Di usia 60 tahun, Ibu Sosro setia berjualan es krim di rumahnya. Ia belum ingin membuka cabang. "Saya bertahan sampai anak saya yang meneruskan," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×