Reporter: Ragil Nugroho | Editor: Tri Adi
Sempat terhantam krisis, bisnis pembuatan huruf atau aksara kayu kembali hidup. Bermunculannya gedung-gedung perkantoran baru membuat permintaan huruf terus mengalami kenaikan. Pemain yang masih sedikit membuat produsen aksara punya pelanggan tetap.
Seni membuat huruf dari kayu, kerap disebut wooden letter bukan bisnis baru lagi. Setelah mengalami penurunan permintaan, bisnis ini kembali bergairah seiring dengan membaiknya ekonomi nasional. Pembangunan properti termasuk perkantoran membuat permintaan huruf kayu kembali naik.
Sri Winarto, salah satu pembuat aksara kayu di Jakarta Selatan merasakan kenaikan permintaan konsumen itu. Memulai bisnis sejak tahun 1979, Sri tak hanya membuat huruf kayu untuk papan nama namun juga ukiran kaligrafi, furnitur, frame, miniatur alat musik dan aksesori.
Meski memiliki sejumlah produk lain, menurutnya bisnis pembuatan aksara kayu cukup menjanjikan. "Permintaan sangat banyak. Saya saja hanya mampu memenuhi 70%," kata Sri. Enaknya lagi, usaha ini juga belum banyak pemain.
Makanya, Sri memiliki pasar tetap, baik pengembang maupun penyuplai kebutuhan kantor. Dia juga kerap melayani permintaan masyarakat umum untuk papan papan nama dan nomer rumah.
Tak hanya aksara berukuran kecil, Sri juga membuat papan nama dengan ukuran besar. Saat ini, ia dibantu oleh 15 orang tenaga kerja. Pasar yang selama ini banyak memesan produknya adalah Jawa, Bali, Batam, dan Makassar.
Untuk ukuran standar, yakni 10 cm, Sri menjual dengan harga Rp 8.000 per huruf. Adapun untuk huruf-huruf dengan kemasan khusus yang biasa dijual di supermarket, Sri menjual seharga Rp 23.000 per huruf.
Untuk ukuran lebih besar yakni 25 cm, Sri menjual dengan harga Rp 50.000 per huruf. "Paling mahal Rp 2 juta dengan ukuran tiga meter," ujarnya. Biasanya huruf dengan ukuran sebesar itu untuk papan nama restoran. Dari penjualan produk huruf-hurufnya itu, saban bulan Sri mengantongi omzet Rp 50 juta.
Kenaikan permintaan juga dirasakan oleh Andri Ramadhan, pemilik Toko Kencana Aksara. Ia mengatakan, tren peningkatan mencapai 30% dalam tiga tahun belakangan.
Selain memiliki showroom, Andri juga menawarkan langsung huruf-huruf kayunya ke berbagai wilayah di Jabodetabek termasuk kawasan-kawasan industri. "Untuk mendapatkan pelanggan tetap memerlukan waktu," katanya.
Berbekal kegigihannya, kini Andri rata-rata bisa menjual 500 hingga 700 huruf dengan harga mulai Rp 8.000 sampai Rp 50.000 per huruf. Dengan begitu, omzet per bulan Andri mencapai sekitar Rp 25 juta.
Baik Sri maupun Andri tidak sembarangan dalam memilih bahan baku kayu. Mereka berdua memilih menggunakan kayu keras dan berkualitas bagus seperti kayu jati. "Bahan baku kayu jati bekas peti kemas mudah didapat dari beberapa pemborong di Jakarta," kata Andri. Wajar, jika usaha Andri saat ini sudah bertahan lima tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News