kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45925,48   -1,25   -0.14%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bisnis studio musik hidup dari pelajar


Senin, 02 Mei 2011 / 14:58 WIB
Bisnis studio musik hidup dari pelajar


Reporter: Gloria Natalia | Editor: Tri Adi

Bisnis studio musik sudah tak semerdu zaman dahulu. Menjamurnya bisnis ini di sejumlah daerah di Jabodetabek membuat banyak pengusaha mengeluh. Walau begitu, tetap ada juga studio musik yang berjalan mulus karena lebih menggarap konsumen pelajar dan mahasiswa dengan menawarkan tarif murah.

Penurunan omzet dialami C-Pro Studio di Jalan Manggarai Selatan IX No. 55, Tebet, Jakarta Selatan. Saat ini, C-Pro hanya bisa mengantongi omzet Rp 40 juta saban bulan. Selain menyewakan studio latihan, C-Pro juga menyewakan studio rekaman.

“Dalam tiga tahun terakhir, rental rekaman semakin menjamur. Mereka biasanya melakukan promosi dengan banting harga,” kata pemilik
C-Pro Studio, Mohammad Arief, yang akrab disapa Ade.

Lahir pada tahun 2001, studio yang diawaki Mohammad Arief dan Bagus Pramono ini merasakan manisnya bisnis jasa studio musik selama 8 tahun. Namun setelah tahun 2009, omzet yang didapat semakin menurun.


Perang tarif

Menurut Ade, promosi tarif murah membuat banyak grup band beralih ke tempat baru. Promosi dan menjamurnya usaha yang sama membuat ketatnya persaingan harga. "Siapa berani kasih harga murah, dialah pemenangnya," ujarnya.

Tidak adanya wadah atau asosiasi bisnis 'rumahan' ini membuat variasi harga antara satu studio dengan studio lain sangat besar. Selain itu, kondisi semakin diperparah dengan menurunnya penjualan album fisik seperti CD dan kaset. Ade juga menilai, pesatnya bisnis ring back tone (RBT) handphone turut memengaruhi seretnya bisnis persewaan studio musik.

Menurutnya, saat ini kualitas musik yang ditawarkan untuk RBT tidak perlu sebagus album. Akibatnya, tak banyak yang memakai studio rekaman profesional.

Tak hanya bisnis studio rekaman yang mulai megap-megap, menurunnya harga alat musik juga membuat banyak grup band mampu membeli alat musik. "Dengan dana yang kecil, mereka bisa beli alat musik berkualitas rumahan," ujar Ade.

C-Pro memiliki dua studio, yakni berukuran 4x4 meter (m) dengan tarif Rp 150.000 per 3 jam. Kedua dengan ukuran 5x6 m dengan tarif
Rp 200.000 per 3 jam. Sebagian besar pelanggan C-Pro adalah band kafe, band artis serta band instansi yang muncul saat ada festival atau lomba nge-band di kantornya.

Membidik konsumen pelajar dan mahasiswa, studio musik seperti Blewah Studio, Bluesy Music Studio dan Oplet Studio mengaku masih mampu mendapatkan keuntungan yang merdu.

Blewah misalnya. Memiliki studio ukuran 4x3 m dan berdiri sejak tahun 1999 di Petukangan Selatan, Jakarta Selatan masih kebanjiran konsumen. Selain menyewakan studio latihan, Noval Andrian, pemilik Blewah Studio mengatakan, studionya juga dilengkapi studio rekaman. "Saat ini pelanggannya masih terus berdatangan, tuh," katanya bangga.

Mulai Senin hingga Kamis , minimal ada lima grup band yang datang untuk berlatih saban hari. Sedangkan pada hari Jumat-Minggu, jumlah grup yang datang dan berlatih naik dua kali lipat.

Dengan tarif terjangkau, pelanggan Blewah paling banyak anak sekolah dan mahasiswa. Tak salah jika pelanggan Blewah melonjak setelah ujian sekolah dan universitas selesai, termasuk saat musim liburan tiba.

