Reporter: Ragil Nugroho, Dharmesta, Gloria Natalia | Editor: Tri Adi
Dulu, kepeng, duit koin kuno, menjadi alat tukar. Kini, kepeng dipakai sebagai bahan baku kerajinan. Tak cuma kerajinan fesyen, kepeng pun menjadi bahan baku patung berharga hingga Rp 90 juta per patung. Sayang, para perajin di Bali masih kesulitan memperlebar pasar.
Di Indonesia, kepeng atau koin yang berlubang di bagian tengah memang tidak lagi laku sebagai alat tukar. Namun, jangan anggap remeh kepeng-kepeng tembaga yang asal muasalnya dari China ini. Di tangan perajin yang kreatif, koin-koin ini bisa berharga puluhan juta rupiah. Para perajin koin kepeng kebanyakan berada di Bali.
Hingga kini, kepeng masih dipakai dalam upacara-upacara adat dan keagamaan. Namun, ada juga produsen koin kepeng yang membuatnya menjadi aksesori fesyen seperti kalung. Tak terbatas di bisnis fesyen, para perajin Bali yang terkenal kreatif ini mendiversifikasi produk. Salah satunya adalah patung.
Patung kepeng merupakan salah satu bentuk kreasi seni yang unik dan diyakini sudah ada di Indonesia sejak dulu. Seni ini belum terlalu terkenal meski memiliki potensi yang menjanjikan. Kumpulan koin tersebut dirangkai sedemikian rupa sehingga membentuk patung. Mulai dari patung Dewi Saraswati, patung legong, dan patung ganesha.
Biasanya, koin kepeng berfungsi dalam pelaksanaan ritual maupun adat. Dahulu uang kepeng juga menjadi alat tukar yang sah di Bali. Bentuk fisik uang kepeng sekarang adalah terdapat huruf adat masyarakat Bali di permukaan koin tersebut. Sedangkan dulu uang tersebut bertuliskan huruf China.
Salah satu pembuat patung dari koin adalah Dewi Wahyuni di Bali. Bersama sang suami, ia menekuni usaha ini sejak tahun 1997 di bawah nama usaha Sinar Jaya Gemilang. Dewi mengaku awalnya hanya iseng belajar dari perajinnya di daerah Kuta, Bali.
Ia ternyata malah jatuh cinta pada kerajinan seni patung kepeng ini setelah menjalani. Alasannya, selain unik dan khas Bali, patung ini juga memiliki nilai artistik yang sangat tinggi.
Saat ini, Dewi bisa melayani sekitar dua hingga lima permintaan patung kepeng dalam sebulan. Ia menjual patung karyanya itu mulai dari harga Rp 35 juta hingga Rp 90 juta per unit. Para pemesannya kebanyakan berasal dari Bali dan Jawa.
Sebenarnya, tidak semua bahan patung ini terbuat dari kepeng atau koin. Susunan kepeng ini hanya sebagai selimut atau lapisan. Bahan baku inti patung, yakni kerangkanya, tetap berasal dari kayu.
Pembuatan patung ini memakan waktu mulai dari 15 hari hingga enam bulan, tergantung ukuran dan jenisnya. "Ukuran paling besar yang pernah saya buat adalah setinggi 90 sentimeter dengan harga Rp 80 juta," ujar Dewi. Sedangkan model patung yang paling banyak diminati adalah patung Dewi Saraswati atau yang dikenal dalam agama Hindu sebagai Dewi Ilmu Pengetahuan.
Harga keping uang kepeng tidak sama tergantung tua dan mudanya tahun pembuatan, juga lokal dan impor. Uang kepeng tua mempunyai karat yang berubah warna, biasanya kehijau-hijauan sebagai ciri khas karat dari tembaga.
Di Bali, ada produsen yang memang membuat kepeng-kepeng berbahan tembaga ini. Biasanya produsen menjual kepeng untuk kebutuhan upacara adat dan keagamaan serta untuk kebutuhan kerajinan.
Harga beli kepeng dengan ronce per 1.000 keping mulai Rp 100.000 hingga Rp 2 juta. Jadi harga dari sebuah patung kepeng sangat tergantung pada kualitas koin dan besar kecil patung atau volume jumlah koin.
Satu patung setinggi 40 cm biasanya membutuhkan sekitar 1.200 kepeng. Sedangkan patung setinggi 1,3 meter membutuhkan sekitar 7.000 kepeng.
Menurut Dewi, prospek bisnis pembuatan patung dari koin ini semakin menjanjikan ke depannya. Kemajuan teknologi memudahkan penyebaran informasi kepada para konsumen. Kebanyakan konsumen. "Adanya media pameran dan internet, promosi akan lebih mudah," ujarnya. Kini, permintaan patung kepeng yang masuk ke Sinar Jaya Gemilang meningkat tiga kali lipat dibanding saat Dewi pertama kali membuka usaha.
Prospek bisnisnya juga menggiurkan karena para pembuatnya tidak mengikuti tren dan terpaku pada satu model saja. Padahal, agar bisa masuk ke segmen yang lebih beragam diperlukan variasi model dan inovasi tanpa meninggalkan ciri khas budaya Bali.
Pemain lain di kerajinan kepeng adalah Cokorda Alit. Pemilik Kharisma Dewa Sejahtera yang berlokasi di Denpasar ini sejak beberapa bulan lalu memilih kreasi lain yaitu daksina yang terbuat dari uang kepeng. Daksina adalah mangkuk yang digunakan untuk menaruh sesajen dalam upacara Hindu.
Cokorda melihat daksina yang biasa terbuat dari janur kelapa hanya dapat dipakai sekali. Sedangkan daksina dari pis bolong atau kepeng bisa dipakai berulang-ulang dan lebih artistik.
Cokorda menjual daksina dengan tambahan hiasan topeng kecil seharga Rp 100.000 di tokonya di Denpasar. Ia menjual produk yang sama di toko online seharga
Rp 110.000. Sedangkan daksina tanpa topeng harganya Rp 80.000 di Denpasar, dan
Rp 100.000 di toko online. Cokorda mampu menjual sekitar 15 buah dalam sebulan.
Cokorda menggunakan jenis kepeng yang terbuat dari besi. Harganya dari Rp 12.000 per ikat berisi 11 keping. Banyak orang yang tertarik dengan produknya, tapi tidak semuanya berlanjut ke pembelian. "Pembelinya hanya kalangan menengah ke atas," ujarnya.
Cokorda mengaku kesulitan menembus pasar di luar Bali. Pasalnya, belum banyak pembeli yang tahu soal kerajinan kepeng ini. Selain itu, penganut Hindu di tempat lain di Indonesia tidak sebanyak di Bali. Selama ini, dia baru mengirim ke Malang, Jawa Timur. Terbatasnya pasar juga karena ia hanya memproduksi satu bentuk kerajinan berupa daksina.
Untuk meningkatkan penjualan, Cokorda melakukan beberapa kiat seperti memberikan diskon 20% bila konsumen memesan tiga daksina sekaligus. Cokorda menargetkan pangsa pasar yang lebih luas seperti wisatawan asing yang berkantong tebal dan senang dengan hal yang berbau budaya Bali. Dia berencana membuat variasi produk dan memulai produksi patung uang kepeng yang harganya jauh lebih mahal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News