kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Dentang laba nan nyaring dari pembuatan lonceng gereja


Selasa, 07 Juni 2011 / 15:17 WIB
Dentang laba nan nyaring dari pembuatan lonceng gereja
ILUSTRASI. Ilustrasi. Seseorang sedang menderita asam lambung


Reporter: Mona Tobing | Editor: Tri Adi

Ada berbagai cara tempat ibadat memanggil umatnya untuk berkumpul dan beribadat. Gereja misalnya, menggunakan lonceng untuk memberi tanda akan dimulainya suatu peribadatan. Alhasil, lonceng yang menjadi satu kesatuan dengan gereja melahirkan peluang usaha.

Masuknya agama Kristen ke Tanah Air tak lepas dari pengaruh Eropa. Pengaruh tersebut juga meninggalkan sebuah tradisi bangunan gereja ala Barat yang lengkap dengan loncengnya.

Bentuk lonceng gereja, umumnya juga mengikuti gaya lonceng di Eropa dan Romawi. Meski ada juga model lonceng klasik Indonesia, lonceng bergaya Eropa dan Romawi lebih diminati. "Karena terlihat lebih menarik dibandingkan dengan model klasik Indonesia," terang Darmono perajin lonceng gereja di Pati, Jawa Tengah.

Selain dari bentuk, perbedaan ketiga lonceng gereja itu terlihat dari bentuk gantungannya. Darmono menjelaskan, gantungan lonceng gereja ala Romawi berbentuk mahkota. Bentuk gantungan lonceng gereja bergaya Eropa dilengkapi dengan roda. Berbeda dengan keduanya, lonceng klasik Indonesia tak punya penggantung dan bentuknya lebih bulat dibanding dengan lonceng-lonceng dari Eropa maupun Romawi.

Pemesan lonceng-lonceng gereja buatan Darmono datang dari Sabang hingga Merauke. Baru-baru ini, ia menerima pesanan lonceng bergaya Eropa untuk sebuah gereja di Maumere, NTT.

Sejak awal tahun 2011 sampai saat ini, sarjana tehnik mesin ini mengaku penjualan loncengnya terbilang normal. "Dalam satu bulan bisa terjual tiga sampai lima lonceng," terang Darmono. Ia menjual lonceng dalam rentang harga Rp 17 juta- Rp 47 juta per unit.

Harga jual lonceng tergantung ukurannya. Ukuran lonceng yang paling banyak dipesan 80 cm x 80 cm dan berdiameter 60 cm harganya Rp 47 juta per unit. Sedangkan, lonceng ukuran 50 cm x 50 cm dan berdiameter 40 cm harganya Rp 25 juta.

Meski pasar lonceng gereja terbatas, Darmono yakin prospek bisnis ini bagus. Tak heran, Johan Laksamana pun juga terjun menjadi perajin lonceng gereja. Ia membuat lonceng gereja dengan bahan baku campuran timah, kuningan dan perunggu.

Johan menuturkan, setiap bulannya dia mampu menjual hingga lima lonceng ke berbagai pulau di Indonesia. Ia menjual lonceng model klasik Indonesia dengan ukuran 30 x30 cm dan berat 15 kg seharga Rp 2,3 juta. yang paling banyak dipesan adalah lonceng berukuran 60x60 cm dengan berat 50 kg seharga Rp 9 juta.

Dengan harga yang cukup mahal, kedua perajin lonceng ini menjamin lonceng-lonceng buatan mereka bisa bertahan hingga ratusan tahun, bahkan seumur hidup.

Pembuatan lonceng gereja butuh ketekunan, ketelitian dan keahlian khusus. Pembuatan satu lonceng memerlukan waktu dua hingga empat minggu.

Menurut Darmono, ada dua tahap dalam pembuatan lonceng. Pertama, mereka membuat cetakan terlebih dulu. Setelah itu, mereka melelehkan bahan-bahan seperti kuningan hingga 100 derajat Celcius untuk dimasukkan dalam cetakan.

Kedua, memasukkan lelehan bahan tersebut dalam cetakan. Pada tahap ini, para perajin harus ekstrahati-hati supaya aliran kuningan yang panas itu tak tersendat. Mereka pun harus memastikan bahan cukup. "Jadi pengecorannya harus tuntas, sehingga perlu banyak tangan yang bekerja," terangnya.

Kelancaran proses pengecoran tersebut sangat penting, sebab akan berpengaruh pada ayunan lonceng dan tingkat kenyaringan suara lonceng.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×