Tarif sewa yang dikenakan oleh Noval adalah Rp 30.000 per jam. Bila konsumen ingin menyewa alat yang dobel pedal, maka ada tambah biaya Rp 5.000 per jam. Sedangkan tarif studio rekaman secara langsung Rp 125.000 per jam. "Masih banyak yang ingin punya album sendiri," katanya.
Selain sebagai bahan untuk mengikuti festival musik, ada juga yang membuat album rekaman untuk bisa jadian dengan sang pacar.

Noval tak gentar walau dalam radius 2 km ada 5 studio serupa. Ia yakin nama besar Blewah bisa menjadi nilai jual untuk menjaring konsumen. Selain itu, dia juga rajin merawat alat musik sehingga nyaman dipakai.

Persis seperti Blewah, Bluesy Music Studio juga menyasar pelajar SMP, SMU serta mahasiswa. Studio musik yang terletak di Jalan Cempaka Baru V, Jakarta Pusat ini menampung delapan grup band sehari. Jumlah tersebut meningkat 10% dibanding tahun lalu. “Ini karena kami sering membagikan brosur di sekolah dan beriklan di internet,” kata pemilik Bluesy Music Studio Fransiskus Anang.

Selain itu, Bluesy juga memasang tarif terjangkau yakni untuk sewa studio latihan Rp 23.000 per jam, sedang tarif sewa studio rekaman track Rp 300.000 per 6 jam, rekaman live Rp 50.000 per jam.

Tarif untuk rekaman track lebih mahal karena prosesnya panjang. Proses perekaman tiap pemain tidak bisa dilakukan bersamaan. Setelah rekaman satu per satu, hasilnya akan digabung menjadi satu. Rekaman live prosesnya lebih pendek karena semua pemain bermain berbarengan, setelah itu baru vokalis menyusul setelah musik digarap.

“Bluesy pasang tarif paling murah di sekitar sini. Studio lain sudah pasang Rp 25.000 per jam untuk studio latihan,” tutur Anang. Ada 4 rental studio sejenis, berjarak maksimal 1 km dari Bluesy.

Dengan tarif sewa studio latihan Rp 23.000 per jam, dan rata-rata delapan band tiap hari datang, omzet Anang mencapai Rp 5,52 juta per bulan. Omzet tentu tambah tinggi bila tiap band menggunakan dua jam atau lebih untuk berlatih.

Itulah sebabnya, Anang mengatakan bisnis studio latihan musik menjanjikan. Namun, prospektif studio rekaman tidak begitu. Sebulan, dia hanya menerima 1 penyewa studio rekaman meski ia sudah mengangkat operator rekaman berpengalaman.

Oplet adalah studio musik yang menyasar anak sekolah dan mahasiswa. Terletak di Kampung Baru, Cidodol, Jakarta Selatan, lokasi Oplet ada di gang kecil. Dari studio ukuran 2x5 m, Oplet bisa mengantongi keuntungan bersih Rp 100.000 per hari. “Hari Sabtu dan Minggu penuh, dari jam 7 pagi sampai 1 malam,” kata pemilik Oplet, Umair, 30 tahun. Tarif per jam Oplet adalah Rp 35.000 per jam.

Ketika berdiri 6 tahun lalu, di sekitar Oplet sudah ada 6 studio musik. Dari jumlah itu, hanya tersisa 3 studio sampai sekarang, termasuk Oplet. Lainnya mati karena tak punya pelanggan.

Agar pelanggan tak pindah ke lain hati, Umair membuat studionya nyaman dengan rutin merawat alat-alat musiknya. “Saya juga tak kejam d meminta ganti rugi kalau ada alat yang rusak," katanya. Ganti rugi disesuaikan dengan harga beli alat pertama kali.

Umair dan Anang yakin bisnis studio musik masih bagus di masa datang. Apalagi jika studio musik dibangun lebih menyasar konsumen pelajar dan mahasiswa yang memiliki duitnya pas-pasan.

Bagi mereka berdua, selama pelajar dan mahasiswa masih ada, bisnis studio musik masih terus hidup. “Anak-anak itu butuh aktualisasi diri di dunia musik. Di titik inilah jasa studio musik bisa berkembang,” kata Anang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×