Reporter: J. Ani Kristanti, Revi Yohana | Editor: Tri Adi
Bermula dari niat untuk menghidupkan kembali usaha milik ayahnya, Andris Wijaya justru menuai sukses menjadi pedagang beras garut. Tak hanya itu, ia pun menjadi pelopor produk nasi liwet instan yang kini menjadi oleh-oleh khas Garut dengan omzet senilai ratusan juta.
Banyak orang sukses berdagang beras di negeri ini. Namun, hanya segelintir yang berhasil menciptakan produk unik dari beras dan menuai keberhasilan. Andris Wijaya termasuk kelompok terakhir. Ia memelopori pembuatan nasi liwet instan yang menjadi oleh-oleh khas Garut.
Boleh jadi, profesi menjadi pedagang beras jauh dari impian Andris saat muda dulu. Ia ingin menjadi ahli mesin. Pria 34 tahun ini pun berhasil menamatkan pendidikan teknik mesin di Institut Teknologi Bandung pada 2001.
Namun, garis nasib justru membawanya kembali ke kampung halaman di Garut. Sang Ibu meminta Andris, yang bekerja di sebuah perusahaan minyak ternama selepas lulus kuliah, untuk menghidupkan lagi bisnis ayahnya.
Maklum, bisnis beras Garut 1001 ini sempat vakum, semenjak sang ayah meninggal pada 1996. “Ibu dan kakak pernah meneruskan usaha ini, tapi tak berkembang,” ujar dia. Padahal, bisnis beras yang dirintis sejak 1975 ini pada masa jayanya pernah mengirim 45 ton beras Garut ke Jakarta.
Pada 2003, Andris memulai langkahnya berbisnis beras garut. Ia pun harus menanggung beban utang sebesar Rp 100 juta. Untuk menutup utang ini dan mendapatkan modal awal berbisnis, Andris mengajukan pinjaman ke bank.
Tak hanya menghadapi utang, ia juga harus menghadapi pamor beras Garut 1001 yang meredup. Maklum, saat itu, banyak pedagang beras di Jakarta menilai harga beras ini mahal. “Harga beras Garut di Jakarta sudah di atas beras lain,” ujar Andris. Selain itu, beras Garut dioplos dengan beras lainnya dan diberi merek berbeda.
Persaingan bisnis beras yang ketat ini pun ikut menciutkan nyalinya. Lantaran kondisi ini, “Saya sempat terpikir untuk menjual perusahaan ini,” kenang dia. Namun, situasi yang amat mendesak itu justru membuatnya berpikir semakin kreatif. “Langkah awal yang harus saya lakukan adalah mengangkat kembali pamor beras Garut. Apalagi, selain warnanya putih bersih, beras Garut terkenal lebih pulen dan mempunyai sari rasa manis,” jelasnya.
Modifikasi mesin
Maraknya industri pariwisata menjadi momentum bagi Andris untuk mempopulerkan kembali beras garut. Dari sini, tebersit ide untuk membuat produk oleh-oleh. Beras yang menjadi salah satu produk unggulan Garut pun disulapnya menjadi oleh-oleh khas Garut.
Andris pun menilai, cara ini bisa mendongkrak popularitas beras Garut dengan cepat. “Orang beli oleh-oleh, kan, nggak cuma satu. Karena dia akan membagi-bagikannya kepada orang lain,” terang dia.
Apalagi, banyak wisatawan yang datang ke Garut menyukai nasi liwet dan nasi tutug oncom. Dari sinilah, Andris lantas mengembangkan produk nasi liwet instant, menjadi buah tangan khas dari Garut, pada 2009.
Di sini, keahliannya sebagai seorang insinyur mesin dibuktikan. Untuk menghasilkan beras siap saji, padi (gabah) harus melalui tahap pengolahan yang lebih panjang. Andris melakukan modifikasi mesin-mesin penggilingan padi milik ayahnya, supaya pencucian beras bisa sekaligus dilakukan saat penggilingan.
Alhasil, beras instan yang dikemas dapat langsung dimasak tanpa dicuci terlebih dahulu. Proses memasaknya pun hanya butuh waktu 20 menit di rice cooker dengan bumbu yang telah tersedia. Maklum, selain menjadi oleh-oleh, Andris membidik pasar nasi liwet instan ini untuk bekal jemaah haji dan pendaki gunung.
Tak disangka, produk beras liwet instan ini mendapat respons yang cukup baik di pasar. Ia pun memberi merek nasi liwet instan ini Liwet 1001. Angka 1001 tetap dipakai, seperti usaha berasnya Garut 1001. “Menurut ayah, nama itu diambil dari bahasa Sunda, sarebu hiji. Arti dua kata itu adalah dari seribu buah hanya ada satu yang seperti ini,” ucap Andris.
Tak hanya nasi liwet, Andris juga terus berinovasi mengembangkan variasi nasi instan lainnya. Ada enam pilihan rasa, yakni rasa original, jambal, teri, cumi, jengkol, dan pete. Setelah sukses dengan nasi liwet instan, ia pun menciptakan nasi uduk instan, nasi kuning dan nasi uduk warna (nasuwa).
Untuk menjaga keamanan produk, Andris tak menggunakan pengawet atau pewarna. Warna untuk nasuwa pun menggunakan pewarna alami, seperti angkak untuk warna merah, kunyit untuk warna kuning dan ubi ungu untuk warna ungu. Ia juga mengembangkan varian rasa pedas.
Sekarang, Andris memproduksi 2.000 pak nasi instan setiap hari. Selain di gerai oleh-oleh sekitar Garut, ia juga memasarkan nasi instan ini melalui jaringan reseller yang telah terbesar ke berbagai daerah di Indonesia. Andris juga menjajaki pemasaran di ritel modern.
Tak heran, omzetnya terus meningkat dari tahun ke tahun. Dari bisnis beras garut ini, baik nasi instan dan beras garut, ia bisa mendulang omzet ratusan juta rupiah setiap bulan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News