kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45906,29   2,96   0.33%
  • EMAS1.310.000 -0,23%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Dari emping melinjo, lini bisnis Ida kian mekar


Kamis, 12 September 2013 / 11:54 WIB
Dari emping melinjo, lini bisnis Ida kian mekar
ILUSTRASI. Petugas teller melayani nasabah di kantor cabang Bank BNI Jakarta (5/11). /pho KONTANCarolus Agus Waluyo/05/11/2021.


Reporter: J. Ani Kristanti | Editor: Tri Adi

Kejelian dalam melihat peluang merupakan bekal Ida Widyastuti menapak belantara bisnis. Dari berdagang emping di pasar, Ida membangun bisnis snack, camilan, dan keripik. Setelah menguasai pasar Indonesia Timur, Ida siap mengembangkan lini bisnisnya yang lain.

Kepahitan hidup masa lalu sering menjadi pecutan bagi sebagian orang untuk meraih sukses. Demikian pula bagi Ida Widyastuti. Berbagai keterbatasan memupuk tekadnya menjadi seorang pengusaha. Bahkan, kini, Ida sukses berbisnis snack dan camilan lewat bendera Mekarsari.

Lulus dari SMA, Ida harus kecewa lantaran tak bisa meneruskan pendidikannya ke perguruan tinggi. Biaya menjadi kendalanya. Ia pun lantas merantau ke Batam, bekerja di sebuah perusahaan Jepang.

Namun, keinginan menjadi pengusaha terus memanggilnya. Hingga, saat sang suami, Harris Setiawan, pindah kerja ke Surabaya. Ida pun mulai berdagang emping melinjo di Pasar Gedangan, Sidoarjo, sekitar tahun 2001. Ia terinspirasi oleh salah satu saudaranya yang menjadi perajin emping di Demak.

Awalnya, perempuan 39 tahun ini membuat emping sendiri. Ternyata, harga emping buatannya lebih mahal dibanding dengan harga pedagang lain di pasar tersebut. Lantas, Ida mengambil emping dari perajin di Demak, kota kelahirannya.

Harga murah menjadi strategi Ida untuk mendapat pelanggan. Upaya ini pun berhasil. Banyak pedagang mengambil emping dari Ida. Namanya pun cepat dikenal hampir di seluruh pasar tradisional Sidoarjo.

Usaha emping ini makin berkembang, saat Harris ikut menemani Ida berbisnis. Pada akhirnya, Harris memang mengundurkan diri dari pekerjaannya untuk membantu Ida. “Dia rela mengangkut bal emping ke toko-toko, sementara saya yang getol menawarkan dagangan,” kenang Ida.

Pada 2003, emping dengan merek Kawanku itu berhasil menguasai pasar Malang dan Probolinggo. Karena dikenal murah, permintaan menjalar hingga ke Kalimantan. Tak heran, dalam setahun, pasokannya mencapai 500 ton.

Tak hanya memasarkan emping, Ida yang memiliki insting bisnis tajam pun mencium potensi bisnis snack atau camilan. Maklum, ia tak bisa mengandalkan jualan emping belaka, yang sering dikaitkan dengan kolesterol dan asam urat.


Pabrik keripik pisang

Dengan kekuatan modal yang telah dimilikinya, pada 2004, Ida bergerilya mendatangi beberapa pemasok snack dan camilan di Jakarta dan Jawa Barat. Ia ingin menjalin kerja sama dengan mereka, untuk memasarkan camilan itu ke berbagai daerah. “Tapi, kami ditolak oleh supplier yang mayoritas pemain lama,” ujar dia.

Namun, Ida tak menyerah. Ia pun memutuskan untuk mencari camilan tradisional langsung dari produsennya. Bersama suami, ia menyisir Bandung, Cianjur, Indramayu, Kuningan, Ciamis, dan Cirebon untuk mencari perajin camilan.

Selama dua tahun, Ida menyiapkan bisnis barunya. “Karena selain hunting UKM, saya harus menyatukan visi dan memberi pengarahan pentingnya mutu, rasa hingga pengemasan,” tutur Ida. Ia rela merogoh kantong hingga Rp 50 juta, untuk memodali biaya para perajin camilan, agar mereka dapat memproduksi makanan dalam jumlah  yang besar.

Sama seperti pemasaran emping, Ida mendistribusikan berbagai camilan ini ke toko-toko dan pasar tradisional yang telah menjadi pelanggannya. Ida pun menyematkan nama Mekarsari, yang berarti terus mekar, sebagai merek dagangnya.

Benar saja, sesuai harapan, penjualan Mekarsari terus mengembang. Meski awalnya kesulitan, lantaran ada pemain lama, ia berhasil menembus pasar Bali. Karena pengiriman lewat truk tak bisa mencukupi permintaan, akhirnya Ida membuka gudang di Bali.

Ida mengakui, kejeliannya melihat peluang menjadi kunci sukses usaha. Saat melihat pasokan pisang yang sangat melimpah di Trenggalek, ia pun terpikir berusaha pembuatan keripik pisang. “Kebetulan, pisang tanduk di sana punya keunikan, besar-besar dan rasanya manis,” kata Ida.

Lantas, Ida pun membuat pabrik keripik pisang sendiri. Kini, dua pabriknya, di Trenggalek dan Sidoarjo, mampu mengolah hingga tujuh ton pisang setiap hari. Untuk menjaga pasokan, Ida menjalin mitra dengan 250 petani dan beberapa orang pengepul.

Tak hanya pabrik pisang, pada 2009, Ida membangun gerai di Pondok Jati, Sidoarjo. Ribuan orang selalu mampir ke Roemah Snack Mekarsari yang buka 24 jam alias sepanjang waktu.  Di luar Sidoarjo, ia juga membuka cabang di Krian, Sidoarjo dan Denpasar, Bali.

Setiap bulan, Ida mengirim ratusan truk camilan untuk para distributornya. Maklum, Mekarsari sudah merambah berbagai kota di Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.

Kini, Ida yang hobi travelling, berekspansi dengan membuka agen perjalanan yang menyelenggarakan tur ke tempat-tempat wisata. Ia juga mengembangkan bisnis ekspedisi.

Sekarang, lebih dari 160 karyawan menggantungkan hidupnya pada bisnis Ida. Di luar itu, ada ratusan UKM camilan yang menjadi pemasok camilan untuk Mekarsari.                     

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×