Reporter: Handoyo | Editor: Tri Adi
Selain minyak tanah dan gas elpiji, briket tempurung kelapa bisa menjadi alternatif bahan bakar untuk berbagai macam keperluan. Briket tempurung disukai karena memiliki energi 7.340 kalori sehingga menghasilkan panas lebih tinggi dibandingkan dengan briket arang kayu biasa.
Novi Setiawan di Bantul, Yogyakarta sudah menekuni bisnis pembuatan briket tempurung kelapa sejak tahun 2008 lalu.
Ia menjual seluruh hasil produksinya ke luar negeri seperti ke negara-negara Timur Tengah. "Negara tujuan utama adalah Jeddah," katanya.
Agar bisa menembus pasar ekspor, Novi membuat briket tempurung dengan standar yang ketat. Salah satunya, memastikan bahan baku briket yaitu tempurung kelapa benar-benar bebas dari serat kulit kelapa. Tempurung harus benar-benar bersih dari serat. "Kalau tidak bersih, kita bekerja dua kali. Tempurung yang masih tertutup serat tidak terbakar sempurna," tutur Novi.
Muhammad Fahni di Gresik, Jawa Timur juga melihat peluang di bisnis ini. Sejak tahun 2006 dia memproduksi briket tempurung kelapa.
Fahni juga menjual sebagian briketnya ke pasar luar negeri. "Sebanyak 80% ekspor, 20% untuk pasar lokal," ujarnya. Negara-negara tujuan ekspor Fahni, antara lain Jepang dan Australia. Ia menambahkan, ekspor briket ke Jepang turun sekitar 30% akibat bencana alam gempa dan tsunami.
Briket tempurung digunakan untuk berbagai keperluan. Di pasar Timur Tengah, briket tempurung kelapa digunakan untuk kelengkapan shisha. Adapun di Jepang digunakan untuk keperluan restoran.
Dari penjualan briket ini Novi bisa mengantongi omzet Rp 97 juta per bulan. Adapun Fahni meraup omzet Rp 80 juta sampai Rp 100 juta per bulan.
Kedua produsen briket ini tidak kesulitan memperoleh bahan baku tempurung. Sebab, perkebunan kelapa banyak terdapat di Yogyakarta maupun Gresik. Proses pembuatannya juga tidak begitu sukar.
Setidaknya ada 7 tahapan pembuatan briket tempurung kelapa. Pertama adalah pembakaran tempurung. Dalam tahap ini, tempurung tidak boleh memiliki potongan terlalu kecil. "Idealnya belah dua atau empat," jelas Novi. Setelah itu tempurung kelapa dihancurkan dengan kondisi masih sedikit kasar.
Setelah menjadi seperti tepung kasar, bahan baku tadi dicampur dengan cairan pelekat yang terbuat dari bubur tepung tapioka dengan perbandingan 1:4. "Bubur tapioka tidak lebih dari 5%," tambah Novi.
Campuran itu kemudian dicetak menggunakan mesin press hingga membentuk persegi dengan ukuran 20 cm x 20 cm dan ketebalan 2,5 cm atau sesuai permintaan pembeli. Terakhir, briket dijemur dan dioven agar tidak berjamur.
Novi bisa memproduksi sekitar 500 kg briket dalam sehari. Sedangkan Fahni mampu memproduksi sekitar 1 ton briket tempurung dalam sehari.
Novi menjual briket bikinannya Rp 7.300 per kg dalam kemasan. Untuk yang tidak dengan kemasan harganya Rp 5.000 per kg. Adapun Fahni menjual briketnya dengan harga Rp 5.000 per kg.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News