Reporter: Diade Riva Nugrahani | Editor: Tri Adi
Berani menembus pasar luar negeri dengan kualitas terbaik, itulah kunci sukses Peter Pirmansyah. Dengan menggandeng band-band ternama, jins Peter Says Denim buatan Peter laku keras. Omzet Peter mencapai ratusan juta rupiah per bulan.
Mendengar merek jins (jeans) Peter Says Denim, yang tebersit di pikiran Anda mungkin adalah merek jins impor. Dibanderol seharga rata-rata Rp 350.000 sampai Rp 800.000 per potong, Peter Says Denim memang terlihat seperti jins branded selevel Levi’s atau Lea. Tapi, jangan salah, jins ini sebenarnya buatan lokal. Pemilik merek jins ini adalah Peter Pirmansyah.
Menurut pemiliknya, Peter Says Denim memang ditujukan untuk konsumen kelas premium. Setidaknya, mereka yang membeli jins ini sudah terbiasa menggunakan jins merek ternama. Kebanyakan pembeli jins merek Peter Says Denim memang anak-anak muda.
Maklum, ikon Peter Says Denim bukan grup band sembarangan. Band metal lokal dan band luar negeri menggunakan jins ini dalam setiap aksi panggungnya. Sebut saja, Saint Locco dan Rocket Rockers. Melalui situs www.petersaysdenim.com, Anda bisa melihat sekaligus memesan langsung jins yang Anda inginkan.
Pengusaha muda kelahiran Sumedang, 4 Februari 1985, ini memang menggunakan website sebagai sarana promosi dan toko untuk berjualan. “Saya tidak punya toko dan hanya berjualan di website,” kata Peter. Meski begitu, ada juga beberapa reseller yang menjual langsung produk itu di tokonya.
Peter menganggap berjualan secara online lebih leluasa lantaran bisa menjamah konsumen di daerah mana pun. Selain itu, cara bisnis ini lebih hemat dan efisien. Pasalnya, ia tak perlu mengeluarkan biaya sewa dan operasional toko.
Sedikit kilas balik, Peter menempuh jalan yang cukup terjal untuk membesarkan Peter Says Denim. Sukses yang ia capai saat ini merupakan buah kerja kerasnya. Maklum, ia tidak mengantongi ijazah sarjana atau kursus bisnis kewirausahaan. Tapi, tekadnya untuk bertahan hidup membawanya menjadi pengusaha muda yang sukses.
Sejak kecil, Peter sudah akrab dengan segala kepahitan hidup. Ia terbiasa hidup hemat dan makan ala kadarnya. Orangtuanya hanya bekerja serabutan. Mau tak mau, ia harus memutar otak untuk mencari tambahan uang. Saat masih duduk di bangku SMA di Cicalengka, ia berjualan kaus sablon jika ingin membeli sepatu baru.
Singkat kata, Peter terbiasa bekerja keras untuk mendapatkan apa pun yang ia mau. “Saya bukan anak pejabat. Kalau mau gaul, ngeband, perlu duit. Saya harus kerja dulu dengan berjualan,” katanya sambil tertawa. Tapi, pergaulan dengan anak band ini membuatnya tahu persis kostum seperti apa yang diinginkan anak band.
Setelah lulus SMA, pada 2002, Peter memutuskan tidak melanjutkan ke bangku kuliah. Soalnya, ia mesti menanggung tiga adiknya. Kondisi keuangan keluarganya juga pas-pasan. Ia lantas mencari pekerjaan. Pekerjaan pertamanya adalah menjaga sebuah gerai pakaian bernama Planet Surf di Bandung. Di sana, ia belajar banyak. Ia mencari tahu cara mengelola barang, pergudangan, sistem promosi, sampai bagaimana memproduksi.
Dua tahun kemudian, Peter bertekad merintis usaha sendiri. Pada 2005, ia mulai menerima pesanan membuat jins dengan desain tertentu, sesuai keinginan pemesan. Namun, statusnya masih vendor. “Saya membuat jins merek Revenge. Pembelinya masih teman-teman sesama anak band,” tuturnya.
Kualitas nomor satu
Namun, Peter belum fokus pada bisnis ini lantaran masih aktif di band bentukannya, Peter Says Sorry. Baru di akhir 2005, ia mulai serius menjalankan bisnis jinsnya. Bermodal tabungannya sebanyak Rp 5 juta, ia mulai memproduksi celana jins sendiri.
Pertama-tama, Peter membuat lima potong jins. Ternyata, produk perdananya ini laris. Pesanan berdatangan dan ia menambah produksi hingga 20 potong lebih. Selama enam bulan pertama, ia benar-benar membanting tulang. Mulai belanja bahan, mengukur, mengawasi tukang jahit, hingga mengantarkan pesanan jins ke konsumen ia kerjakan sendiri.
Tapi, jins yang diberi merek Peter Says Denim itu tak selamanya laku. Sebab, sejak awal, ia membanderol jins dengan harga tinggi. Karena itu, ia kerap menerima cemoohan dan penolakan konsumen.
Peter lantas memasang strategi dengan fokus mempromosikan jins buatannya ke anak-anak band. Ia melakukan pendekatan khusus supaya anak band yang jam terbang sudah banyak mau memakai jinsnya sebagai promosi. Tak hanya band lokal, Peter juga mendekati band-band luar negeri.
Peter lalu membangun website khusus untuk menjajakan produk Peter Says Denim. Untuk memperkuat bisnis online ini, ia menggelontorkan lagi duit Rp 5 juta.
Ternyata pilihan itu tepat. Lewat situs online-nya, Peter Say Denim dikenal di Amerika, Kanada, Australia, Singapura, dan Malaysia. Hasilnya, kini saban bulan, Peter memproduksi 500 hingga 1.000 potong jins. Meski enggan menyebut omzet, ia menargetkan tahun depan bisa mencetak omzet Rp 1 miliar per bulan.
Meski bisnis distro di Bandung menjamur hingga 400 gerai lebih, jins Peter Says Denim tetap unggul lantaran berani tampil beda. Peter mengaku, jins buatannya sebenarnya tak beda jauh dengan jins lokal lain. Tapi, dia berhasil mengubah citra produk lokal yang tak bisa bersaing dengan kualitas nomor satu layaknya jins branded.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News